"Bu, semua sudah sesuai perintah, apa ada yang bisa dilakukan lagi, Bu?" telepon dari Pak Idrus
Ada rasa khawatir muncul di hatiku, takut Mas Arya akan menggunakan jabatan untuk mengeruk uang perusahaan. Ini tak bisa dibiarkan.
Kupastikan besok kau pulang dengan wajah muram, Mas.
Tak rela rasanya aku membiarkan kamu menduakanku dengan cara kampungan begini. Menikah diam-diam, seakan aku ini tak ada artinya.
"Ma, Tante Fitri bakal selamanya ya disini?"tanya Alif.
Aku yang sedang melipat mukena selepas sholat Dzuhur, melirik ke arah Alif yang tiba-tiba sudah ada di dalam kamarku.
"Engga, sayang cuma sementara saja. Sampai Tante Fitri dapat kerjaan lagi," ujarku lembut.
"Alif ga nyaman, Ma?" Alif menunduk, antara takut dan tapi ingin bicara.
"Ga nyaman kenapa sayang?"
"Tante Fitri, pakaian nya terbuka banget. Udah gitu kerjaannya main hape terus ngajak dedek Alisa nonton film dewasa,"
Aku terperangah, rasanya aku selalu dirumah. Tak pernah membiarkan ulat bulu itu mendekati anak-anak.
"Kapan sayang? kok Mama ga pernah melihat Dedek Alisa main sama Tante Fitri?"
"Itu Ma, kalau Mama udah keluar kamar, Tante Fitri masuk ke kamar Alisa, lalu mengajak Alisa nonton sampe malam. Alif juga jadi ga bisa tidur, brisik,"
Hmm..kurang aj*r jal*ng itu, memang sudah tiga malam ini aku mengajak Mas Arya tidur lebih awal. Mengunci kamar dan menyimpan kunci nya ditempat yang aman, sehingga laki-laki gatal itu tak bisa migrasi ke kamar sebelah.
Berkali-kali aku terjaga mendengar suara pintu yang hendak dibuka, tapi mana bisa. Kuncinya sudah aku amankan saat Mas Arya lengah.
Mungkin itu yang menyebabkan si ulat bulu marah, dan membalas dendam dengan merusak anakku. Awas aja kau ya!
Alif telah kuberitahu bahwa kamarnya mulai nanti malam akan kukunci dari luar, dan jangan-jangan mencoba membuka pintu jika bukan aku yang membukakan nya.
Malam ini Mas Arya pulang dengan wajah ditekuk, kusut seperti pakaian yang tak disetrika.
"Kenapa sayang?" kataku sok mesra, karena aku melihat dengan sudut mata ada Fitri yang sedang memperhatikan kami dari ruang tengah dan pura-pura main hape.
"Entahlah Dek, tiba-tiba saja pemilik utama Perusahaan merekrut manager baru, Papa diturunkan menjadi staff biasa."
" Apa? kita miskin dong, Pa!" pekikku sengaja.
"Ssst jangan kenceng-kenceng, Ma. Malu di dengar Fitri." katanya sambil melirik wanita yang ku yakin mendengar jeritanku tadi.
"Trus gimana, Pa?"
"Papa mau bertemu dengan Direktur utama perusahaan itu. Papa mau protes, kerja sudah bertahun, bukannya diberi apresiasi, malah diturunkan jabatan. Perusahaan apa itu!"
Aku mengusap-usap punggung suamiku, kali aja keluar jin nya, hehehe
"Sabar, Mas, memang siapa Direktur utamanya, Mas?" pancingku.
"Mas juga ga tau, selama ini Perusahaan dipercaya kan kepada Pak Idrus. Pak Idrus sendiri juga tak tahu keberadaan yang punya, karena mereka komunikasi hanya lewat telepon saja,"
Mas Arya menyugar rambutnya, frustasi. Bayangkan dari gaji puluhan juta, merosot menjadi delapan juta saja, itupun kalau dia tak neko-neko.hihihi
"Ya ampun, Mas... gimana hidup kita setelah ini,"
Fitri berjalan kearah kami.
"Mas, Mbak, maaf aku besok ijin keluar ya, mau ketemu teman,"
Mas Arya diam saja, matanya gugup. Pasti nih, benalu mau maki-maki atas kemiskinan suaminya.
"Oh iya silahkan, Fit, jalan jam berapa?" kataku.
"Kalau boleh aku numpang mobil Mas Arya ya Mbak, sebab aku belum tahu daerah sini!"
Tuh kan? modus banget. lihat aja besok, kamu mau gigit jari, apa gigit panci. Nesya Dita Maharani dilawan.
Mas Arya sudah tidur, dengan santai aku membuka ponselku. Semua pesan dari pelakor itu terbaca olehku. Beberapa hari ini aku telah menyadap telepon Mas Arya, jangan main-main, makanya. Benar saja, si hello Kitty marah-marah, karena hampir seminggu dirumahku. Tak sekalipun Mas Arya mendatanginya, mungkin dia takut bulukan kali ya, hehehe.
[Besok Sebelum kamu ke kantor, aku mau kamu membelikan aku rumah. Aku sudah dapat info rumah bagus dan dijual sama pemiliknya.]
[Iya, sayang...pasti aku belikan.]
[Satu lagi, aku tak mau tinggal disini lagi, aku berasa jadi babu, tau ga!]
[Sayang, ini kan dalam rangka pedekate dengan Dita, kita main cantik biar kamu bisa diterima dengan baik olehnya.]
[Tapi, aku ga suka dengan cara Mbak Dita memperlakukanku, sampai-sampai menyuruhku ke warung hanya membeli pembalut, dan kamu tahu, Mas. di warung orang menyangka aku itu pembantu baru kalian 😭]
Pantes ya, wajah Mas Arya waktu itu marah memendam marah. Tapi ga berani, dia hanya diam. Syukurlah, akupun tak perlu adu mulut sama dia, apalagi adu kekuatan. Bisa-bisa jurus taekwondo jaman kuliah dulu kupraktekin sama dia.
[Pokoknya, besok aku mau kamu ajak aku liburan, ga usah kerja. Udah seminggu kamu ga memberiku nafkah batin, aku rindu...]
[Iya sayang, nanti kamu pura-pura ijin aja sama Dita, bilang mau ke rumah temen atau apa , nanti bareng aku berangkat kerja. Kita habiskan hari seharian di hotel😘😘]
Hatiku mendidih membaca pesan itu, coba aja kalau kalian bisa ke hotel, baru aku kasih jempol satu.
Beberapa hari ini aku tetap melayani suamiku, walau hatiku terluka. Apa masih kurang? apa yang disana lebih enak, padahal aku juga selalu merawat tubuhku juga merawat mahkota itu dengan rajin olah raga, percuma aku punya tabungan gendut macam perut bos kaya, kalau untuk hal begitu aku tak bisa. Wajah masih cantik, perut ramping, dan anu juga terawat, ternyata tak membuat suamiku setia. Jangan salahkan jika aku menjadi kejam.
*****
Pagi-pagi Fitri sudah rapi, wajahnya berseri. Begitupun dengan Mas Arya, aku sih cuek aja. Dengan telaten aku menyiapkan sarapan buat mereka.
"Hayo pada sarapan dulu." ajakku.
Tanpa malu, perempuan itu duduk tepat disamping Mas Arya, mungkin dia mengira aku tak akan cemburu secara mereka sepupuan. Sepupu Halu.
Tahan, tahan, belum waktunya anarkis, biar dia menikmati peran menjadi nyonya. Dari pagi, aku sendiri yang membuat sarapan. Mbok Yuna masih aku liburkan sampai si ulat keket ini pergi dari sini, tanpa potong gaji tentunya.
Mereka mulai terlihat santai, makan sambil ngobrol dan bercanda.
"Mas, emang ditempat kamu ga ada kerjaan buat Fitri, kasian dia bete dirumah terus," kataku yang masih menahan emosi.
"Hmmm...belum ada sayang, nanti kalau ada pasti aku kasih tau,"
Aku manggut-manggut, ya wajarlah ga ada. Karena Mas Arya hanya staff biasa, mana bisa masukin orang. Tapi aku ada rencana buat mereka, tunggu saja.
Mereka sudah siap-siap berangkat, aku mengantarkan mereka hingga ke pintu. Wajah Fitri benar-benar terlihat bahagia. Tunggu saja sayang, ga akan lama.
Saat keduanya sudah naik ke mobil, tiba-tiba pintu mobil terbuka kasar. Fitri dengan muka menahan sakit berlari ke dalam.
Mengabaikan aku yang pura-pura panik.
"Kenapa Mas?" tanyaku saat melihat Mas Arya juga ikutan turun dan mengikuti langkah Fitri.
"Ga tau, tiba-tiba Fitri buang angin dan mencr*t dicelana," katanya.
Ingin tertawa, tapi takut dosa. Ampuh juga obat yang tadi aku masukin ke dalam sarapan wanita jalang itu. Siapa suruh ga mau bantuin didapur, jadi aku gampang bikin kamu semaput sekalian.
Syukurin!
Hari ini jatah kamu nongkrong di kamar mandi, bukan ke hotel. Dasar Pelakor!
Bersambung.
Ingin tertawa, tapi takut dosa. Ampuh juga obat yang tadi aku masukin ke dalam sarapan wanita jalang itu. Siapa suruh ga mau bantuin didapur, jadi aku gampang bikin kamu semaput sekalian.Syukurin!Hari ini jatah kamu nongkrong di kamar mandi, bukan ke hotel. Dasar Pelakor!"Hayo dek, kita bawa Fitri ke dokter, mas khawatir jangan-jangan dia hamil,"Allah itu Maha Baik, saat lisan fasih berbohong, tanpa sadar dia terpeleset sendiri mengucap kejujuran."Hamil? Fitri udah nikah?" tanyaku sambil menatap tajam Mas Arya."Eh ga, bukan maksud nya takut keracunan makanan," katanya meralat, tapi justru mengundang singa didalam sana terbangun."Maksud kamu aku meracuni Fitri gitu!!" pekikku. Sengaja, kadang pelaku memang lebih nyolot dari korban, iya kan? hehe"Aduh, maaf maksudnya takut kenapa-kenapa Dek, makanya kita periksa Fitri kenapa, Maaf mas ga bermaksud apa-apa."Aku cemberut, kedua ta
Aku terbangun tepat saat adzan subuh berkumandang, kepala terasa sangat berat. Karena hampir separuh malam aku habiskan untuk menangis, bod*h!Iya, aku bod*h. Ingin berdamai dengan kenyataan, nyatanya aku tak mampu. Bayang-bayang suami berbagi peluh dengan wanita lain, membuat tekad sudah bulat untuk melambaikan tangan ke kamera, bye!Aku beranjak turun dari ranjang, Mas Arya masih tertidur pulas. Ah bayangan itu, enyahlah!Perlahan aku membasuh muka juga mandi karena ga enak sekali badan ini rasanya. Lalu mulai berwudhu walau aku ga sholat tapi kebiasaan itu udah tak bisa aku tinggalkan entah jadi pahala atau tidak, yang penting aku dapat ketenangan. Tetes demi tetes air seakan memberikan kenyamanan dalam bathin yang sakit ini."Mas, bangun udah subuh." aku menggoncang tubuh laki-laki itu kencang, memang tidurnya begitu, ngebo banget kayak odading, eh ga nyambung ya hehe maklum lagi error.Mas Arya bangun, m
Besok hari Sabtu, hari libur. Ada beberapa hal yang akan aku lakukan dirumah Papa, yang tak bisa aku kerjakan dirumah.Wajah Mas Arya terlihat bahagia, pasti dia bakalan ngayal tidur berdua bak dihotel bintang lima dirumah ini."Nanti Mbok Yuna akan kembali, jadi kamu ga usah khawatir tinggal berduaan sama Fitri dirumah ini, walau kalian sepupuan, kan tetap bukan Mahrom."Senyum diwajahnya memudar, tapi masih ada rona bahagia disana.Ah, sayang selamat menikmati party nanti malam ya...Hadiah dariku yang tak akan kalian lupakan, pastinya.Setelah Mas Arya berangkat aku bergegas mempersiapkan segala sesuatunya. Semua harus sempurna. Bukan Dita namanya kalau tak pandai membuat surprise yang tak akan terlupakan, hihi.Alisa dan Alif sudah pulang sekolah, mereka begitu senang saat aku bilang akan kerumah Opanya. Walau Papa sekarang duduk di kursi roda, tapi kasih sayang kepada cucu-cucunya
Pov ulat bulu, eh Fitri 🙏Siapa yang tak ingin menikah dengan atasan tampan dan kaya raya. Setelah menjadi sekretaris nya beberapa bulan aku akhirnya bisa menaklukkan laki-laki itu, walau aku tahu dia sudah punya istri. Tak masalah, biasanya istri seorang direktur itu tak pernah perhatian dengan suami, sibuk menyenangkan diri sendiri.Walau wanita bernama Dita, itu cantik. Tapi aku pastikan dia akan kalah dalam hal merebut hati Mas Arya, bos ku sekaligus suamiku. Kami sudah menikah. Perhelatan besar itu kami adakan di Puncak Bogor, gampang saja mengelabui si Dita itu. Bucin sih, jadi mudah di beg* in suami."Sayang, Mas ingin kamu dan Dita akur, Mas mau kamu tinggal bersama kami, berpura-pura menjadi sepupu Mas. Setelah Dita merasa nyaman denganmu, baru kita beritahu bahwa kita adalah suami istri,"Kata Mas Arya, setelah kami lelah menuntaskan hasrat y
Pov Bulu Ulat/ POV FitriTiba-tiba, badanku terasa gatal semua. Ada sesuatu yang bergerak dikakiku, merambat pelan. Ada satu, eh dua eh apaan sih nih?! aku menyingkap selimutku.Daaaan!"Huaaaaa huaaaa huaaaaa...." aku meloncat turun dari ranjang, tanganku mengibaskan makhluk hitam berbulu lebat itu jijik, rasa gatal pun menyerang hingga ke ubun-ubun."Huaaaaa Maaaaaaassss!!!"Dari kamar Mas Arya malah terdengar suara teriakan."PANAAAAAAAASSSSS....HOSSSST HOSSST...."Aku bergegas menyalakan kembali lampu hingga terang benderang, Ulat bulu sebesar kelingking tangan orang dewasa berjatuhan ke lantai."Huaaaa toloooong, toloooooong," teriakku sambil menggaruk badan yang hampir gatal secara keseluruhan.
Sore ini aku memutuskan pulang, ada banyak hal yang harus aku kerjakan. Alif sudah aku masukan di sebuah Pondok pesantren di sini. Sementara tinggal di rumah opa, sampai semua berkas dan keperluan nya aku siapkanAku sudah minta ijin sama Mas Arya, lagi pula bukankah dia memang ingin aku dan anak-anak tinggal di Bandung, agar dia bebas menjual rumah ini. Aku tau dari pesan yang dia kirim kepada Pelakor itu. Aku masih memantau obrolan mereka, keji juga ternyata lelaki itu, ga nyangka.Aku mengabulkan keinginan Mas Arya, agar anak-anak tinggal jauh darinya. Hanya alisa yang kubawa, gadis kecilku terlalu kecil untuk ku korbankan dalam hal ini. Meski begitu jangan harap dia dapat hak sepeserpun atas rumahku. Hak dia hanya untuk tinggal dan istirahat saja disana, tidak yang lain. Seluruh surat berharga sudah kuamankan, tak ada yang tersisa.Keadaan Fitri dan Mas Arya mulai membaik, itup
[Sayang, nanti istirahat kita ke hotel dekat kantor ya, aku tunggu di parkiran. Jangan sampai engga. Aku lagi pengen banget nih!]Maaf Bambwang, tak semudah itu, aku mengambil gawaiku. Lalu menceritakan secara singkat apa yang sedang terjadi kepada Om Binsar."Masalah kecilnya ituuuu!"Jawabnya yang membuatku sedikit lega. Saat istri sakit seharusnya kamu berpuasa Mas, agar nafsumu tak liar, rutukku.Anggap saja ini ujian bagimu dalam menahan hawa nafsu, selama ini jatahmu tak pernah lalai aku berikan. Tapi sekali saja aku ada udzur kau langsung mencari tempat pelampiasan, huh!Hari ini aku janji dengan Om Binsar juga pengacara yang akan membantu proses perceraianku. Aku sudah memutuskan semua, rumah tangga ini sudah tak sehat. Teka-teki uang perusahaan yang dipakai Mas Arya untuk membeli rumah juga belum terungkap. Semua sedang diselidik
Wajah Mas Arya dan Fitri berubah murung. Malam minggu malam yang panjang, kata orang-orang. Tapi bagiku malam Minggu ini akan menjadi malam pembalasan part sekian.Kita akan happy shopping maduku, hahahaMobil yang dikemudikan Mas Arya sudah sampai di area parkir salah satu Mall terbesardi Jakarta ini.Mas Arya membukakan pintu mobilnya untukku, so sweet banget kan?Dengan anggun aku keluar dan mengandeng tangan nya. Fitri yang masih dimobil terpaksa keluar sendiri, tentu saja sambil menggendong Alisa yang tertidur.Mas Arya hendak mengambil alih Alisa tapi dengan cepat aku menarik tangannya."Gapapa Mas, itung-itung adik sepupu kita ini belajar menjadi seorang Ibu," kataku lalu menarik tangan Mas Arya menjauh. Dari belakang Fitri mengikuti tertatih, lumayan juga kan olahraga otot, mengendong anak dengan berat badan hampir
pov Author."Dian, gue ga mau ikut campur ya, jika nanti Lo stres sendiri ngadepin istrinya Arya!" ancam Dita sebelum Dian melakukan aksinya."Tenaaang, selama ada Mas Dicky dan Lo gue yakin urusan kelar." jawabnya dengan kepercayaan diri diatas rata-rata.[Datang ke Hotel Anggrek kamar no 113 jam 3 sore! Penting!]Dita mengirim pesan ke nomor ponsel Fitri, dengan nomor baru, sesuai rencana dengan Dian.Fitri yang sedang asik goyang ikan duyung terdampar di got dalam aplikasi toktok itu mengerutkan keningnya.[Siapa?] singkat, tapi dia sangat penasaran. Hotel anggrek adalah hotel yang terkenal dengan hotel esek-eseknya.[Lo ingin tau kan suami Lo kerja apaan? ga usah banyak tanya!]Fitri meski kesal tapi tetap penasaran. Niatnya yang hendak ketemuan dengan Beni, gebetan barunya dia undur dulu sementara waktu. Beni, lelaki tajir berumur hampir lima puluh tahun, seorang suami mata keranjang yang ingin Fitri porotin hartanya.Sudah beberapa hari ini Fitri jalan berdua sepeninggal Arya be
"Sempurna! gapapa Bu! tolong saya kali ini saja," aku memelas. Hingga ibu itu mau masuk kedalam apartemen nya dan berganti pakaian, wajahnya sumringah saat aku memberikan beberapa lembar uang merah ketangannya."Lepasin gue!" kata Ningsih saat tangannya dipegang kedua bodyguardku."Kenapa dia?" tanyaku heran."Maaf Bu, dia mau mencoba kabur!" ucap salah satu dari mereka."Ganti baju lo pake ini, dan sekalian cuci muka! cepatan!" Sebentar lagi Mas Reza datang. Aku ingin Ningsih tampil apa adanya, bukan dengan baju kurang bahan dan dadanan melebihi dempulan."Ga mau!" pekiknya."Oke, kalian bantu dia ganti baju. Sekalian mandiin," kataku mengancam."Siap Bu!" kedua algojo horor itu tersenyum mesum,hiiiiy."Oke...oke...oke...gue sendiri. Lepasin!" Ningsih meronta hingga tangan nya terlepas dari pegangan.Aku melempar daster yang tadi kudapatkan ke muka Ningsih sebelum wanita itu berlari terbirit-birit ke kamar, rasain. Berani mengangkat bendera perang dihadapanku. Mas Reza datang, wajah
"Lho..kok kamu!" wajah wanita itu memucat. Dia yang tiduran disofa lekas bangkit lalu meraih kain yang tergeletak dilantai untuk menutupi bagian dada nya yang terbuka. Sepertinya ini sudah dia persiapkan. Pelan tapi pasti aku melangkah masuk ke apartemen milik Ningsih ditemani dua body guardku yang bertampang seram."Oh katanya kamu sakit? sakit apa sakit?" ledekku, aku mendekati Ningsih, duduk didepan dan menatapnya lekat."Aku minta dokter Reza ke sini? kenapa malah kamu?" wanita itu masih nyolot, matanya tajam memperlihatkan ketidaksukaan."Dokter Reza lagi sibuk, banyak pasien yang benar-benar membutuhkan ikhtiar untuk sembuh. Mendatangimu sama saja dia mencari penyakit!,"kataku cuek."Apa mau mu?" tanyanya kasar."Lho kok apa mauku? aku dong yang seharusnya nanya? apa maumu, minta mas Reza datang ke sini dengan pura-pura sakit? trus minta diperiksa, lalu ngaku-ngaku suamiku menggoda kamu, trus ngaku-ngaku hamil, minta dinikahi gitu?" Wanita itu gelagapan."Basi! tau ga! rencana
"Maksud Bu Dian?" tanyaku."Ya... begitulah Mas. Mas Dicky punya wanita lain dibelakang sana." wajahnya datar. Tak tampak rasa sakit. Apa ini juga yang Dita rasakan saat itu."Laki-laki yang sekali berkhianat akan menikmatinya dan akan terus berulang-ulang hingga dia merasa jenuh sendiri, Bu." Eh, kok ini berasa menceritakan pengalaman sendiri ya?"Panggil Dian aja biar akrab. Kalau jam kantor baru panggil Bu Dian," wanita itu tersenyum, ah lesung dipipinya itu cantik sekali."Mas Gugun udah punya istri kan?" tanyanya lagi."Sudah, cuma ya begitu berasa tak punya istri. saya berangkat kerja dia masih pulas tidur. Tak memikirkan sarapan buat suaminya," Bukankah ini trik yang ampuh untuk menjerat perempuan dengan cerita yang akan membuatnya iba,hehe"Ya ampun, kasian sekali kamu Mas. Aku justru selalu telaten mengurus suami. Walau akhirnya aku tetap diduakan." senyum nya meredup."Kita seakan dua manusia yang dipertemukan dalam keadaan yang sama ya Di. Andai saja kamu belum menikah da
pov Arya"Di-dita?"Wajah cantik didepanku terlihat jutek."Itu istrimu tak mau pulang!" Dita yang memakai switter berwarna merah muda itu menunjuk ke arah mobil dibelakang mobil mewahnya.Ya ampun...tu cewek enak-enakan tidur. "Maaf, maaf...aku ga tahu Fitri kerumah kamu, Dek." ucapku ga enak.Tak lama suami Dita datang merangkul pundak istrinya."Apa perlu istri kamu saya yang angkat?" katanya judes. Kayaknya suami istri ini terganggu acaranya gara-gara Fitri."Eh, ga usah, saya saja!" aku bergegas membuka pintu mobil dan mengendong Fitri. Tubuh ini kurus tapi berat juga, apa dosa nya terlalu banyak kali ya. Bergegas aku memasukkan Fitri ke atas ranjang eh maksudnya ke atas kasur tipis kami, dan aku kembali keluar, tepat saat Dita dan suaminya hendak pergi."Terimakasih Dek Dita, Mas!" seruku.Dita membalikkan badannya dan menatapku tajam. Benar-benar tak sepertiDita yang kukenal."Bilang istrimu, rumahku bukan panti sosial! bukan juga warung makan!" katanya Sebelum dia melanjutk
"Halo, Dit gue to the point aja yaa? Arya Wiguna mantan kamu, kan?" sapa Dian seperti Metro mini ngejar setoran. Dian temanku jaman SMA dulu."Ho'oh napa emang!" mimpi apa semalam, bisa punya masalah sama mereka lagi. "Ini lagi ngelamar kerja di sini? terima kaga?" tanyanya."Sebenarnya udah diterima sama Mas Dicky, katanya kasian tampangnya melas banget. Tapi ngaku-ngaku namanya Gugun. Mau gue kerjain, gak?" lanjutnya."Terserah elo dah, gue udah ga ada urusan sama dia. Mau Lo jadiin pepes juga silahkan," jawabku. Dian malah ketawa ngakak."Yakiin ikhlas niih?" godanya."Ah Lo, cuma mau laporin itu doang? gue lagi nanggung, nih!" candaku sambil melirik mas Reza. lelaki itu meletakkan telunjuknya dibibir, ssst! Aku terkekeh."Pagi dinas juga, Neng?"ledek Dian.Aku membalas dengan tawa begitu juga Dian. Setelah telepon dimatikan aku mendekati Mas Reza."Mas, tolong anterin aku ke rumah Rusmini dong, Mas..." kataku merajuk."Mau ngapain?" katanya heran."Ada sesuatu yang ingin aku samp
"Sayang, hari ini ga kerumah sakit?" kataku membangunkan Mas Reza."Hmmm..aku mau ngabisin hari bersama mu aja sayang, takut dede utun nanti kangen sama Papa nya," jawab Mas Reza sambil menarikku dalam pelukan dan mengusap perutku yang masih rata. Sssttt ada si si"Udah ga mabok?" tanyanya lagi.Aku menggeleng, entah kenapa setiap ada dia morning sickness yang kurasakan selalu menghilang, ajaib.Tok tok tok tok"Non, ada tamu?" Sesi romantis-romantisan itu terjeda oleh suara ketukan dari luar. Aku bangkit dan membuka pintu."Siapa Mbok?" tanyaku."Itu Non, si ulat bulu?" aku mengernyitkan dahi."Ada apa dia pagi-pagi kesini?" gumamku."Mau tak kasih ramuan cinta lagi ga, Non?"kata Mbok Yuna tersenyum jahat.Aku ikut tersenyum jahat, "Sabar Mbok, kita lihat tujuan nya kesini, mau ngajak perang apa mau genjatan senjata,"Mbok Yuna mengacungkan jempolnya padaku. "Aku ganti baju dulu Mbok," aku masuk kembali ke dalam, mengganti baju dengan pakaian yang lebih tertutup, takut di ulat bul
Akupun bangkit kembali, memaksakan badan yang sebenarnya sudah sangat lelah.Aku pura-pura menyapu lantai yang sudah bersih, yang penting terlihat bekerja."Mas, daripada buang-buang tenaga menyapu yang sudah bersih, hayu ikut saya!" suara lembut namun tegas itu mengangetkanku. Dia melangkah cepat di depanku. Mau tak mau aku pun mengikuti dari belakang.Pasti mau diajak makan siang nih, secara sebentar lagi sudah waktunya istirahat. Tapi kok arahnya ke toilet, jangan jangan..."Bersihkan ini dulu, sampai waktu istirahat ya!" katanya tanpa pri-kekasihanan.Ya ampun dah seperti dapat hidangan pembuka, hueeeek!"Tapi Mbak eh Bu!" aku ingin membantah, tapi wanita itu menatapku tajam. Ga jadi ah!"Siap Bu!" akhirnya itu kata yang keluar dari mulutku. Asem! malah nyikat toilet!Istirahat tiba, aku bergegas berlari keluar pusat perbelanjaan itu. Mana kuat aku makan didalam, bisa-bisa aku pulang jalan kaki.Saat hendak menyebrang mau ke warung makan, sekilas aku melihat Dita dan suaminya lewa
Dan benar saja suara perempuan yang aku dengar benar-benar perempuan, bukan perempuan jadi-jadian kayak si lucintakutidak.Mataku terpana, seorang wanita cantik, putih, langsing dan punya lesung pipi pada kedua pipi nya itu tersenyum hangat padaku."Silahkan Masuk, ada yang bisa saya bantu?" katanya ramah.Mulutku masih mengaga, ups."Ma-maaf Mbak Dian, benar ini Mbak Dian kan?" kataku gugup."Benar saya Dian? kok tau?" "Karena Dian-tara banyak wanita yang kutemui hanya kamu yang paling menarik hati," uhuk jurus pertama.Wanita bernama Dian itu tersenyum manis."Ah, bisa aja. Mas ini siapa dan keperluannya apa?" tanyanya"Saya sudah diterima sebagai CS di sini oleh Pak Dicky, Mbak. Pak Dicky minta saya menemui Mbak, minta seragam, name tag juga kalau boleh minta hati nya walau sepotek," aku menunduk, pura-pura malu, Jurus kedua!Wanita itu terkekeh geli."Oh, begitu.. Saya siapkan dulu ya!" katanya lalu beranjak meninggalkanku.Aku tersipu, hilang Dita, datanglah Dian. Nasib baik mas