Ana menatap dirinya di cermin dengan tatapan datar. Gaun cantik berwarna hitam yang ia pakai malam ini tidak berhasil membuatnya merasa bahagia. Ia terlihat cantik malam ini dengan make up sederhana, tapi itu tidak berhasil membuatnya tersenyum senang. Perkataan Gerald tadi pagi terus terngiang-ngiang di kepalanya seperti kaset rusak. Ana tidak memiliki kekuatan hari ini untuk sekedar berbicara. Hari ini ia bahkan benar-benar sangat kacau hanya untuk sekedar mengurus dirinya sendiri. Jika bukan karena Gerald memintanya untuk menemani pria itu ke pesta perusahaan, Ana mungkin akan memilih menghabiskan waktunya seharian di dalam kamar sambil terus menangis. Ana berusaha menahan air matanya agar tidak keluar saat ingatannya tidak berhenti mengingat pertengkaran mereka pagi ini. Ana menatap dirinya di cermin, ia berusaha tersenyum untuk dirinya. Ia tidak boleh mengacaukan pesta malam ini dan membuat Gerald kembali kecewa.Tok tok
Ana berjalan keluar dari area pesta. Ia berjalan tak tentu arah karena halaman pesta ini sangat luas. Ia sedikit lupa dimana pintu keluarnya. Ana bertanya pada salah satu pelayan dan untungnya pelayan itu dengan senang hati mau menunjukkannya jalan keluar. "Terima kasih." ucapnya kepada pelayan yang telah mengantarnya ke pintu keluar. Ana celingukan mencari mobil Gerald. Setelah berhasil menemukan mobil milik Gerald, Ana langsung berlari ke arah mobil itu terparkir. Kevin terlihat terkejut melihat kehadirannya yang datang seorang diri."Apa ada barang yang tertinggal nona?" tanya Kevin. "Tidak, aku hanya malas berada di pesta." Ana masuk ke dalam mobil dan menyandarkan punggungnya dengan nyaman."Apa tuan tahu jika anda kesini nona?" "Tidak." jawab Ana enteng. Hatinya saat ini seperti ada api yang membara. "Tuan pasti akan marah jika tahu anda disini tanpa sepengetahuannya non
Gerald terus menggerakkan badannya ke kanan dan ke kiri. Biasanya ada Ana yang menjadi guling pengantar tidurnya. Setidaknya saat mereka sedang bertengkar Ana masih tetap tidur di sampingnya. Gerald benar-benar sudah terbiasa dengan kehadiran Ana di sampingnya saat tidur. Gerald mendudukan badannya. Ia sudah berusaha mencoba untuk menutup matanya Tetapi tidak berhasil. Akhirnya Gerald memilih beranjak ke dapur. Mungkin setelah ia minum sesuatu ia akan bisa dengan mudah untuk tidur. Saat memasuki area dapur ia tidak sengaja mendapati Ana yang juga sedang berada di dapur. Gerald tidak berniat untuk mendekati Ana atau sekedar menyapa perempuan itu. Itu karena terakhir kali mereka bertemu mereka berakhir dengan pertengkaran yang tidak mengenakan. Ana menyadari jika ada seseorang yang masuk ke dalam dapur. Ia melirik sekilas dan langsung bisa menebak siapa yang masuk ke dapur. Ana tetap melanjutkan kegiatannya dan tidak memperdulikan apa yang Gerald lak
Sudah seminggu lamanya Ana dan Gerald saling perang dingin. Mereka sama sekali tidak bertegur sapa bahkan saat mereka melewati satu sama lain. Gerald lebih sering menghabiskan waktunya di kantor dan pulang larut malam. Saat libur kerja pun Gerald menghabiskan waktunya di ruang kerjanya. Sedangkan Ana lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamarnya saat Gerald sedang ada di rumah. Entah itu hanya membaca buku, atau hanya memainkan ponselnya untuk mengusir rasa bosan.Semenjak bertengkar dengan Gerald, Ana terpaksa harus keluar kamar agak siang karena menunggu sampai Gerald pergi berangkat bekerja. Alhasil ia juga harus memakan sarapannya setelah Gerald pergi. Contohnya seperti sekarang Ana baru saja selesai memasak untuk makan malamnya. Tiba-tiba saja Gerald sudah berada di rumah di jam tujuh. Biasanya laki-laki itu akan lembur dan pulang malam sampai jam sebelas atau sampai tengah malam. Ana tidak tahu apa yang dilakukan laki-laki itu sampai pulang larut malam. Apakah dia benar-bena
"Aku akan pergi dari rumah ini, tapi biarkan bibi untuk tetap tinggal disini." Gerald mendengus mendengar ucapan Ana. "Apa dengan kau pergi dari rumah ini bisa menyelesaikan masalahnya?" ujar Gerald dengan sinis."Tapi dengan mengusir bibi dari rumah ini juga tidak akan menyelesaikan masalahnya bukan?" Ana memutar balik ucapan Gerald. Tentu saja ia tidak akan diam saja saat Gerald melakukan hal sesukanya."Lebih baik aku pergi dari rumah ini, kita butuh waktu untuk intropeksi diri kita masing-masing." Ana memilih melangkahkan kakinya pergi meninggalkan area dapur."Jika selangkah saja kau pergi dari rumah ini, aku akan mematahkan kakimu!" ancam Gerald yang terdengar tidak main-main.Ana meneguk ludahnya dengan susah payah. Sepertinya Gerald yang dulu telah kembali. Ana selalu dibuat bertanya-tanya, sebenarnya manusia seperti apa Gerald itu? Dulu Ana selalu takut dengan Gerald karena laki-laki
"Dasar anak tidak tahu diuntung!" PlakSatu tamparan mendarat mulus di pipi kiri Arabella. Terlihat bekas merah berbentuk tangan di pipinya. Seakan belum puas, Peter kembali ingin melayangkan tamparan ke Arabella tetapi dengan cepat dihentikan oleh Rachel."Berhenti sudah cukup." ujar Rachel di sela isak tangisnya."Kau lihat! Anak ini memang tidak pernah bisa diandalkan. Lihat apa yang anak ini lakukan, ini semua karena kau terlalu memanjakannya!" ujar Peter sambil menunjukkan jarinya ke arah Arabella."Dia juga anakmu!" "Cih, kalian berdua memang tidak ada bedanya." Peter menatap dua perempuan itu dengan tatapan muak.Seakan penyesalan menghinggapi dirinya. Kenapa dulu ia meninggalkan keluarga kecilnya yang bahagia hanya demi perempuan murahan seperti Rachel. Sejak awal ia bertemu dengan perempuan itu, ia sudah punya firasat jika Rachel bukanlah perempuan baik-baik. Tapi entah
"Kau sedang apa?"Gerald mendongakkan kepalanya menatap Ana yang sepertinya terbangun karena gerakannya. Wajah perempuan itu terlihat terkejut tetapi hanya diam tidak melawan. Tangan Gerald masih diam bertengger di atas dada Ana tanpa ingin menyingkir dari sana. Gerald juga tidak menjauhkan wajahnya dari Ana. Mereka saling bisa merasakan hembusan nafas mereka masing-masing. "Kamu sedang apa?" Ana kembali bersuara. Bukannya menjawab, Gerald malah semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Ana. Bibirnya menempel tepat di bibir ranum Ana. Bibir Ana bagaikan candu untuk Gerald. Beberapa hari tidak menyentuh Ana membuat Gerald mau tidak mau harus menahan hasratnya. Karena pertengkaran mereka membuat Gerald tidak bisa dengan leluasa untuk menyentuh Ana. Apalagi kamar mereka saat ini terpisah. Gerald mulai menggerakkan bibirnya. Tangannya merayap ke tengkuk leher Ana. Ditekannya pelan agar ciuman mereka lebih mendalam. Tangan Ger
"Aku yang akan memimpin." ujar Ana.Ana menaiki tubuh Gerald dan duduk di atas paha laki-laki itu. Ana tersenyum kecil melihat reaksi Gerald yang terlihat terkejut melihat sikap agresifnya. Entah setan dari mana, Ana bisa-bisanya bertindak seperti ini. Mungkin ia akan menyesalinya nanti, atau mungkin ia tidak akan pernah menyesali perbuatannya kali ini. Ana meneguk ludahnya dengan susah payah saat melihat milik Gerald yang kembali berdiri tegak di bawahnya. Dengan tangan bergetar Ana mencoba memberanikan diri menyentuh milik Gerald. Mungkin saja tangannya tidak akan muat untuk mencakup semua milik suaminya itu. "Tidak perlu memaksakannya, kau bisa berada di bawah dan biar aku yang pegang kendali." saat Gerald ingin merubah posisi mereka, tangan Ana langsung kembali mendorong tubuhnya hingga kembali terlentang. "Aku ingin mencobanya." ujar Ana dengan suara sedikit tidak yakin.Ini pertama kalinya bagi Ana m