"Selamat pagi sir, ini beberapa model perhiasan yang akan di launching lusa. Hari ini kita sudah mulai mengambil beberapa gambar perhiasan tersebut." Jack menyerahkan dokumen berisi beberapa gambar desain perhiasan baru perusahaan."Semuanya aman?" tanya Gerald memastikan jika semua pekerjaan aman. "Kita memiliki sedikit masalah sir, untuk model laki-laki yang akan melakukan pemotretan hari ini dikabarkan tidak bisa datang. Kita juga tidak punya banyak waktu untuk mencari model pengganti karena lusa produk perhiasan kita akan di launching." Gerald mendongakkan pandangannya. Bukankah sebelumnya ia sudah pernah bilang untuk selalu membuat rencana cadangan jika sewaktu-waktu diperlukan. "Aku akan mengecek kesana langsung." Gerald meraih jasnya yang tersampir di punggung kursinya. Butuh waktu hampir dua jam untuk sampai di lokasi pemotretan. Tempat pemotretan memang dilakukan didalam ruangan untuk menghindari
Gerald segera menjauhkan badannya dari Jessi model yang berdiri di belakangnya. Perempuan itu tiba-tiba saja mencium pipi kirinya. Gerald menatap tajam perempuan yang saat ini sedang tersenyum manis ke arahnya. Bisa-bisanya perempuan itu tersenyum manis setelah tidak tahu malu menciumnya dengan tiba-tiba."Hentikan pemotretannya!" teriak Jane marah. Ia sudah menahan emosi sedari tadi. Matanya bahkan tidak lepas menatap perempuan jalang itu. Ingin rasanya ia melayangkan sebuah tamparan ke pipi perempuan itu."Kita break dulu sebentar." jelas Jane ketika semua orang menatapnya dengan tatapan aneh karena tadi tiba-tiba ia teriak di tengah pemotretan.Jane langsung menghampiri Gerald. Dengan sengaja ia mendorong Jessi dengan bahunya agar perempuan itu menjauh dari Gerald. Jane melirik jika Jessi menatapnya dengan tatapan tidak terima."Ge, sebaiknya kau berganti pakaian sebelum ke pemotretan selanjutnya." ujar Jane. Tangannya menyentuh tangan Gerald, tetapi langsung ditepis oleh laki-laki
Gerald menyandarkan kepalanya ke pintu lemari. Rasanya kepalanya sangat berat hanya sekedar untuk dia tegakkan. Ia benar-benar tidak percaya Ana akan melakukan ini kepadanya. Gerald terkekeh mengingat bagaimana sikapnya kemarin yang sangat protective kepada Ana karena mengira perempuan itu sedang hamil anaknya. Bagaimana dia bisa bersikap begitu bodohnya tanpa menyuruh Ana untuk mengecek kandungannya. Dan Ana, dia sama sekali tidak menyangkalnya sama sekali. Apa Ana memang sengaja tidak menyangkalnya karena dia ingin melihat Gerald yang bodoh. Tangan Gerald memukul pintu lemari di depannya hingga pintu tersebut terlihat retak."Aku bisa menjelaskannya, dengarkan aku." ujar Ana sangat pelan tapi masih dapat didengar oleh Gerald.Di Atas tempat tidur Ana sudah menangis tersedu-sedu. Bahkan ia kesulitan mengatur nafasnya untuk berbicara. Ia benar-benar ketakutan dengan kemarahan Gerald. Laki-laki itu bahkan melempar apa saja yang bisa dilempar untuk melampiaskan amarahnya. Ana menatap m
"Pak Gerald mau kemana? Kita bahkan belum bersenang-senang."Tangan perempuan itu bergelantung manja di lengan Gerald. Gerald berusaha menyentak tangan perempuan itu sekuat tenaga. Tapi usahanya sia-sia karena tangan itu tidak mau lepas dari tangannya."Yon, masih adakan kamar VVIP nya?" tanya perempuan itu kepada salah satu bartender."Ada." balas bartender tersebut sambil menunjukkan kamarnya. Tangan Gerald ditarik oleh perempuan itu entah kemana. Kepalanya juga mulai merasa berkunang-kunang padahal ia baru minum satu gelas bir. Bahkan menghabiskan lima gelas bir tidak membuat Gerald langsung mabuk. Mungkin ini efek karena ia terlalu stres memikirkan banyak masalah. "Terima kasih Yon, nanti tip nya gue transfer." Perempuan itu menarik Gerald dan mendorongnya ke tempat tidur. Gerald terlihat menyentuh kepalanya yang terasa pening."Saya yakin ini akan menjadi malam yang indah u
Ana menatap dirinya di cermin dengan tatapan datar. Gaun cantik berwarna hitam yang ia pakai malam ini tidak berhasil membuatnya merasa bahagia. Ia terlihat cantik malam ini dengan make up sederhana, tapi itu tidak berhasil membuatnya tersenyum senang. Perkataan Gerald tadi pagi terus terngiang-ngiang di kepalanya seperti kaset rusak. Ana tidak memiliki kekuatan hari ini untuk sekedar berbicara. Hari ini ia bahkan benar-benar sangat kacau hanya untuk sekedar mengurus dirinya sendiri. Jika bukan karena Gerald memintanya untuk menemani pria itu ke pesta perusahaan, Ana mungkin akan memilih menghabiskan waktunya seharian di dalam kamar sambil terus menangis. Ana berusaha menahan air matanya agar tidak keluar saat ingatannya tidak berhenti mengingat pertengkaran mereka pagi ini. Ana menatap dirinya di cermin, ia berusaha tersenyum untuk dirinya. Ia tidak boleh mengacaukan pesta malam ini dan membuat Gerald kembali kecewa.Tok tok
Ana berjalan keluar dari area pesta. Ia berjalan tak tentu arah karena halaman pesta ini sangat luas. Ia sedikit lupa dimana pintu keluarnya. Ana bertanya pada salah satu pelayan dan untungnya pelayan itu dengan senang hati mau menunjukkannya jalan keluar. "Terima kasih." ucapnya kepada pelayan yang telah mengantarnya ke pintu keluar. Ana celingukan mencari mobil Gerald. Setelah berhasil menemukan mobil milik Gerald, Ana langsung berlari ke arah mobil itu terparkir. Kevin terlihat terkejut melihat kehadirannya yang datang seorang diri."Apa ada barang yang tertinggal nona?" tanya Kevin. "Tidak, aku hanya malas berada di pesta." Ana masuk ke dalam mobil dan menyandarkan punggungnya dengan nyaman."Apa tuan tahu jika anda kesini nona?" "Tidak." jawab Ana enteng. Hatinya saat ini seperti ada api yang membara. "Tuan pasti akan marah jika tahu anda disini tanpa sepengetahuannya non
Gerald terus menggerakkan badannya ke kanan dan ke kiri. Biasanya ada Ana yang menjadi guling pengantar tidurnya. Setidaknya saat mereka sedang bertengkar Ana masih tetap tidur di sampingnya. Gerald benar-benar sudah terbiasa dengan kehadiran Ana di sampingnya saat tidur. Gerald mendudukan badannya. Ia sudah berusaha mencoba untuk menutup matanya Tetapi tidak berhasil. Akhirnya Gerald memilih beranjak ke dapur. Mungkin setelah ia minum sesuatu ia akan bisa dengan mudah untuk tidur. Saat memasuki area dapur ia tidak sengaja mendapati Ana yang juga sedang berada di dapur. Gerald tidak berniat untuk mendekati Ana atau sekedar menyapa perempuan itu. Itu karena terakhir kali mereka bertemu mereka berakhir dengan pertengkaran yang tidak mengenakan. Ana menyadari jika ada seseorang yang masuk ke dalam dapur. Ia melirik sekilas dan langsung bisa menebak siapa yang masuk ke dapur. Ana tetap melanjutkan kegiatannya dan tidak memperdulikan apa yang Gerald lak
Sudah seminggu lamanya Ana dan Gerald saling perang dingin. Mereka sama sekali tidak bertegur sapa bahkan saat mereka melewati satu sama lain. Gerald lebih sering menghabiskan waktunya di kantor dan pulang larut malam. Saat libur kerja pun Gerald menghabiskan waktunya di ruang kerjanya. Sedangkan Ana lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamarnya saat Gerald sedang ada di rumah. Entah itu hanya membaca buku, atau hanya memainkan ponselnya untuk mengusir rasa bosan.Semenjak bertengkar dengan Gerald, Ana terpaksa harus keluar kamar agak siang karena menunggu sampai Gerald pergi berangkat bekerja. Alhasil ia juga harus memakan sarapannya setelah Gerald pergi. Contohnya seperti sekarang Ana baru saja selesai memasak untuk makan malamnya. Tiba-tiba saja Gerald sudah berada di rumah di jam tujuh. Biasanya laki-laki itu akan lembur dan pulang malam sampai jam sebelas atau sampai tengah malam. Ana tidak tahu apa yang dilakukan laki-laki itu sampai pulang larut malam. Apakah dia benar-bena