Nadisa sudah tidak tahu lagi kesialan apa yang akan menanti dirinya setelah ini. Semuanya kacau balau. Nadisa bahkan sudah tidak dapat memprediksi apa yang akan Jevano lancarkan untuk mendekatinya, serta menghancurkan seluruh rencana Nadisa untuk tetap jauh darinya.Kring! Kring!Firasat buruk kian menggunung di benak Nadisa, tatkala telepon kantor yang tergeletak apik di atas meja kerjanya berbunyi. Yang Nadisa tahu, itu pasti telepon dari Intan, resepsionis kantornya. Dan Nadisa curiga bahwa hal buruk akan segera ia dengar dari sang resepsionis Sanjaya."Ya?" tanya Nadisa, segera setelah menerima teleponnya."Selamat pagi, Nona Nadisa. Saya menerima kabar dari Nyonya Ayu Sanjaya bahwa meeting pagi ini akan dipimpin oleh Nona dan Tuan Muda Jevano. Dapatkah Nona menuju ruang meeting sekarang? Seluruh staf sudah berada di sana. Atau meeting-nya sebaiknya ditunda, Nona?" tanya Intan dengan suara lembutnya.Nadisa menyugar rambut hitam panjangnya ke belakang. Berusaha mengumpulkan kesaba
Pada Sabtu pagi ini, mentari mulai beranjak naik di langit Kota Jakarta. Disertai kicauan burung yang sedang terbang dengan bebasnya, meninggalkan sarang mereka untuk mencari makan.Tidak ingin kalah dari para burung di Jakarta, Narendra Bagaskara pun turut serta meninggalkan kostnya. Berjalan dengan tempo yang cukup cepat. Berniat untuk berolahraga pagi sekaligus mencari sarapan.Di sela ayunan langkah Narendra, kepalanya malah sibuk memikirkan kemungkinan peristiwa yang telah terjadi kemarin, tanpa sepengetahuan dirinya. Agaknya, Narendra kini menyesali keputusannya untuk pulang dari kantor Sanjaya, tanpa sedikit pun menemui Nadisa kemarin sore.Apakah Nadisa kemarin pulang bersama Jevano?Apakah Nadisa menyukai Jevano?Apakah … dirinya tidak memiliki kesempatan untuk mendekati Nadisa?Pertanyaan itu terus saja mengganggu pikiran Narendra. Hingga tanpa sadar, Narendra telah menginjakkan kakinya di area perumahan sang gadis Sanjaya.Astaga, Narendra sudah menempuh jarak nyaris enam k
Arloji di pergelangan tangan kiri Jevano Putra Hartono menunjukkan pukul sembilan pagi, tatkala dirinya melangkah keluar dari mobil yang ia tumpangi. Di akhir pekan ini, Jevano sudah tiba di kediaman Sanjaya. Berniat mengajak Nadisa untuk sekadar berkeliling atau makan bersama. Pokoknya, Jevano ingin menghabiskan waktunya dengan sang dara jelita.Haikal juga ikut serta dengan Jevano saat ini. Agaknya, Jevano berniat mengantisipasi terulangnya peristiwa yang tidak ia inginkan. Seperti saat dirinya lepas kendali dan membawa Nadisa dengan kecepatan mobil yang menggila. Alhasil, Jevano pun sukses ditinggalkan oleh sang gadis Sanjaya."Tunggu di sini, Haikal." Jevano berkata tegas.Haikal mengangguk patuh di tempatnya. Ia masih bertahan di kursi pengemudi. Sementara Jevano berjalan menuju pintu utama kediaman Sanjaya. Kemudian mengetuk pelan pintu di hadapannya.Tok! Tok!Tak perlu waktu lama, seorang wanita cantik bernama Ayu Sanjaya pun membukakan pintu untuk Jevano. Membuat Jevano sege
Nadisa Tirta Sanjaya menjadi orang pertama yang memecah keheningan di lapangan kompleks perumahannya. Gadis cantik itu mengembuskan napas dengan gusar. Berhasil menjadikannya pusat atensi dari dua lelaki di dekatnya.Sungguh, Nadisa kini merasa kesal.Nadisa sudah repot-repot menghindari sang Mama di rumah. Semua itu karena Jevano Putra Hartono yang seakan memperalat mamanya. Tapi lihatlah, si biang kerok itu malah dengan berani dan percaya diri menampakkan dirinya di hadapan Nadisa. Dengan cara yang kelewat tidak sopan, pula.Benar-benar pengganggu."Kamu ini nggak pernah ada kapoknya untuk menggangguku ya, Jevan?" tanya Nadisa seraya berkacak pinggang."Aku itu orang yang penuh tekad." Jevano menyahut enteng."Bukan," sanggah Nadisa. "Kamu bukannya penuh tekad, tapi kamu bebal. Kalau kamu harap dengan bebalnya kamu itu, aku akan berbalik menyukaimu, kamu salah besar, Jevan "Gadis itu memungut satu bola basket yang tergeletak di lapangan. Kemudian memantulkannya beberapa kali ke tan
Nadisa memutar tubuhnya, kemudian berjalan menjauhi Jevano. Membiarkan lelaki tampan itu memandangi punggung sempitnya yang perlahan namun pasti mulai menciptakan jarak. Sementara Nadisa justru kian mendekat pada Narendra Bagaskara."Ayo, Narendra. Kita pergi." Nadisa berkata pelan.Narendra mengangguk dengan cepat. Mengekori Nadisa yang melangkahkan kedua kakinya menuju pintu lapangan itu. Sementara Jevano masih setia membatu.Gadis Sanjaya itu keluar dari lapangan yang tadi didatanginya, kemudian melihat satu unit mobil mewah yang terparkir tidak jauh darinya. Ada seorang lelaki di kursi pengemudi. Seseorang dengan setelan jas hitamnya. Sepertinya ia adalah tangan kanan dari Jevano Putra Hartono.Nadisa menyipitkan mata, berusaha mempertajam penglihatannya.Lelaki di kursi pengemudi itu awalnya sedang fokus memperhatikan telepon genggamnya, tetapi firasat bahwa seseorang tengah memperhatikannya membuat ia mendongak. Haikal terlonjak pelan, saat dirinya menyadari Nadisa sedang meliha
Pikiran Jevano Putra Hartono seketika menjadi kosong, setelah mendengar ucapan bernada tajam yang dilontarkan oleh Nadisa Tirta Sanjaya.Jevano kira, Nadisa hanyalah gadis cantik yang akan dengan mudah bertekuk lutut di hadapannya. Jevano pikir, Nadisa hanyalah gadis lemah yang memiliki posisi di bawahnya. Jevano sangka, Nadisa hanyalah gadis biasa yang dapat ia genggam setelah sedikit memamerkan kehebatannya."Aku salah…"Ya, ternyata, Jevano salah besar.Gadis Sanjaya itu tidak mudah untuk ditaklukkan. Ia keras, juga kuat. Nadisa bukanlah sekadar gadis lemah yang berada di bawah Jevano. Nadisa bukan gadis yang akan berteriak penuh kekaguman karena kesempurnaan Jevano Putra Hartono.Jevano ... telah salah mengambil langkah. Ia justru membuat Nadisa kian menjauhinya.Setelah Nadisa pergi bersama dengan Narendra Bagaskara, Jevano sempat terdiam selama beberapa saat. Hanya merenung. Menyesali betapa gegabahnya ia dalam mendekati Nadisa.Beberapa waktu berlalu, hingga Haikal berinisiatif
Karenia Winata sempat sedikit terlonjak karena mendengar nama yang keluar dari bibir Jevano. Akan tetapi, gadis itu memilih untuk abai akan semuanya. Ia justru membalas ciuman Jevano kian dalam.Karenia tidak peduli tentang siapa yang ada di benak Jevano. Yang penting di sini, orang yang sedang bersama Jevan adalah dirinya; Karenia Winata. Karenia bahkan tidak keberatan untuk memberikan segalanya yang ia punya.Hanya untuk Jevano, segalanya bisa Karenia berikan secara percuma.Mata sayu Jevano sedikit terbuka di tengah pagutan mereka. Akan tetapi, wajah yang berada di hadapannya sukses membuat Jevano terlempar dari alam bawah sadarnya. Jevano kembali dapat mengendalikan diri. Dan tentunya, Jevano dapat mengenali siapa orang yang ada di hadapannya, serta tengah berciuman dengannya.Itu Karenia Winata. Bukan Nadisa Tirta Sanjaya.BRUK! Maka Jevano mendorong keras bahu Karenia. Hingga tubuh gadis itu menghantam kepala sofa dengan wajah yang kaget dan meringis kesakitan."Hss... Kak Jeva
Usai menghindari Jevano Putra Hartono di lapangan beberapa saat lalu, Nadisa Tirta Sanjaya dan Narendra Bagaskara berjalan bersisian. Melintasi jalan kompleks yang akan mengantarkan keduanya menuju kediaman megah milik keluarga Sanjaya.Nadisa menendang pelan kerikil di dekat kakinya. Membuat Narendra menoleh dan tersenyum kecil."Masih kesal, ya?" tanya Narendra. Lelaki itu tampaknya sangat peka terhadap perasaan Nadisa. Bahkan tanpa sedikit pun Nadisa bicara, Narendra tetap dapat memahami isi hati sang dara.Nadisa meringis kecil."Sedikit," sahut Nadisa. "Harusnya kita bisa lebih bersenang-senang saat main basket tadi. Karena ada dia, semuanya jadi berantakan. Menyebalkan."Narendra menganggukkan kepalanya beberapa kali, memberi tanda bahwa ia mendengarkan keluh kesah dari sang gadis Sanjaya. Baru kemudian Narendra kembali membuka suara."Tapi menurutku tidak berantakan, tuh?" kata Narendra.Nadisa menoleh dengan alis yang sedikit terangkat. Memandangi wajah Narendra yang terlihat