Satu jam kemudian.Sang dokter memberikan laporan pemeriksaannya kepada Alya."Penyakit lambungnya cukup parah. Dia pingsan karena penyakit lambungnya kambuh, tapi dia juga mengalami kekurangan gizi dan kecemasan berlebih."Alya mengambil laporan pemeriksaan tersebut dari tangan sang dokter.Sulit untuk membayangkan hal seperti kekurangan gizi dan kecemasan berlebih muncul pada Rizki.Lagi pula, dalam ingatannya, tidak ada hal yang tidak bisa Rizki lakukan.Selain itu, pria itu tampak tidak pernah sakit ataupun tidak enak badan.Alya melirik ke arah kamar rawat, lalu bertanya pada dokter itu, "Selanjutnya bagaimana? Apakah dia akan dirawat inap atau ...?""Mengingat kondisi Pasien, sebaiknya Pasien dirawat inap untuk pemulihan. Kalau nggak, kalau kondisinya terus seperti ini, penyakitnya akan makin parah.""Bagaimana lambungnya bisa jadi seperti ini?""Makan yang nggak teratur dan konsumsi alkohol bisa melukai lambung. Jadi, apa pacarmu sering minum?"Istilah pacar ini membuat Alya men
Akan tetapi, kenapa Rizki membuat dirinya menderita seperti ini?Sekarang, Alya akhirnya mengerti kenapa Rizki sangat tidak sabar ketika berbicara dengannya di hotel tadi.Saat itu, RIzki mungkin sudah mencapai batasnya, 'kan?Memikirkan hal ini, Alya pun menghela napas. Kemudian dia mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Angga.Ketika menerima teleponnya, Angga bertanya dengan hati-hati, "Bos, kenapa kamu belum juga kembali? Kalian ... nggak ribut, 'kan?""Nggak, tapi sekarang aku ada di rumah sakit ....""Apa?" Angga seketika terkejut. "Kenapa tiba-tiba ke rumah sakit? Bos, meskipun kamu dan Pak Rizki memiliki masa lalu, seharusnya masalah kalian nggak sampai sebesar ini. Bos, apa kamu nggak apa-apa?""...."Setelah Angga selesai bicara, Alya tanpa daya berkata, "Apakah kamu bisa membiarkanku selesai bicara dulu?""Bisa, bisa, cepatlah Bos."Ketika mendengar bosnya ada di rumah sakit, Angga sangat khawatir. Dia takut bila masalahnya menjadi besar, investasinya akan ditarik kembali da
Ketika Cahya tiba di rumah sakit, dari kejauhan, dia melihat Alya yang sedang menunggunya di pintu kamar.Begitu melihat Alya, Cahya teringat dengan sentuhan jari mereka yang tidak disengaja itu. Melihat kecantikan Alya yang luar biasa, dia pun lagi-lagi tersipu malu.Jadi setelah dia mendekat, yang Alya lihat adalah Cahya yang berwajah dan bertelinga merah.Alya tidak begitu memikirkannya, hanya mengira Cahya memerah karena udara dingin di luar. Dia pun mendekat sambil memberikan ponsel, dompet, kartu kunci dan barang-barang lainnya pada Cahya."Ini semua barang milik Pak Rizki."Cahya tidak tahu apa yang telah terjadi, dia hanya bisa menerima apa yang diberikan Alya padanya.Akhirnya saat melihat tangan kosong Alya, dia tiba-tiba menyadari sesuatu."Nona Alya, apa kamu mau pergi?"Alya mengangguk."Ya, karena kamu sudah di sini, aku harus pergi.""Ah?" Cahya seketika menyesal, kenapa dirinya harus datang secepat ini? Jika Rizki bangun dan tahu bahwa Alya pergi karenanya, Rizki pasti
Mendengar kata "dirawat", Rizki mengerutkan keningnya."Nggak perlu dirawat.""Pak Rizki, tolong dengarkan aku. Sebaiknya kamu dirawat. Kalau kamu nggak suka dengan kamar ini, aku akan segera memindahkanmu ke kamar yang lebih bagus."Setelah mengatakan itu, dia menemukan bahwa Rizki sedang menatapnya dengan dingin.Tanpa sadar Cahya pun terdiam.Setelah beberapa saat, dia berbisik, "Aku tahu kamu selalu merasa penyakitmu bukan masalah besar, tapi hari ini kamu pingsan di depan Nona Alya, apa kamu nggak merasa malu?"Rizki yang tadinya tidak berekspresi, segera mengubah ekspresinya setelah mendengar kalimat yang terakhir."Apa katamu?"Tatapannya seketika menjadi tajam. "Pingsan di depan siapa?"Cahya takut dengan aura yang memancar dari tubuh Rizki, lalu dengan terbata-bata menjawab, "No ... Nona Alya."Rizki refleks bertanya, "Dia nggak pergi?"Bukankah sebelumnya dia sudah menyuruh Alya pergi?Dia juga jelas-jelas telah melihatnya pergi, kapan Alya kembali?Cahya tidak ada di sana, j
Alya peduli padanya.RIzki telah mendapatkan sebuah kepastian.Wanita itu tampak sangat kejam dan mengucapkan kata-kata kasar.Akan tetapi ... setelah pergi, wanita itu kembali lagi.Bahkan membawanya ke rumah sakit dan terus menunggu sampai Cahya datang.Apa artinya ini?Artinya, Alya peduli padanya dan khawatir sesuatu akan terjadi padanya.Karena Alya peduli padanya, artinya dia masih belum menemui jalan buntu dan masih memiliki kesempatan.Awalnya, dia tidak ingin Alya tahu mengenai penyakitnya.Namun, sekarang, penyakitnya malah mengungkapkan beberapa hal padanya. Kalau begitu kenapa dia tidak manfaatkan saja situasi ini?Cahya sedang menelepon di luar.Sebenarnya dia tidak memiliki nomor telepon Alya, tetapi sebagai seorang asisten yang luar biasa, dia langsung menelepon Angga dan meminta nomor telepon Alya.Angga pun tanpa ragu memberikannya."Terima kasih, lain kali aku akan mentraktirmu."Setelah mendapatkan nomornya, Cahya segera menelepon Alya.Alya baru saja memanggil taksi
Cahya tercengang untuk beberapa detik sebelum bergegas menghampirinya."Pak Rizki!"...Lima menit kemudian.Rizki kembali duduk di tempat tidur dengan wajah masam, di sampingnya terdapat seorang suster yang tampak tak bisa berkata-kata."Benar-benar, kamu sudah sakit tapi kamu masih saja bandel. Kamu diinfus dan kamu malah menarik jarumnya. Bagaimana bisa kamu nggak kesakitan saat kamu berdarah sebanyak ini?""Maaf, maaf." Cahya hanya bisa menggantikan Rizki meminta maaf, "Kami benar-benar minta maaf telah merepotkanmu."Sang suster melirik Rizki yang tampak tak bernyawa itu, lalu berkata, "Kamu nggak boleh menarik jarumnya lagi. Belakangan ini rumah sakit sudah sangat sibuk, kalian jangan membuat masalah lagi."Kemudian, sang suster berbalik dan pergi.Setelah sang suster pergi, kamar menjadi lebih sepi.Karena keributan ini, paman dan anak kecil di dalam kamar itu pun melihat ke arah mereka."Mama, kakak itu barusan berdarah banyak sekali."Anak itu merapat ke dalam pelukan ibunya s
Alya refleks membantah, "Bukannya enggan, aku hanya bekerja. Perusahaan butuh beroperasi dan untuk berkembang kami membutuhkan investasi. Dulu Pak Angga adalah seorang manajer di perusahaan besar, Perusahaan Saputra memang pilihan yang terbaik. Selain itu, aku sudah melepaskan dan nggak peduli lagi padanya. Kami hanya melakukan kerja sama bisnis, jadi apa salahnya? Hal ini nggak memengaruhiku. Apakah aku akan terus mundur dalam pekerjaanku tiap kali aku bertemu dengannya di Juwana?""Begitukah? Kamu benar-benar nggak terpengaruh?""Ya.""Oke, kalau begitu berjanjilah padaku.""Apa?" tanya Alya."Berjanjilah untuk terus bersama denganku."Untuk pertama kalinya, tidak terdapat kehangatan ataupun senyuman di wajah tampan Irfan.Alya tercengang menatapnya.Dia tidak menyangka Irfan tiba-tiba akan menekannya seperti ini."Kamu ....""Bukankah kamu bilang kamu nggak terpengaruh? Di mobil tadi sebelum Pak Angga menelepon, apa yang mau kamu katakan padaku?" Tatapan Irfan terpaku padanya. "Kamu
"Oke, 3 hari."Setelah mendapatkan jawaban yang diinginkannya, Irfan akhirnya melepas Alya. Kemudian, dia kembali memasang senyumnya yang biasa."Sepertinya ada yang ingin kamu bicarakan dengan Pak Angga, aku akan memanggilnya ke sini."Setelah itu, Irfan pergi.Begitu dia pergi, ketegangan di tubuh Alya pun seketika menghilang. Di saat yang sama, Alya menghela napas lega.Ketika dapat bernapas dengan normal lagi, Alya merasa bagaikan ikan sekarat di tepi pantai yang berhasil kembali ke laut.Alya duduk dan bersandar di sofa, lalu memejamkan matanya dengan lelah.Irfan ... benar-benar sudah sangat berubah.Dulu, dia kira pria itu lembut dan mudah diajak bicara.Namun, hari ini, Irfan sangat mendominasi. Membuatnya merasa bahwa bila dia tidak setuju, pria itu tidak akan dilepaskan begitu saja.Terdengar suara dari luar dan Angga pun masuk."Bos?"Setelah masuk, Angga diam-diam melirik ke arah luar. Dia ingin mengatakan sesuatu pada Alya, tetapi dia takut orang lain akan mendengarnya. Ja
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang