Gerald terlihat sedang duduk santai di teras rumah mewahnya setelah menyelesaikan lari paginya. Sambil ditemani secangkir teh hijau buatan bi Asri. "Apa kau menemukan kejanggalan akhir-akhir ini?" tanya Gerald kepada Kevin yang duduk di sampingnya."Setelah kejadian hari itu kami belum menemukan kejanggalan tuan." jelas Kevin. "Hmm, jika ada sesuatu yang janggal beritahu aku lebih dulu sebelum Ana tahu." perintah Gerald."Baik tuan." ***"Hey bangun!" Jane memukul pantat Arabella dengan keras. "Nggh, aku masih mengantuk." gumam Arabella yang masih tidak bergerak dari tempatnya."Dasar pemalas! Cepat bangun dan bereskan semua ini." perintah Jane sambil menunjuk kamar yang terlihat sangat berantakan."Paling tidak bersihkan apartemenku, aku sudah memberimu tumpangan disini!" gerutu Jane sambil melangkah keluar kamar.Arabella bangun dari berba
Pagi ini di kantor Gerald sudah kedatangan tamu. Dia memang memiliki janji untuk bertemu dengan Jane, tapi itu tidak sepagi ini. Kemarin mereka sepakat untuk bertemu setelah makan siang untuk membicarakan proyek mereka. Tapi Gerald tidak menyangka jika Jane akan datang ke kantornya sepagi ini. Bukan hanya datang sendirian, perempuan itu juga mengajak adiknya yang bernama Sesil. "Kau bisa menunggu diluar sebentar? Aku harus menyelesaikan pekerjaanku sebentar." ujar Gerald menatap malas ke arah Jane.Walaupun Gerald selalu menatapnya dengan wajah datar, tetapi Jane tidak pernah sedetikpun melunturkan senyum manis dari bibirnya. Ya, ia harus lebih sabar untuk mendapatkan hati Gerald kembali."Tidak masalah kamu bisa selesaikan pekerjaanmu, aku akan menunggu disana dengan tenang." Jane menunjuk sofa panjang yang ada di ruangan itu.Gerald terlihat menghembuskan nafasnya. Percuma ia memaksa perempuan itu untuk keluar karena pa
Ana menatap pintu kayu besar di depannya. Sudah sejak dua hari ini saat Gerald dirumah dia sering menghabiskan waktunya di ruang kerjanya. Entah sebanyak apa pekerjaan yang sudah dilakukannya di dalam sana. Seperti sekarang, setelah pulang dari kantor laki-laki itu langsung menuju ke ruang kerjanya tanpa mengganti pakaiannya. "Tidak biasanya dia sesibuk ini." gumam Ana sambil menatap lekat-lekat ke arah pintu di depannya.Ia sudah berdiri disini lumayan lama. Mungkin sudah sepuluh menit Ana berdiri didepan ruang kerja Gerald. Ia berusaha untuk mengintip di dalamnya tapi tidak ada satupun celah yang ia temukan. Ana pernah berpura-pura mengantarkan kopi untuk Gerald ke ruangannya, tapi apa yang terjadi selanjutnya? Gerald mengusirnya dan menyuruhnya untuk tidak mengganggunya saat bekerja. Ana berdecak kesal mengingat kejadian kemarin.Ana merasakan jika ada sesuatu yang tidak beres dengan Gerald. Sepertinya Gerald menyembunyikan sesuatu
"Kau sedang apa Ana!" teriak Gerald yang membuat Ana terperanjat kaget.Ana membalikkan badannya dan menemukan Gerald yang sedang berdiri didepan pintu dapur dengan wajah dingin dan tatapan tajamnya. "Aku sudah bilang jangan melakukan pekerjaan rumah tangga, biar bibi yang mengurusnya." Gerald menghampiri Ana dan merebut spatula ditangan Ana.Ia berjalan ke salah satu kabin dapur dan mengeluarkan kotak susu hamil yang semalam ia beli. Dengusan keluar dari mulutnya ketika melihat kotak susu itu masih belum juga dibuka."Kau tidak meminum susumu tadi pagi?" tanya Gerald dengan suara yang mengintimidasi."Aku….." mata Ana melirik kesana kemari berusaha mencari sebuah alasan."Ck. Kau benar-benar tidak peduli dengan anak kita." sindir Gerald yang kesal dengan sikap Ana yang tidak memikirkan kesehatan bayi mereka. Gerald dengan telaten membuatkan susu hamil itu untuk Ana. Ia bahkan me
"Hai!" Perempuan berbaju cream itu menunjukkan senyum sumringahnya yang berbanding terbalik dengan sang tuan rumah."Bagaimana kau bisa ada disini?" tanya Gerald dengan wajah tidak suka dengan kedatangan perempuan itu."Aku pikir kamu sudah pindah, ternyata kamu masih menempati rumah ini?" Jane terlihat menatap setiap sudut rumah yang tidak terlalu banyak mengalami perubahan semenjak kepergiannya.Gerald menatap Jane dengan tatapan jengah. Ia tahu apa yang sedang ada di pikiran perempuan itu. Apalagi kalau bukan mengingat kembali kenangan-kenangan mereka. Gerald benar-benar sudah muak setiap kali perempuan itu membahas kenangan masa lalu mereka yang hanya ia anggap kenangan terburuk dalam hidupnya."aku lihat pekarangan rumah ini terlihat lebih hijau daripada dulu." puji Jane setelah tadi ia melihat pekarangan Gerald yang terlihat indah dan terawat.Gerald menyembunyikan senyum tipisnya. Tentu
Mata Gerald tak henti-hentinya menatap tajam perempuan di depannya. Satu kakinya ia tumpukkan ke kaki yang lain, dan kedua tangannya bersedekap di depan dada. Wajahnya tidak hanya datar tetapi juga terlihat sedang menahan emosi yang bisa meledak kapan saja. Arabella terlihat diam dan acuh dengan tatapan yang Gerald layangkan kepadanya. Ia terlihat cukup berani menatap balik mata Gerald. Tetapi didalam dirinya, Arabella merasakan takut sejak Gerald masuk ke dalam ruangan itu. Aura hitam benar-benar menguasai laki-laki itu ketika menatapnya. Dan Arabella hanya bisa berusaha untuk terlihat tidak takut di hadapan Gerald. "Apa maumu?" ujar Gerald setelah lama tidak bersuara."Akan ingin kau MATI!!" teriak Arabella sambil mencondongkan badannya ke depan dengan wajah marah.Wajah Gerald masih terlihat biasa.Ia tidak tersinggung sama sekali dengan ucapan Arabella."Apa orang tuamu yang menyuruhmu melakukan ini?" Ge
Mata Ana mengerjap-ngerjap mendengar penuturan Gerald. Apa laki-laki itu sudah gila sampai menculik adik tirinya sendiri? "Kau bercandakan?" tanya Ana dan ia berharap jika Gerald sedang bercanda dengannya sekarang.Gerald mengalihkan semua perhatiannya ke Ana. "Apa aku terlihat bercanda saat ini?" tanya Gerald balik.Ana menggelengkan kepalanya. Ia tidak tahu jika Gerald akan melakukan hal ini. Ini benar-benar diluar pemikiran Ana. Ia mengenal Gerald, Gerald memang kejam. Tapi yang ia tahu itu hanya sebatas ucapan dan sikapnya yang dingin. Ia tidak berpikir jika Gerald bisa sampai membunuh orang. "Aku bertanya serius Gerald! Jangan main-main!" ujar Ana dengan nada sedikit tinggi. Itu karena pikirannya benar-benar sudah kacau."Aku juga tidak sedang mempermainkanmu Ana. Kau mengenalku dengan baik." ujar Gerald dengan sikap yang biasa saja tanpa ada rasa bersalah di wajahnya. "Ke
Gerald berjalan mondar-mandir di ruang tamu menunggu kepulangan Ana. Waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam dan perempuan itu juga tidak bisa dihubungi. Gerald dibuat pusing olehnya. Tangannya menjambak rambutnya beberapa kali untuk melampiaskan rasa kesalnya.Padahal ia sudah memperingatkan Ana untuk selalu meminta izin darinya jika ingin pergi keluar, tapi perempuan itu terus saja membangkang. Apa dia tidak tahu seberapa khawatirnya Gerald memikirkan keberadaan perempuan itu sekarang? Apalagi saat ini Ana sedang mengandung buah hatinya. Dia sudah tidak sendirian sekarang. "Arrrgghh." tangan Gerald mengepal dan meninju angin di depannya."Darimana saja kau!" Gerald langsung bergegas menghampiri Ana ketika perempuan itu baru saja masuk ke dalam rumah. Gerald memperhatikan gerak-gerik Ana yang aneh tidak seperti biasanya. Perempuan itu terlihat berantakan. Dan wajahnya terlihat lesu dan pucat seperti kekurangan air. D