Pagi ini di kantor Gerald sudah kedatangan tamu. Dia memang memiliki janji untuk bertemu dengan Jane, tapi itu tidak sepagi ini. Kemarin mereka sepakat untuk bertemu setelah makan siang untuk membicarakan proyek mereka. Tapi Gerald tidak menyangka jika Jane akan datang ke kantornya sepagi ini. Bukan hanya datang sendirian, perempuan itu juga mengajak adiknya yang bernama Sesil. "Kau bisa menunggu diluar sebentar? Aku harus menyelesaikan pekerjaanku sebentar." ujar Gerald menatap malas ke arah Jane.Walaupun Gerald selalu menatapnya dengan wajah datar, tetapi Jane tidak pernah sedetikpun melunturkan senyum manis dari bibirnya. Ya, ia harus lebih sabar untuk mendapatkan hati Gerald kembali."Tidak masalah kamu bisa selesaikan pekerjaanmu, aku akan menunggu disana dengan tenang." Jane menunjuk sofa panjang yang ada di ruangan itu.Gerald terlihat menghembuskan nafasnya. Percuma ia memaksa perempuan itu untuk keluar karena pa
Ana menatap pintu kayu besar di depannya. Sudah sejak dua hari ini saat Gerald dirumah dia sering menghabiskan waktunya di ruang kerjanya. Entah sebanyak apa pekerjaan yang sudah dilakukannya di dalam sana. Seperti sekarang, setelah pulang dari kantor laki-laki itu langsung menuju ke ruang kerjanya tanpa mengganti pakaiannya. "Tidak biasanya dia sesibuk ini." gumam Ana sambil menatap lekat-lekat ke arah pintu di depannya.Ia sudah berdiri disini lumayan lama. Mungkin sudah sepuluh menit Ana berdiri didepan ruang kerja Gerald. Ia berusaha untuk mengintip di dalamnya tapi tidak ada satupun celah yang ia temukan. Ana pernah berpura-pura mengantarkan kopi untuk Gerald ke ruangannya, tapi apa yang terjadi selanjutnya? Gerald mengusirnya dan menyuruhnya untuk tidak mengganggunya saat bekerja. Ana berdecak kesal mengingat kejadian kemarin.Ana merasakan jika ada sesuatu yang tidak beres dengan Gerald. Sepertinya Gerald menyembunyikan sesuatu
"Kau sedang apa Ana!" teriak Gerald yang membuat Ana terperanjat kaget.Ana membalikkan badannya dan menemukan Gerald yang sedang berdiri didepan pintu dapur dengan wajah dingin dan tatapan tajamnya. "Aku sudah bilang jangan melakukan pekerjaan rumah tangga, biar bibi yang mengurusnya." Gerald menghampiri Ana dan merebut spatula ditangan Ana.Ia berjalan ke salah satu kabin dapur dan mengeluarkan kotak susu hamil yang semalam ia beli. Dengusan keluar dari mulutnya ketika melihat kotak susu itu masih belum juga dibuka."Kau tidak meminum susumu tadi pagi?" tanya Gerald dengan suara yang mengintimidasi."Aku….." mata Ana melirik kesana kemari berusaha mencari sebuah alasan."Ck. Kau benar-benar tidak peduli dengan anak kita." sindir Gerald yang kesal dengan sikap Ana yang tidak memikirkan kesehatan bayi mereka. Gerald dengan telaten membuatkan susu hamil itu untuk Ana. Ia bahkan me
"Hai!" Perempuan berbaju cream itu menunjukkan senyum sumringahnya yang berbanding terbalik dengan sang tuan rumah."Bagaimana kau bisa ada disini?" tanya Gerald dengan wajah tidak suka dengan kedatangan perempuan itu."Aku pikir kamu sudah pindah, ternyata kamu masih menempati rumah ini?" Jane terlihat menatap setiap sudut rumah yang tidak terlalu banyak mengalami perubahan semenjak kepergiannya.Gerald menatap Jane dengan tatapan jengah. Ia tahu apa yang sedang ada di pikiran perempuan itu. Apalagi kalau bukan mengingat kembali kenangan-kenangan mereka. Gerald benar-benar sudah muak setiap kali perempuan itu membahas kenangan masa lalu mereka yang hanya ia anggap kenangan terburuk dalam hidupnya."aku lihat pekarangan rumah ini terlihat lebih hijau daripada dulu." puji Jane setelah tadi ia melihat pekarangan Gerald yang terlihat indah dan terawat.Gerald menyembunyikan senyum tipisnya. Tentu
Mata Gerald tak henti-hentinya menatap tajam perempuan di depannya. Satu kakinya ia tumpukkan ke kaki yang lain, dan kedua tangannya bersedekap di depan dada. Wajahnya tidak hanya datar tetapi juga terlihat sedang menahan emosi yang bisa meledak kapan saja. Arabella terlihat diam dan acuh dengan tatapan yang Gerald layangkan kepadanya. Ia terlihat cukup berani menatap balik mata Gerald. Tetapi didalam dirinya, Arabella merasakan takut sejak Gerald masuk ke dalam ruangan itu. Aura hitam benar-benar menguasai laki-laki itu ketika menatapnya. Dan Arabella hanya bisa berusaha untuk terlihat tidak takut di hadapan Gerald. "Apa maumu?" ujar Gerald setelah lama tidak bersuara."Akan ingin kau MATI!!" teriak Arabella sambil mencondongkan badannya ke depan dengan wajah marah.Wajah Gerald masih terlihat biasa.Ia tidak tersinggung sama sekali dengan ucapan Arabella."Apa orang tuamu yang menyuruhmu melakukan ini?" Ge
Mata Ana mengerjap-ngerjap mendengar penuturan Gerald. Apa laki-laki itu sudah gila sampai menculik adik tirinya sendiri? "Kau bercandakan?" tanya Ana dan ia berharap jika Gerald sedang bercanda dengannya sekarang.Gerald mengalihkan semua perhatiannya ke Ana. "Apa aku terlihat bercanda saat ini?" tanya Gerald balik.Ana menggelengkan kepalanya. Ia tidak tahu jika Gerald akan melakukan hal ini. Ini benar-benar diluar pemikiran Ana. Ia mengenal Gerald, Gerald memang kejam. Tapi yang ia tahu itu hanya sebatas ucapan dan sikapnya yang dingin. Ia tidak berpikir jika Gerald bisa sampai membunuh orang. "Aku bertanya serius Gerald! Jangan main-main!" ujar Ana dengan nada sedikit tinggi. Itu karena pikirannya benar-benar sudah kacau."Aku juga tidak sedang mempermainkanmu Ana. Kau mengenalku dengan baik." ujar Gerald dengan sikap yang biasa saja tanpa ada rasa bersalah di wajahnya. "Ke
Gerald berjalan mondar-mandir di ruang tamu menunggu kepulangan Ana. Waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam dan perempuan itu juga tidak bisa dihubungi. Gerald dibuat pusing olehnya. Tangannya menjambak rambutnya beberapa kali untuk melampiaskan rasa kesalnya.Padahal ia sudah memperingatkan Ana untuk selalu meminta izin darinya jika ingin pergi keluar, tapi perempuan itu terus saja membangkang. Apa dia tidak tahu seberapa khawatirnya Gerald memikirkan keberadaan perempuan itu sekarang? Apalagi saat ini Ana sedang mengandung buah hatinya. Dia sudah tidak sendirian sekarang. "Arrrgghh." tangan Gerald mengepal dan meninju angin di depannya."Darimana saja kau!" Gerald langsung bergegas menghampiri Ana ketika perempuan itu baru saja masuk ke dalam rumah. Gerald memperhatikan gerak-gerik Ana yang aneh tidak seperti biasanya. Perempuan itu terlihat berantakan. Dan wajahnya terlihat lesu dan pucat seperti kekurangan air. D
"Selamat pagi sir, ini beberapa model perhiasan yang akan di launching lusa. Hari ini kita sudah mulai mengambil beberapa gambar perhiasan tersebut." Jack menyerahkan dokumen berisi beberapa gambar desain perhiasan baru perusahaan."Semuanya aman?" tanya Gerald memastikan jika semua pekerjaan aman. "Kita memiliki sedikit masalah sir, untuk model laki-laki yang akan melakukan pemotretan hari ini dikabarkan tidak bisa datang. Kita juga tidak punya banyak waktu untuk mencari model pengganti karena lusa produk perhiasan kita akan di launching." Gerald mendongakkan pandangannya. Bukankah sebelumnya ia sudah pernah bilang untuk selalu membuat rencana cadangan jika sewaktu-waktu diperlukan. "Aku akan mengecek kesana langsung." Gerald meraih jasnya yang tersampir di punggung kursinya. Butuh waktu hampir dua jam untuk sampai di lokasi pemotretan. Tempat pemotretan memang dilakukan didalam ruangan untuk menghindari
"Sayang." Gerald menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Ana. Sesekali ia menghisap atau menggigit gemas leher Ana. Ana memutar bola matanya jengah. Sudah kelima kalinya Gerald hanya memanggilnya tanpa mengatakan apa-apa. Ana menjauhkan tubuhnya dari jangkauan suaminya itu."Aku lagi dandan, jangan ganggu ah." kesal Ana karena sedari tadi Gerald terus menempel padanya dan tidak mau melepaskan pelukannya."Habisnya kamu wangi." ujar Gerald sambil terus menciumi leher Ana."Kamu aja yang bau karena belum mandi." ejek Ana."Kamu mau kemana sih pagi-pagi gini udah cantik aja." Gerald menatap dari pantulan cermin dengan pandangan tidak suka."Mau ke sekolahannya Aron ambil rapot." "Eve ikut?" Ana menggelengkan kepalanya. "Kamu hari ini liburkan, tolong jagain Eve ya." Gerald mencabikkan bibirnya dengan kesal. "Kenapa nggak diajak aja, masa aku harus nemen
Waktu berlalu dengan begitu cepat sampai sulit untuk menyadarinya. Hari demi hari terus berganti, bulan demi bulan terus berganti, hingga tahun demi tahun terus berganti. Sudah hampir tujuh tahun usia pernikahan Ana dan Gerald tanpa terasa. Tidak banyak yang berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja Gerald yang dulu telah berubah menjadi seorang Gerald yang lebih baik lagi. Hari-harinya dipenuhi oleh Ana yang selalu ada di sampingnya."Emmmh faster…" Ana terengah-engah dalam kegiatan panas mereka. "Jangan keluar dulu, tunggu aku." ujar Gerald sambil terus memompa tubuhnya."Aahhh akuhhh su daahh tidakkhh tahan." Ana memejamkan matanya menahan sesuatu yang ingin keluar dari bawah sana."Bersamahhh ahhhhkhhhkh." Gerald mengerang saat milik Ana Benar-benar menjepitnya dengan sangat erat.Cupp"Ahhh I love you." Gerald membaringkan badannya ke samping badan Ana dan menarik selimut untuk menut
"Arabella?" Rachel langsung berlari menghampiri Gerald begitu mendengar nama putrinya disebut oleh laki-laki itu."Dimana putriku? Katakan dimana putriku?" Rachel terlihat tak sabaran mendengar keberadaan putrinya itu. "Katakan dimana putriku!" Rachel berteriak seperti orang kesetanan karena tidak mendapat respon dari Gerald atas pertanyaannya."Arabella telah tiada." Ana menatap ke arah Gerald dengan pandangan tidak percaya. Ia tidak percaya jika laki-laki itu akan mengatakannya langsung tanpa berpikir panjang. Rachel tertawa keras mendengarnya. Sedangkan Peter terduduk di atas lantai karena terlalu terkejut."Tidak mungkin, putriku masih hidup hahahaha dia masih hidup. Kau berbohong!" Rachel mendorong tubuh Gerald hingga tubuh Gerald mundur beberapa langkah."Putriku masih hiduppp." Rachel berjalan kesana kemari dengan senyum dibibirnya."Kau tidak apa-apa?" Ana menanyakan kead
Ana menggeliat dalam tidurnya. Matanya masih ingin terpejam meski cahaya matahari berusaha menerobos kamarnya untuk mengganggu tidur nyenyaknya. Semalam ia baru tertidur pukul tiga pagi hingga akhirnya hari ini membuatnya ia bangun kesiangan. Untungnya hari ini hari minggu jadi Ana bisa bermalas-malasan di tempat tidurnya. Ana menepuk-nepuk samping tempat tidurnya. Ia tersenyum mengingat makan malam romantisnya dengan Gerald. Mereka sangat menikmatinya semalam. Mereka memakan steak, kemudian dilanjut berdansa di bawah sinar bulan, dan kemudian mereka melanjutkan kegiatan malam mereka dikamar.Wajah Ana memerah seperti tomat kala mengingat bagaimana ia menjadi sangat agresif semalam. Tidak, sepertinya sejak ia hamil ia menjadi lebih agresif ketika mereka melakukannya. Ana selalu ingin memimpin dan Gerald dengan senang hati memberikan kendali kepadanya."Morning honey." Cupp"Morning." "Kau masih ingin tidur?
Ana bergerak mendekat ke arah Gerald. Dipeluknya laki-laki itu dengan tulus. Ia tahu Gerald sebenarnya orang yang baik. Hanya saja karena hatinya tertutup oleh dendam membuatnya jadi seperti ini. Setiap orang memiliki kesempatan dalam merubah hidupnya menjadi lebih baik, dan Ana yakin Gerald akan menjadi orang yang lebih baik setelah ia menyadari semua kesalahannya. "Aku ingin menjadi seorang ayah yang dibanggakan oleh anakku dimasa depan, bukannya dibenci oleh anakku." gumam Gerald sambil terisak di pelukan Ana. Tangan Ana mengusap punggung Gerald untuk menenangkan suaminya itu. Ini bukan pertama kalinya bagi Ana melihat Gerald yang menangis. Tapi setiap Ana melihat Gerald menangis, ia seperti melihat sisi lain yang selama ini Gerald coba sembunyikan. Selama ini Gerald selalu terlihat galak, dingin, dan tegas, tapi sebenarnya Gerald memiliki sisi yang lembut juga."Terimakasih sudah mengatakan semuanya." ujar Ana sambil tersenyum. Ia menghargai keberanian Gerald yang mau berkata ju
Setelah makan malam Ana langsung pergi ke kamar. Ia langsung mengambil buku novel yang beberapa hari ini ia baca. Malam ini rencananya ia akan menamatkan novelnya itu. Hanya kurang empat bab maka satu buku novel berhasil ia tamatkan selama satu minggu. Ana tetap terfokus pada buku di tangannya ketika Gerald masuk kedalam kamar. Perempuan itu enggan melirik meski sebentar saja. Ana memang selalu begitu jika sudah asyik membaca, maka dunianya akan terfokus pada satu titik.Gerald berpura-pura mencari sesuatu di dekat Ana untuk menarik perhatian perempuan itu. Tapi sayangnya Ana tidak tertarik dengan apa yang Gerald lakukan. Gerald mendengus melihat Ana yang sibuk dengan buku novelnya. Gerald mengintip apa yang membuat Ana sampai begitu mengabaikannya. Gerald melihat buku novel yang Ana baca, tidak ada yang menarik hanya berisi tulisan yang berupa paragraf saja. Gerald menaiki tempat tidur dengan pelan. Ia dengan sengaja merebahkan kepalanya ke atas paha Ana. Dan benar yang ia lakukan l
Gerald berjalan menghampiri Ana. Satu tangannya langsung melingkar posessive di pinggang Ana. Dengan sengaja ia memanas-manasi Jane yang sedang menatap ke arah ia dan Ana. Gerald memang berniat mengusir Jane dari ruangannya. Jika perempuan itu tidak bisa diusir secara halus, maka Gerald akan menggunakan caranya sendiri untuk mengusir perempuan itu."Kau bisa pergi sekarang, atau perlu aku panggilkan satpam kesini?" ujar Gerald kepada Jane."Gak bisa Ge, ada yang mau aku bicarakan sama kamu." balas Jane yang tetap kekeh dengan pendiriannya."Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi. Ini terakhir kalinya kita bertemu dan terakhir kalinya saya melihat wajah kamu." ujar Gerald datar.Jane tercengang mendengar penuturan Gerald. "Maksud kamu apa?" "Kerjasama kita sudah selesai dan saya sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama kita." jelas Gerald.Jane benar-benar terkejut mendengar keputusan Gerald yang tiba-tiba. Benar-benar sebuah kesialan untuknya, ia baru saja ingin memulai mend
"Nggak mungkin!" Jane menatap foto di depannya dengan pandangan tidak percaya. Selama dua hari ini ia menyuruh seorang mata-mata untuk mencari keberadaan Arabella. Dan alangkah terkejutnya saat mengetahui apa yang terjadi pada perempuan itu. Ia mendapati berita jika Arabella telah tiada. Dan orang yang telah membunuh Arabella adalah Gerald kakak tirinya sendiri. Wajah Jane berubah menjadi pucat, ia memikirkan bagaimana jika Gerald mengetahui kalau selama ini ia juga ikut terlibat membantu Arabella untuk menghancurkan hubungannya dengan Ana. Apa Gerald juga akan membunuhnya dan membakarnya seperti dia membunuh Arabella? Jika Gerald dengan mudahnya bisa membunuh adik tirinya sendiri yang memiliki ikatan darah dengannya, tentu saja Gerald akan dengan mudah membunuhnya bukan?Jane berjalan mondar-mandir memikirkan cara agar dirinya tidak ketahuan kalau ia juga terlibat. Ia menjentikkan jarinya, sebuah ide terlintas di kepalanya. Jika ia berhasil membuat Gerald kembali jatuh cinta padanya
"Bagaimana dok keadaan istri saya?" tanya Gerald dengan wajah ingin tahu."Bisa beritahu saya keluhan apa saja yang bu Ana rasakan?" tanya dokter perempuan itu.Benar, Gerald memang sengaja mencari dokter perempuan untuk memeriksa Ana. Padahal yang seharusnya saat ini bekerja adalah dokter laki-laki. Gerald keras kepala dan akhirnya ia menawarkan untuk membayar lima kali lipat dengan syarat jika dokter yang memeriksa Ana harus berjenis kelamin perempuan."Mual, pusing, lemas, tapi mual saya hanya air saja dok." keluh Ana.Dokter itu tersenyum penuh arti. "Untuk memastikan keadaan ibu Ana, saya menyarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter Hana." dokter tersebut menulis sesuatu di atas kertas yang entah berisi apa Ana sendiri sulit membacanya."Dokter Hana? Apa saya ada penyakit dalam dok? Apa saya akan di operasi?" tanya Ana dengan perasaan takut jika dirinya harus sampai di operasi.Gerald mengusap tangan Ana mencoba menenangkan perempuan itu. Ia juga jadi khawat