"Sedang apa kau disana?" resepsionis di depan Ana berjalan mendekati seorang perempuan yang berdiri di depan ruangan Gerald.
"Sa_ya seda_ng membersihkan kaca bu." dalih perempuan berseragam OG tersebut.Ana mengerutkan keningnya mendengar kebohongan perempuan OG tersebut. Jelas-jelas ia sudah ketahuan sedang mengintip ruangan Gerald. Bahkan Ana juga melihatnya sendiri."Jelas-jelas saya melihat kamu mengintip ruangan CEO dengan mata kepala saya sendiri!""Saya bersumpah bu! Saya tidak mengintip ruangan ini! Mana berani saya melakukannya." wajah perempuan itu terlihat pucat pasi seperti mayat. Mungkin karena ia ketahuan melakukan kejahatan."Kembali ke tempatmu! Awas saja jika sampai ketahuan lagi mengintip ruangan CEO! Saya nggak akan segan-segan laporkan kamu ke bos!""Terimakasih bu."Entah hanya perasaan Ana atau memang perempuan berseragam OG itu menatapnya dengan tajam saat dAna mengintip beberapa kali ke arah ruang kerja Gerald. Pintu ruang kerja Gerald memang sedikit terbuka sehingga ia bisa melihat kegiatan Gerald dari celah pintu tersebut. Sejak Gerald bertemu dengan ayahnya di kantor, Ana merasa jika perasaan laki-laki itu sedang buruk. "Non Ana kenapa cuman berdiri disana, lebih baik buatkan sesuatu untuk tuan agar mood tuan menjadi lebih baik." ujar bi Asri yang juga sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Ana. Bi Asri dibuat gemas dengan tingkah Ana yang terus mengintip gerald dari luar ruangan. Ana menggelengkan kepalanya. "Enggak ah bi, takut." Ana pun melangkah mendekati bi Asri. "Bi, boleh tanya?" "Boleh atuh non, mau tanya apa pasti bibi jawab." "Hubungan Gerald dan ayahnya memang enggak baik ya bi?" Wajah bi Asri tiba-tiba membeku mendengar pertanyaan Ana. Sebelumnya tidak ada yang berani membahas tentang masalah ini di rumah ini. Karena jika Gerald sam
Ana meregangkan tubuhnya yang terasa sakit semua. Kejadian itu kembali terulang. Semalam Ana benar-benar melakukannya lagi bersama Gerald. Jika ingat benar-benar membuatnya hampir gila. "Kau sudah bangun?" Gerald memiringkan tubuhnya menghadap Ana. Satu tangannya menumpu kepalanya. Senyum tipis tercetak jelas di bibirnya.Ana menarik selimutnya dan memastikan Gerald tidak bisa melihat tubuhnya yang terbuka. Wajah Ana terasa panas disuguhkan pemandangan seperti ini. Bayangkan saja, Gerald menghadap ke arahnya dengan dada shirtless Gerald yang terpampang nyata di depan matanya. Dan jangan lupakan senyum tipis yang laki-laki itu perlihatkan. Ana seperti melihat sebuah pelangi saat Gerald tersenyum tipis ke arahnya. Ya itu karena Gerald memang jarang tersenyum ataupun tertawa. Tapi jika diingat akhir-akhir ini ia sering melihat Gerald menunjukkan senyumnya. "Mmm." Ana melirikkan matanya kesana kemari, yang terpenting ia tidak bertatapan langsung dengan Gerald.Gerald memajukkan tubuhnya
"Kau sudah menyiapkan semuanya?" "Sudah sir, saya sudah menyiapkan semuanya. Anda hanya tinggal datang ke butik hari ini dengan nona." Gerald melepaskan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Menjadi CEO di sebuah perusahaan besar bukanlah perkara yang mudah. Semakin besar perusahaan yang ia miliki, semakin besar juga tanggung jawab yang harus ia jalani."Bagus, bagaimana dengan pencuri itu? Kau sudah berhasil menemukan siapa orangnya?" sudah sepuluh hari berlalu dan Gerald belum berhasil mendapatkan pencuri itu. Pencuri itu benar-benar sangat licik. "Saya akan segera mencari perempuan yang mencuri dokumen tersebut sir.""Hmm, kau handel rapat hari ini, aku ada urusan lain." Gerald bangkit dari duduknya dan mengambil jas yang tersampir di kursi kerjanya. Gerald mengendarai mobilnya sendiri sekarang. Dengan kecepatan sedang Gerald mengendarai mobilnya menuju rumah. Ia tidak tahu bagaimana
"Sesuai kesepakatan, berikan aku dua ratus juta." perempuan itu mengulurkan tangannya ke hadapan laki-laki berjas hitam di depannya.Laki-laki berjas itu tersenyum tipis menatap perempuan angkuh di depannya. Kemudian tangannya mengambil sebuah koper berisi uang yang sudah disiapkan. Ia membuka isi koper tersebut di depan perempuan itu. Mata perempuan itu berbinar melihat koper berisi uang di depannya. Tangannya terulur untuk meraih uang di depannya. Cepat-cepat laki-laki itu menarik koper menjauh dari hadapan si wanita."Berikan dulu dokumennya baru kau bisa mendapatkan uangmu." ujar si pria mengingatkan perempuan di depannya.Tanpa berpikir panjang perempuan itu langsung memberikan dokumen yang ia bawa dan segera merampas koper berisi uang dari tangan laki-laki di depannya. Ia memeluk koper itu dengan sangat erat seakan takut jika koper itu kembali diambil lagi darinya."Kau yakin tidak akan menyesalinya? Kau me
Hari pernikahan tiba, Ana terlihat sangat cantik dengan gaun putih yang melekat sempurna di tubuhnya. Gerald juga tak kalah menawan dengan tuxedo hitam yang membalut tubuh kekarnya. Satu persatu tamu mulai berdatangan dan mengucapkan selamat. Ana terus memasang wajah bahagia di hadapan para tamu yang hadir. Seratus persen tamu yang datang tidak ada yang Ana kenal. Ya, semua tamu yang datang ke pernikahan mereka adalah rekan bisnis Gerald. Beberapa tamu terlihat bercengkrama satu sama lain dan ada juga yang terlihat sedang menikmati hidangan yang disajikan. Ana bisa melihat semuanya dari atas panggung. "Apa masih lama?" Ana mendongakkan kepalanya menatap Gerald yang berdiri di sampingnya. "Hmm." balas Gerald singkat."Aku ingin istirahat." Ana menghembuskan nafas lelahnya. Senyum yang sedari tadi mengembang sempurna kini sudah hilang entah kemana. Terlihat sekali dari raut wajah Ana jika perempuan itu sudah benar-benar kelelahan.Gerald menatap Ana dengan pandangan kasihan. Ia sendi
Ingin rasanya Ana berteriak sekencang-kencangnya. Ia meratapi koper kecil miliknya__ bukan-bukan mungkin koper ini milik orang lain. Ana tidak percaya pakaiannya yang sudah dikemas dengan rapi entah hilang kemana. Dan lebih parahnya sekarang koper miliknya berisi lingerie dengan berbagai warna dan model. Ana mengambil salah satu lingerie berwarna merah menyala yang terlihat sangat tidak layak dipakai. Lingerie merah itu sangat tipis dan transparan. Ana tidak habis pikir jika ia memakai pakaian ini pasti keesokan harinya ia akan masuk angin. Pakaian yang seharusnya menghangatkan tubuh malah membuat tubuh masuk angin. Ana menghempaskan lingerie merah di tangannya dengan tatapan geli. Segera ia menutup kembali koper berwarna pink itu dan menaruhnya di belakang pintu kamar mandi. Ana kembali mengeratkan kimono di tubuhnya dan memastikan jika tali kimononya benar-benar terikat kencang. Ana tidak punya pilihan, malam ini sepertinya ia harus tidur dengan kimono hotel.Ana melangkah keluar
Ana memandangi wajah lelap Gerald dari jarak dekat. Untuk pertama kalinya Ana memperhatikan wajah Gerald dengan jarak sedekat ini. Hidung yang mancung, rahang yang tegas, kelopak mata ganda, alis tebal, dan kulit wajah yang terawat. Ana merasa iri dengan kulit wajah Gerald yang terlihat sangat sehat, bahkan tidak ada bekas jerawat di wajah laki-laki itu. "Kau sudah bangun?" Gerald mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya. Ana gelagapan karena ketahuan memandangi wajah Gerald. Buru-buru Ana menjauhkan tubuhnya dan berakting seolah tidak terjadi apa-apa. Kringg kringgDeringan telepon memekakan telinga terdengar begitu nyaring mengisi pagi ini. Gerald yang ingin memejamkan matanya lagi mengurungkan niatnya. "Halo." "Selamat pagi tuan, ada masalah besar di perusahaan."Gerald menyibakkan selimutnya dan beranjak pergi ke kamar mandi. "Aku akan
Gerald melangkahkan kakinya memasuki rumah dengan langkah lebar. Satu tangannya membawa sebuket mawar ia sembunyikan di balik punggungnya. Matanya menatap ke segala penjuru ruangan untuk menemukan Ana. Hidung mancungnya tak sengaja menghirup aroma pasta yang sepertinya baru saja matang. Gerald mengikuti arah kemana bau harum itu.Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman ketika melihat Ana yang terlihat sibuk memasak makan malam untuknya. Gerald tidak pernah membayangkan jika ia akan memiliki kehidupan yang dimiliki orang pada umumnya. Gerald pernah berpikir untuk melajang seumur hidupnya karena menurutnya tinggal bersama perempuan dalam satu rumah sangat merepotkan. Sedangkan ia bisa menyewa wanita diluar sana untuk memuaskan nafsunya. Tapi ada satu hal yang baru Gerald rasakan sekarang. Rasa hangat, hatinya menghangat ketika melihat Ana setelah menguras tenaga begitu banyak selama seharian di kantor. Apalagi bisa memandangi perempuan itu yang sedang sibuk menyiapkan