Alya menghentikan langkahnya dan menoleh."Ada apa?""Kamu besok akan ke sini?"Alya tertegun. "Tentu saja, kalau aku sudah mengatakannya maka aku akan melakukannya.""Apa masih ada pertanyaan lagi?"Rizki mengatupkan bibirnya dan tidak berbicara lagi."Kalau begitu aku pergi dulu."Melihatnya tidak berbicara lagi, Alya pun membuka pintu dan pergi.Kamar rawat itu pun kembali sunyi.Rizki menurunkan kelopak matanya, matanya tampak muram.Begitu keluar dari kamar, Alya melihat Cahya yang sedang menunggu di luar.Cahya telah salah bicara dan berbuat salah, sehingga setelah diusir, dia pun bersandar di dinding dengan perasaan yang rumit.Ketika mendengar suara, dia segera menegakkan tubuhnya dan menunjukkan ekspresi bersalah ketika melihat Alya. Kemudian dia dengan ragu-ragu berkata, "Nona Alya ...."Alya menghampirinya dan berbicara padanya seolah-olah tidak ada yang terjadi.Cahya mendengarkannya dengan sungguh-sungguh sambil mengangguk."Oke, apa malam ini aku bisa membelikan makanan u
"Nggak."Ucapannya membuat Alya refleks membantah."Irfan, ini nggak seperti yang kamu pikirkan. Lebih tepatnya, aku merasa kalau aku nggak pantas untukmu. Jangan buang waktumu untukku lagi."Kata-kata Alya tentu saja tulus, ini bukan sekadar kata-kata sopan untuk menolak Irfan.Dia sungguh merasa bahwa Irfan adalah orang yang baik, dari latar belakang, penampilan, karakter, juga fakta bahwa dia berbudi luhur dan tidak pernah memanfaatkan statusnya untuk bermain-main dengan wanita."Kamu merasa nggak pantas untukku?" Irfan terkekeh dan mendekatinya. "Tapi Alya, kalau kamu benar-benar berpikir begitu, bukankah seharusnya kamu menanyakan pendapatku? Menurutku kamu pantas. Dengan begini pun, apakah masih ada hal yang kamu khawatirkan?"Melihatnya tidak menjawab, Irfan berkata lagi, "Atau, yang kamu khawatirkan adalah dia? Kalau kita nggak kembali ke negara ini, kamu ....""Lima tahun."Mendengar ini, Irfan seketika terdiam."Sudah 5 tahun. Aku tahu kamu memperlakukanku dengan baik, aku ju
Dari segala aspek, Irfan memang pasangan yang baik.Sayangnya, perasaan semacam ini adalah hal yang sensitif bagi Alya.Alya menoleh untuk menatapnya. "Maafkan aku."Irfan terus memandangnya. Setelah beberapa waktu, sebuah senyum hangat kembali muncul di wajahnya. "Apa hari ini kamu lelah? Naiklah dulu ke atas, kalau ada sesuatu kita bisa membicarakannya lagi nanti.""Irfan ....""Anak-anak pasti sudah menunggumu dengan gelisah, cepatlah naik."Sambil berbicara, Irfan bahkan memegang bahu Alya dan mendorongnya untuk pergi. Kemudian dia mengantarnya masuk ke lift, menekankan tombol lantai untuknya, lalu pergi setelah berkata, "Setelah kamu naik, mintalah Pak Hasan untuk segera turun."Alya mengerutkan keningnya dan tidak menjawab.Begitu pintu lift perlahan tertutup, sebelum benar-benar tertutup, Alya melihat Irfan tersenyum padanya."Selamat malam, semoga kamu mimpi indah."Saat ini, pintu lift akhirnya tertutup.Alya pun sampai di rumahnya, Hasan dan seorang pengasuh lainnya sedang me
Keesokan harinya.Alya mengantarkan kedua anaknya ke sekolah seorang diri.Tadinya beberapa hari ini, yang mengantar mereka adalah Irfan. Namun, setelah perbincangan mereka semalam, Alya tidak membiarkan Irfan mengantar mereka."Kalau kamu benar-benar ingin memberiku waktu untuk berpikir, maka selama aku berpikir, jangan lakukan apa pun untuk memengaruhi pikiranku."Irfan benar-benar menurut dan tidak muncul.Melihat pria itu tidak muncul, Alya menghela napas lega dan mengantar kedua anaknya sendiri. Karena mereka berangkat lebih awal dan Alya memiliki termos di tangannya, di perjalanan kedua anak itu pun menanyakan beberapa pertanyaan dengan penasaran"Hm, teman kerja Mama sakit, jadi Mama membawakannya makanan."Maya bermulut manis, dia tidak hanya tidak bertanya lebih jauh, tetapi juga memuji-muji Alya."Mama sangat baik hati dan cantik, siapa pun yang menikahi mama kami akan menjadi pria paling beruntung di dunia."Mendengar kalimat ini, sudut bibir Alya berkedut.Kata-kata ini dia
"Nggak, nggak, aku hanya ingin lihat apakah kamu sudah datang atau belum."Alya masuk ke kamar sambil berbicara. Dia dengan tenang meletakkan termos itu di meja, lalu menggulung lengan bajunya dan membuka tutup termos tersebut.Begitu tutupnya dibuka, aroma makanan seketika memenuhi ruangan.Cahya yang sudah sarapan, tiba-tiba menjadi lapar begitu mencium aromanya.Awalnya, dia kira Alya akan membelikan makanan dari luar untuk Rizki. Namun, ketika dia mendekat untuk melihat, ternyata Alya membuatnya sendiri.Rizki memandang wanita itu dari samping. Alya bergerak dengan sangat ahli, seolah-olah dia sudah melakukan hal ini ribuan kali.Makin lama, Rizki makin mengerutkan keningnya.Alya membawakan semangkuk makanan itu ke hadapannya. "Makanlah, semuanya makanan cair. Aku sudah bertanya pada Dokter, makanan seperti ini paling bagus untuk kondisimu sekarang."Setelah terdiam sejenak, Rizki mengambil mangkuk itu.Aromanya sangat enak. Rizki yang sudah lama tidak memiliki nafsu makan pun mer
Setelah meninggalkan rumah sakit, Alya langsung pergi menuju perusahaannya.Jalanan agak macet, sehingga dia pun sedikit terlambat. Namun, tanpa disangka, dia bertemu dengan pemuda yang kemarin.Begitu melihat Alya, pemuda berkacamata itu segera tersenyum malu. Dia bahkan mengulurkan tangannya pada Alya."Hai, mulai sekarang kita rekan kerja."Alya berjabat tangan dengannya."Kemarin aku kira kamu ke sini untuk melamar kerja, tapi ternyata kamu sudah bekerja di sini. Hei, bagaimana kamu bisa tertarik dengan perusahaan kecil ini? Apa kamu sudah tahu lebih dulu kalau Perusahaan Saputra akan berinvestasi di sini?"Tahu lebih dulu?Alya terkekeh dan berkata, "Bukannya aku tahu lebih dulu, tapi aku memang tahu lebih dulu daripada kalian.""Tentu saja, kamu 'kan sudah bekerja di sini. Sementara itu, kami hanya bisa melihatnya di brosur rekrutmen."Di dalam lift juga ada orang lain, tetapi semuanya tampak tidak ingin berinteraksi. Selain pemuda berkacamata ini, Alya tidak melihat wajah famili
"Ayo, aku akan mengantar kalian."Setelah berpamitan dengan Alya, Angga memimpin mereka semua pergi.Pemuda berkacamata itu berjalan di belakang Angga. "Pak Angga, apakah dia benar-benar bos kita?"Meskipun tadi sudah dijelaskan, ternyata saat ini pemuda itu masih bertanya lagi.Angga adalah seorang veteran, dia dapat melihat isi pikiran pemuda ini dengan mudah."Kenapa? Kalau dia bukan bos, kamu masih mau mendekatinya?"Begitu dia mengatakan ini, wajah pemuda itu seketika memerah."Pak Angga, jangan bicara omong kosong.""Hahaha!"Angga tertawa terbahak-bahak. "Nak, apa yang kamu takutkan? Kalau kamu suka ya kejarlah dia. Setahuku, bos kita masih lajang."Pemuda berkacamata itu tertegun, matanya berbinar lagi. Namun, setelah berpikir, dia menghela napas dan menundukkan kepalanya dengan sedih."Lupakan saja, dia sangat cantik. Bahkan kalaupun dia bukan bos, aku nggak pantas untuknya. Apalagi dia juga kaya."Mendengar ini, Angga menepuk-nepuk bahunya. "Hm, ternyata kamu tahu diri. Kamu
Tiga kata yang singkat dan jelas itu mendinginkan Rizki sepanjang hari.Alya baru datang ketika langit sudah benar-benar gelap.Rizki duduk di tempat tidur dengan kesal. Ketika melihat Alya yang duduk di depannya, dia bertanya dengan suaranya yang berat, "Kenapa kamu lama sekali?"Alya merespons pertanyaannya dengan tak acuh. Dia hanya melirik Rizki, lalu berkata, "Bukankah aku butuh waktu untuk ke sini? Bukankah aku butuh waktu untuk memasak?"Dua pertanyaan ini langsung membungkam Rizki, dia tidak berbicara lagi.Ketika Alya menaruh makan malam di tangannya, Rizki berkata, "Sebenarnya kamu ke sini saja sudah cukup, kamu nggak usah sampai memasak untukku segala.""Memangnya kamu pikir aku mau?" balas Alya.Raut wajah Rizki berubah."Kalau begitu kenapa?"Namun, Alya tidak menjawab pertanyaannya dan hanya berdiri untuk beres-beres. Meskipun memunggunginya, punggung Alya seolah-olah memiliki mata. Alya mengingatkannya, "Sebaiknya kamu cepat makan, aku sudah menghabiskan banyak waktu unt
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang