"Kau sudah menyiapkan semuanya?" "Sudah sir, saya sudah menyiapkan semuanya. Anda hanya tinggal datang ke butik hari ini dengan nona." Gerald melepaskan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Menjadi CEO di sebuah perusahaan besar bukanlah perkara yang mudah. Semakin besar perusahaan yang ia miliki, semakin besar juga tanggung jawab yang harus ia jalani."Bagus, bagaimana dengan pencuri itu? Kau sudah berhasil menemukan siapa orangnya?" sudah sepuluh hari berlalu dan Gerald belum berhasil mendapatkan pencuri itu. Pencuri itu benar-benar sangat licik. "Saya akan segera mencari perempuan yang mencuri dokumen tersebut sir.""Hmm, kau handel rapat hari ini, aku ada urusan lain." Gerald bangkit dari duduknya dan mengambil jas yang tersampir di kursi kerjanya. Gerald mengendarai mobilnya sendiri sekarang. Dengan kecepatan sedang Gerald mengendarai mobilnya menuju rumah. Ia tidak tahu bagaimana
"Sesuai kesepakatan, berikan aku dua ratus juta." perempuan itu mengulurkan tangannya ke hadapan laki-laki berjas hitam di depannya.Laki-laki berjas itu tersenyum tipis menatap perempuan angkuh di depannya. Kemudian tangannya mengambil sebuah koper berisi uang yang sudah disiapkan. Ia membuka isi koper tersebut di depan perempuan itu. Mata perempuan itu berbinar melihat koper berisi uang di depannya. Tangannya terulur untuk meraih uang di depannya. Cepat-cepat laki-laki itu menarik koper menjauh dari hadapan si wanita."Berikan dulu dokumennya baru kau bisa mendapatkan uangmu." ujar si pria mengingatkan perempuan di depannya.Tanpa berpikir panjang perempuan itu langsung memberikan dokumen yang ia bawa dan segera merampas koper berisi uang dari tangan laki-laki di depannya. Ia memeluk koper itu dengan sangat erat seakan takut jika koper itu kembali diambil lagi darinya."Kau yakin tidak akan menyesalinya? Kau me
Hari pernikahan tiba, Ana terlihat sangat cantik dengan gaun putih yang melekat sempurna di tubuhnya. Gerald juga tak kalah menawan dengan tuxedo hitam yang membalut tubuh kekarnya. Satu persatu tamu mulai berdatangan dan mengucapkan selamat. Ana terus memasang wajah bahagia di hadapan para tamu yang hadir. Seratus persen tamu yang datang tidak ada yang Ana kenal. Ya, semua tamu yang datang ke pernikahan mereka adalah rekan bisnis Gerald. Beberapa tamu terlihat bercengkrama satu sama lain dan ada juga yang terlihat sedang menikmati hidangan yang disajikan. Ana bisa melihat semuanya dari atas panggung. "Apa masih lama?" Ana mendongakkan kepalanya menatap Gerald yang berdiri di sampingnya. "Hmm." balas Gerald singkat."Aku ingin istirahat." Ana menghembuskan nafas lelahnya. Senyum yang sedari tadi mengembang sempurna kini sudah hilang entah kemana. Terlihat sekali dari raut wajah Ana jika perempuan itu sudah benar-benar kelelahan.Gerald menatap Ana dengan pandangan kasihan. Ia sendi
Ingin rasanya Ana berteriak sekencang-kencangnya. Ia meratapi koper kecil miliknya__ bukan-bukan mungkin koper ini milik orang lain. Ana tidak percaya pakaiannya yang sudah dikemas dengan rapi entah hilang kemana. Dan lebih parahnya sekarang koper miliknya berisi lingerie dengan berbagai warna dan model. Ana mengambil salah satu lingerie berwarna merah menyala yang terlihat sangat tidak layak dipakai. Lingerie merah itu sangat tipis dan transparan. Ana tidak habis pikir jika ia memakai pakaian ini pasti keesokan harinya ia akan masuk angin. Pakaian yang seharusnya menghangatkan tubuh malah membuat tubuh masuk angin. Ana menghempaskan lingerie merah di tangannya dengan tatapan geli. Segera ia menutup kembali koper berwarna pink itu dan menaruhnya di belakang pintu kamar mandi. Ana kembali mengeratkan kimono di tubuhnya dan memastikan jika tali kimononya benar-benar terikat kencang. Ana tidak punya pilihan, malam ini sepertinya ia harus tidur dengan kimono hotel.Ana melangkah keluar
Ana memandangi wajah lelap Gerald dari jarak dekat. Untuk pertama kalinya Ana memperhatikan wajah Gerald dengan jarak sedekat ini. Hidung yang mancung, rahang yang tegas, kelopak mata ganda, alis tebal, dan kulit wajah yang terawat. Ana merasa iri dengan kulit wajah Gerald yang terlihat sangat sehat, bahkan tidak ada bekas jerawat di wajah laki-laki itu. "Kau sudah bangun?" Gerald mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya. Ana gelagapan karena ketahuan memandangi wajah Gerald. Buru-buru Ana menjauhkan tubuhnya dan berakting seolah tidak terjadi apa-apa. Kringg kringgDeringan telepon memekakan telinga terdengar begitu nyaring mengisi pagi ini. Gerald yang ingin memejamkan matanya lagi mengurungkan niatnya. "Halo." "Selamat pagi tuan, ada masalah besar di perusahaan."Gerald menyibakkan selimutnya dan beranjak pergi ke kamar mandi. "Aku akan
Gerald melangkahkan kakinya memasuki rumah dengan langkah lebar. Satu tangannya membawa sebuket mawar ia sembunyikan di balik punggungnya. Matanya menatap ke segala penjuru ruangan untuk menemukan Ana. Hidung mancungnya tak sengaja menghirup aroma pasta yang sepertinya baru saja matang. Gerald mengikuti arah kemana bau harum itu.Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman ketika melihat Ana yang terlihat sibuk memasak makan malam untuknya. Gerald tidak pernah membayangkan jika ia akan memiliki kehidupan yang dimiliki orang pada umumnya. Gerald pernah berpikir untuk melajang seumur hidupnya karena menurutnya tinggal bersama perempuan dalam satu rumah sangat merepotkan. Sedangkan ia bisa menyewa wanita diluar sana untuk memuaskan nafsunya. Tapi ada satu hal yang baru Gerald rasakan sekarang. Rasa hangat, hatinya menghangat ketika melihat Ana setelah menguras tenaga begitu banyak selama seharian di kantor. Apalagi bisa memandangi perempuan itu yang sedang sibuk menyiapkan
Ana menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan waspada. Benar setelah ia dan Gerald menikah mereka memutuskan untuk tidur di kamar Ana. Sebenarnya ini keputusan Ana dan Gerald dengan terpaksa menyetujuinya karena Ana mengancam ia tidak akan mau tidur di kamar Gerald. Meski Gerald beralasan bahwa kamarnya lebih besar dari kamar Ana dan lebih nyaman, Gerald tetap tidak bisa menang berdebat dengan Ana. Gerald juga hanya bisa memindahkan sebagian isi wardrobenya karena wardrobe milik Ana tidak terlalu luas. "Kau belum tidur?" tanya Gerald yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Aku belum mengantuk." jawab Ana."Kau ingin mengulang kejadian semalam?" tawar Gerald dengan wajah mesumnya.Ingin rasanya Ana melempar wajah Gerald dengan bantal yang ada di tangannya. Kenapa juga Gerald harus membahas tentang kejadian semalam. Ana mulai waspada saat Gerald mulai naik ke atas tempat tidur. Matanya tidak berhenti menatap pergerakan Gerald yang mulai mendekatinya.'Apa yang akan dia lakukan?
Gerald sudah pergi bekerja dari satu jam yang lalu. Ana mulai melakukan rutinitasnya sebagai seorang istri. Bangun pagi, membuat sarapan, menyiapkan pakaian suaminya, dan…. Ah iya pagi tadi sebelum pergi ke kantor Gerald mencium keningnya. Bukan hanya kening, laki-laki itu juga mencium bibirnya. Apalagi mereka melakukannya di luar rumah. Ana hanya berharap tidak ada yang melihat tindakan senonoh yang mereka lakukan. Setelah Gerald pergi bekerja, sekarang giliran Ana yang membersihkan kamar. Mulai dari menyapu, menata tempat tidur. Saat membereskan selimut dan bantal, Ana dibuat terkejut melihat apa yang ada di bawah bantalnya. Sebuah pecahan kaca berukuran sedang ada di bawah bantal yang semalam ia pakai untuk tidur. Ana tidak ingat jika ia pernah menaruh pecahan kaca itu di tempat tidur. Tapi sepertinya memang bukan dirinya yang menaruh pecahan kaca itu disini. Lalu siapa?Ana dibuat merinding, untung saja semalam ia tidak terluka karena pecahan kaca te