Maaf ya agak irit updatenya. Masih ada kesibukan di tempat kerja. Terima kasih sudah membaca dan mengikuti novel ini... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3
Anna menatap Rosana beberapa saat, mencoba menyelidiki isi hati wanita itu dari ekspresi wajah dan sorot matanya, dan akhirnya menilai jika wanita itu pasti sudah mempertimbangkan keputusan yang baru saja diucapkannya itu dengan matang sebelum berani mengungkapkan pada kedua putrinya. Memperkirakan hal itu, Anna kemudian memerhatikan Sherly, ingin melihat reaksi anggota termuda dari keluarga Briel itu dan merasa lega karena Sherly sepertinya menyukai keputusan Rosana padahal ia mengira Sherly yang sering bercerita jika ingin ayah mereka kembali seperti dulu akan menolaknya. ‘Syukurlah. Mereka memang harus mendapatkan ketentraman hati jika ingin memperbaiki kehidupan.’ Sherly berdiri dan duduk di sisi kiri Rosana sebelum memeluk erat wanita paruh baya itu, bermaksud untuk memperingan beban pikirannya. Keduanya kemudian menangis dan Rosana berkali-kali menggumamkan permintaan maaf akibat keputusan yang dianggapnya sudah sangat terlambat untuk membawa kedua putrinya keluar dari kesulita
Setelah amukan tak berarti —dihadapan 8 penjaga— yang dilakukannya di depan ruang rawat inap Jessica, Anna akhirnya menyerah dan pergi ke taman rumah sakit untuk menenangkan diri dari rasa kesal karena tindakan Elvin yang dianggapnya sangat lancang pada tubuh aslinya. “Sialan. Merawat tubuhku hanya alasannya saja, kan? Pasti yang dia mau sebenarnya…” Anna melayangkan pandangan pada beberapa keluarga pasien yang juga sedang berada di taman rumah sakit untuk menikmati sinar matahari pagi sebelum sempat berteriak melampiaskan ketidakberdayaan dalam menjaga tubuhnya sendiri dari salah satu orang yang paling dibencinya. “Benci…” Satu kata itu membuatnya kembali teringat akan apa yang sudah Elvin lakukan pada tubuh aslinya. Mengingat apa yang didengar dan diketahuinya dari Sherly dan Rosana, juga dari apa yang dilihatnya, ia merasa kalau Elvin sepertinya memang sedang menjaganya alih-alih memiliki maksud tertentu pada dirinya. “Atau mungkin saja dia memang curiga padaku dan ingin menunju
Selain sudah jamnya untuk masuk bekerja, Anna datang lebih awal karena ingin menemui manajer kafe. Selain ingin melaporkan pengunduran dirinya, ia juga berniat untuk meminta izin pada sang manajer agar diberikan kesempatan tampil sebagai salah satu dari band pengisi live music di kafe malam nanti. “Setelah itu aku akan pulang untuk tidur sebentar,” gumam Anna sambil menatap pintu kafe tempatnya melakukan pekerjaan sambilan. Ia merasa sangat lelah karena kurang tidur. Selain itu ingatannya pada perlakuan Elvin kembali membuatnya marah hingga berhasil menguras semangatnya dan itu membuatnya merasa sangat lelah. “Kehidupan ini benar-benar melelahkan dan sangat tidak menyenangkan,” pikir Anna sambil melangkahkan kaki memasuki Cross X Cafe and Mini Resto. Seperti biasa, tiap sabtu dan minggu malam Cross X Cafe selalu menggelar live music dengan mengundang band dan musisi lokal untuk bermain di kafe mereka. Anna bermaksud meminta satu tempat penampilan pada manajer kafe demi memberikan pen
“Sepertinya kau tidak ingin menjawabnya, ya? Kalau begitu aku akan menolak niat baikmu itu,” ucap Anna setelah bosan menunggu namun Joey tidak juga memberikan jawaban dari pertanyaannya. ‘Setidaknya aku sudah tahu rencana anak brengsek itu dan aku akan menanganinya sendiri dengan caraku.’ “A-apa? Kau menolak?” Joey sempat tercengang sebelum akhirnya sadar dan bisa memaklumi kenapa Anna sampai menolak tawaran bantuan darinya. Ia yakin Anna belum tahu seberapa kuat pengaruh orang-orang kaya yang berkuasa di Kota X ini. “Lagian dia masih seorang anak SMA dan pasti belum mengenal dengan baik seluk-beluk pembagian kekuasaan di Kota X,” pikir Joey sembari menghela napas panjang. “Sepertinya kau belum tahu bagaimana berbahayanya keluarga gadis itu. Mudahnya, sebagai warga Kota X kau pasti tahu keluarga Treqilla dan seberapa berkuasanya mereka, kan? Aku tahu kalau kau mungkin belum bisa percaya pada niat baikku. Tapi setidaknya—” “Maaf memotong ucapanmu,” sela Anna, sudah bisa menebak arah
“Apa yang kau katakan sebelumnya itu benar?” Anna kembali menatap Joey, lalu berjalan menuju sofa panjang yang ada di ruangan itu dan duduk di sana dengan tenang. “Maksudmu?” “Kelihatannya mereka tidak mengetahui apa-apa.” Joey menoleh ke luar ruangan dan menggelengkan kepala —sembari mendecakkan lidah— setelahnya. Ia kemudian pergi ke luar ruangan, berbicara pada kerumunan itu dan mereka pun bubar teratur setelahnya. “Sebenarnya aku belum bercerita pada mereka tentang rencanaku,” Joey akhirnya menanggapi pertanyaan Anna tadi setelah duduk di balik meja kerjanya yang berada agak jauh dari tempat Anna duduk. Ia juga baru menyadari jika para anak buahnya itu sepertinya takut akan ancaman pria berhoodie hitam dan pria bersetelan jas putih yang sudah membuat mereka tahu jika di atas langit masih ada langit. Anna menatap Joey dengan mata menyipit sebelum tersenyum penuh arti. Dia bisa menebak kenapa Joey belum bercerita pada anak buahnya mengenai rencana yang tadi sudah pria itu sampai
Thomas mengangkat kedua alisnya tepat setelah Anna selesai berbicara. Ada sesuatu mengejutkan yang membuat ekspresinya tampak takjub seperti itu. Gaya bicara Anna yang mirip seperti cara Jessica yang ia kenal saat membawa kabar baik bersifat samar —yang biasanya akan merepotkan dirinya dan Orin— dengan sikap ceria yang serupa lah penyebabnya. “Andai mata bulatnya itu diganti dengan mata kucing milik Jessica…,” pikir Thomas, menemukan kesamaan lain antara Anna dan Jessica. ‘Bukankah kemiripan mereka terlalu banyak? Andai dia bukan orang yang berbeda sudah pasti…’ Thomas melirik sebuah tas hitam panjang yang tadi William letakkan di samping meja, yang kini hanya terlihat bagian kepalanya saja dari tempat duduknya. Ingin mengusir pikiran yang membuatnya memikirkan Jessica setelah melihat sikap Anna, Thomas pun iseng bertanya pada William, “Kau baru kembali dari kursus musik?” William yang sejak tadi merasa canggung berada di antara dua orang dewasa yang tidak dikenalnya mengangguk pelan
“Jadi ini tempat bekerja sambilanmu?” tanya Orin pada Anna setelah pelayan yang menerima pesanan mereka pergi. “Ya,” sahut Anna. Ia melayangkan pandangannya ke sekeliling ruangan sambil tersenyum pada beberapa pelayan yang kebetulan bertemu pandang dengannya. Sebenarnya mantan rekan-rekannya itu sedang memerhatikan mereka sejak tadi, merasa heran dengan keluwesan Anna dalam berbicara dengan orang-orang yang sedang duduk bersamanya. Seperti keheranan mereka kemarin, mereka juga melihat Anna hari ini sebagai Anna yang sangat berbeda dari ‘Anna’ yang mereka kenal. “Begitu ya…,” sahut Orin sambil menghela napas pelan dan tanpa sadar melirik Thomas dengan hati-hati. Menangkap kekhawatiran pada nada bicara dan sorot mata Orin, Anna berbicara kembali, “Sebenarnya saya baru saja mengundurkan diri tadi siang,” ucap Anna sambil menatap Sherly dan tersenyum untuk berusaha menenangkan adiknya yang tampak terkejut setelah mendengar apa yang baru dikatakannya. “Setelah mulai syuting aku akan san
“Siapa yang—” Dustin hampir mengumpat pada Anna saat akhirnya menyadari kalau Robin sedang menatapnya dengan alis mengernyit dan ia pun sempat mengurungkan niatnya meluncurkan kata-kata sanggahan kasar yang terbesit di benaknya. Dustin memang menaruh hati pada Anna. Tapi, sebagai drummer handal dari grup band yang selama ini sudah berlatih di bawah tangan dingin Robin —kecuali saat-saat di mana ia sedang kecanduan menonton semua film yang Jessica bintangi—, ia merasa jika harga dirinya jauh lebih penting. Dustin pun buru-buru membela diri di hadapan kakaknya yang sangat otoriter dalam band karena tidak mustahil kalau kakaknya itu akan memecatnya dari grup. “Tidak… jangan percaya padanya. Dia cuma bicara asal-asalan.” “Aku tidak sedang menanyakan kebenaran ucapannya darimu,” sahut Robin masih dengan ekspresi menuduh yang sama. Sebenarnya ekspresi wajahnya lah yang membuat Dustin berusaha membela diri karena cara Robin menatapnya itu sudah mewakili isi pikirannya yang bisa Dustin tebak