“Mario, ingat! Ini harus di rahasiakan, jangan ada seorang pun tahu, terutama istriku.”Diego berpesan dengan suara dan wajah yang serius, sejenak Mario tertegun, namun sang asisten pun mengangguk. Dia segera pergi menemui Raul Mendez.Raul sedang berada di rumahnya, dia mendapat kabar bahwa Elena akan segera melahirkan dalam waktu dekat. Entah mengapa, lelaki itu merasa sangat senang, meskipun yang dikandung Elena bukan anaknya.“Mama, aku bawa kabar gembira,” ujar Raul penuh sukacita, wajahnya berbinar-binar.“Kabar apa, Raul. Sepertinya kamu senang sekali.”“Mama sebentar lagi akan dipanggil nenek,” jawab Raul sambil tersenyum.“Maksudmu bagaimana, Raul?”Nyonya Victoria kebingungan, ia melihat Raul sangat bahagia, seperti seorang suami yang istrinya akan melahirkan.“Elena, Ma. Dalam beberapa hari ini akan melahirkan,” jawab Raul berseri-seri.“Oh, benarkah?” sahut nyonya Victoria gembira. Namun seketika, muncul kesedihan menghiasi wajah wanita itu.“Kenapa, Ma? Mama sepertinya ti
“Lalu, apakah sekarang kamu ingin menyerah Diego? Apakah kamu ingin melihat Elena kembali menderita? Demi Tuhan, aku tidak akan rela, Diego. Elena tidak boleh menderita lagi!”Raul berkata dengan dingin dan tajam, kini ia sudah bisa menangkap ke mana arah pembicaraan Diego.Diego menghela napas dalam, ditatapnya lelaki yang ada di hadapannya itu dengan tatapan yang rumit, perlahan dia menggeleng.“Tidak, Raul. Tentu saja aku tidak ingin melihat Elena menderita, aku sangat mencintai Elena. Tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Aku sangat tahu batas-batasku.”“Kamu harus berjuang, Diego. Kamu tidak boleh menyerah, demi Elena dan Juan. Aku memang akan menyayangi Juan seperti anakku sendiri, tapi dia tetap butuh papa kandungnya. Dan Elena, dia sangat mencintaimu, Diego, dia akan menderita tanpa kamu.”“Tidak, Raul. Elena tidak akan menderita asal dia bersamamu. Aku melihat cintamu begitu tulus dan besar padanya. Dan itu cukup untuk membuatku yakin, kalau Elena akan bahagia ber
Hanya saja, tanpa mereka sadari seseorang memperhatikan sikap aneh Raul dan Mario. Diam-diam lelaki itu mengikuti Raul yang masuk ke sebuah ruangan. “Apa Elena dan yang lainnya sudah berangkat, Raul?” tanya Diego dengan suara yang lemah. Ia terbaring di atas tempat tidur dengan kondisi tak berdaya, bahkan untuk bicara pun terasa sulit. Raul hanya mengangguk, ia duduk di samping tempat tidur. “Kita harus segera ke rumah sakit sekarang, Diego. Kamu harus mendapatkan penanganan yang optimal.” Diego tidak menjawab, lelaki itu hanya terdiam. “Ingat Diego, kamu harus kuat, harus berjuang demi Elena dn Juan.” Diego hanya mengangguk lemah. “Mario, tolong siapkan kursi rodanya.” Raul memberi intruksi. “Baik, tuan.” Lelaki itu segera menyiapkan kursi roda Diego ke dekat tempat tidur. Raul segera mengangkat tubuh Diego dan meletakkannya di atas kursi roda. Ketika mereka akan ke luar tiba-tiba seseorang masuk yang mengejutkan Raul dan Mario. “Ada apa di sini? Apa yang sebenarnya terjad
“Bibi, paman. Di mana Diego?” tanya Elena sambil matanya tak lepas ke arah pintu, “apa bibi dan paman tidak lihat Diego, katanya akan langsung ke mari setelah urusannya selesai.” Elena teringat, pagi tadi saat dia bangun tidur, Diego sudah tidak ada di tempat tidur. Elena hanya mendapati secarik kertas di sisinya. ‘Selamat pagi sayang, kamu tidur nyenyak sekali aku tidak tega membangunkan kamu. Maaf ya sayang aku harus pergi pagi-pagi sekali ada urusan mendadak dan sangat mendesak. Nanti kamu langsung ke rumah sakit dengan paman dan bibi serta Vela dan Mia. Setelah selesai, aku langsung menyusul untuk melihat Juan, putra kita. Semangat ya sayang, I love you.’ Elena tertegun, semalam mereka bercinta sangat luar biasa menggebu, setelah itu mereka tidur dan sampai sekarang belum bertemu lagi. “Sabar Elena, mungkin Diego belum selesai urusannya.” Bibi Inez berkata lembut untuk menenangkan Elena, sedangkan paman Zavier membuang muka, lelaki itu segera ke luar ruangan, karena tak kuasa
“Maafkan aku sayang, aku terpaksa melakukan ini, supaya kamu tidak shock melihatku.” Diego bergumam lirih, kemudian ia menatap Raul yang masih berusaha membujuknya. “Diego, pikirkan lagi, Bro. Tubuhmu belum bisa dilepas dari alat-alat medis ini. Kita bisa memberikan alasan pada Elena, atau mungkin kita akan mengatakannya saja yang sebenarnya, pelan-pelan dia pasti akan mengerti.” “Tidak Raul. Aku tidak mau membuat Elena sedih, ini hari bahagianya, aku harus bersamanya.” “Atau, bagaimana kalau kita minta dokter agar bisa membawa Elena dan Juan ke mari? Aku yakin dokter pasti mengizinkan.” “Tidak, Raul. Itu tidak baik, Juan baru saja dilahirkan, tubuhnya masih lemah dan rentan terkena virus atau penyakit. Selain itu, Elena pasti akan syok dan sedih.” Akhirnya Raul pun pasrah, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk membujuk Diego, begitu pun para dokter telah mengultimatum, Diego tidak bisa lama bertahan tanpa alat-alat bantu medis, akibatnya bisa fatal, namun Diego tetap berkera
“Raul… ja-ga E-le-na dan Ju-an….” Diego menatap Raul dengan penuh harap, suara nya berat dan dalam serta terbata-bata. Raul tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia hanya bisa mengangguk sambil menggenggam tangan Diego dengan tangan lainnya. Perasaannya sudah berkata lain, ia sudah dua kali mengalami situasi seperti ini, pada saat ayahnya meninggal dan juga sang nenek. Karenanya Raul tak bisa membujuk lagi. “Iya Diego, aku janji. Aku akan menjaga Elena dan Juan dengan segenap jiwa ragaku, kamu jangan khawatirkan apa pun.” Raul berkata dengan suara bergetar. Hatinya terasa sangat berat. Diego tersenyum, namun detik berikutnya mata lelaki itu terbelalak ke atas, lalu perlahan-lahan menutup, dan kepalanya pun terkulai. Beriring dengan itu, monitor di ruang itu berbunyi, elektrokardiogram menunjukan flat, kembali ke angka nol. “Diego...” Tubuh Raul bergetar, air mata lelaki itu tak terbendung lagi, ia menangis tersedu-sedu. “Selamat jalan saudaraku, beristirahatlah dengan tenang….” Para
Elena tercekat, dia berteriak keras.“Diegoooo!”Elena terlonjak, tubuhnya dibanjiri keringat, ia sangat ketakutan makala melihat suaminya menghilang di depan matanya.Elena terbangun dan langsung duduk, napasnya tersengal-sengal. “Oh, Tuhan. Syukurlah. Aku hanya mimpi…” gumam Elena.Namun kemudian ia teringat, sebelum ia tertidur tadi, Diego ada di sampingnya, memeluk dan menggenggam tangannya.Elena segera melihat ke kiri dan kanan tempat tidurnya, namun dia tidak mendapati siapa-siapa.“Diego… Apa kamu di luar?”Elena hendak turun dari tempat tidurnya ketika bibi Inez masuk bersama nyonya Victoria.“Kamu sudah bangun, sayang?” sapa nyonya Victoria lembut.“Ma, apa mama lihat Diego?” Alih-alih menjawab pertanyaan nyonya Victoria, Elena malah balik bertanya.Nyonya Victoria tidak menjawab, spontan ia menatap bibi Inez.“Bi, apa Diego ada di luar?” cecar Elena. Bibi Inez menggeleng.“Oh, apa dia pergi lagi…” gumam Elena, ia menatapa nyonya Victoria.“Ma, Raul di mana? Dia pasti tahu d
“Tidak, tidak mungkin!” Elena berkali-kali menggelengkan kepalanya. Ia memutar tubuhnya, kembali menatap tubuh yang terbujur di atas ranjang rumah sakit. Perlahan ia melangkah mendekati tubuh Diego. Elena memandang wajah yang damai itu, ia masih tidak percaya, karena wajah suaminya persis seperti saat lelaki itu tertidur. Elena memeluk tubuh Diego, lalu menggoyang-goyangkannya. “Diego, bangun sayang… jangan bikin aku takut….” Elena menepuk-nepuk wajah Diego, menggoyang-goyangkannya. “Diego, bangun sayang, kamu tidak mungkin tega meninggalkanku dan Juan. Hari ini putra kita lahir, ini hari yang kita tunggu-tunggu. Bangun Diego….” Raul dan paman Zavier merasakan hatinya sakit. Perlahan keduanya mendekati Elena yang masih menggoyang-goyangkan tubuh Diego. “Elena, dengarkan paman, sayang. Diego sudah pergi dengan tenang, dia sangat damai dan tersenyum di akhir perjalanannya. Jangan buat dia menjadi sedih.” “Tidak...Tidak mungkin…Diego tidak mungkin tega ninggalin aku, iya kan, say
Sepasang mata diam-diam merekam gerak gerik Raul. Orang itu segera melangkah masuk ke dalam sebuah mobil yang di parkir agak jauh dari kediaman Rodriguez.“Halo nyonya, saya melihat tuan Mendez ke luar dari kediaman Rodriguez, wajahnya terlihat sangat muram, langkahnya juga kelihatan gontai.”“Bagus, obatku sudah mulai bekerja. Kamu awasi terus kediaman Rodriguez, awasi semua gerak-gerik tuan Mendez dan nyonya Rodriguez, lalu laporkan padaku.”“Siap nyonya.”Sementara itu, Elena duduk termangu sambil memeluk putranya, bayi itu mulai merengek, namun Elena tidak menyadarinya, pikirannya seolah tidak berada pada raganya. Mia yang baru masuk menggelengkan kepalanya, tidak salah lagi, Elena pasti menyimpan masalah yang sangat mengganggu pikirannya, sehingga tangisan putranya pun tidak disadarinya.Mia segera meletakan nampan makanan dan minuman yang dibawanya di atas meja, ia segera duduk di samping Elena. “Elena…” panggil Mia sambil menepuk bahu Elena pelan. Tepukan pelan itu pun menyada
“Oh, Apa, ini?” Elena terbelalak, spontan dia menutup mulutnya, ia membuka satu per satu foto-foto yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenalnya. Elena menggeleng-gelengkan kepalanya, tubuhnya seketika bergetar. “Tidak… Tidak mungkin….” Elena berusaha menepis semua itu, namun foto-foto itu sangat jelas. Seketika air mata menyergap kedua netranya, ia merasakan sakit tak tertahankan. Baru saja dia akan membuka diri, namun dihantam kenyataan menyakitkan seperti ini.Elena tidak bisa lagi untuk berpikir jernih, keyakinannya benar-benar goyah. Seketika tubuhnya lemas, ia jatuh terduduk di sisi tempat tidur.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu menyadarkan Elena, ia segera menghapus air matanya dan mempersilahkan Mia untuk masuk.“Apa Juan sudah bangun, Mia?” tanya Elena berusaha untuk bersikap wajar, namun Mia yang sudah menganggap Elena seperti putrinya sendiri bisa melihat sesuatu yang lain pada suara Elena terlebih wajah wanita itu.“Sudah Elena, sedang main dengan tuan Mendez,” Mia me
Bab 144“Apa maksudmu, Beatriz?” desak Emma bingung, ia menatap Beatriz dengan tajam dan kesal, wanita di hadapannya ini sudah membuatnya rugi karena tidak becus menjalankan misi.“Tadi Anda sudah menampar saya nyonya, dan mengatakan kalau saya bodoh serta memaki-maki saya.” Beatriz merespon acuh sambil memainkan ponselnya.“Lalu?” Emma berusaha menekan suaranya, padahal ia merasa sangat kesal dengan Beatriz.“Tentu saja saya tidak akan memberikan foto-foto ini begitu saja, nyonya.” Beatriz menyeringai penuh arti. Sedangkan Emma menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tahu persis apa yang diinginkan Beatriz.Emma segera mengambil tasnya, lalu mengeluarkan sebuah kartu dan melemparkannya pada Beatriz. “Itu kan yang kamu mau? Sudah, sekarang berikan foto-foto itu, dan kamu bebas berbelanja sepuasmu.”Wajah Beatriz berbinar-binar mendengar kata belanja, dia memang sudah lama tidak bersenang-senang. Namun ia harus pergi jauh dari kota itu agar tidak ditangkap orang-oran
“Tuan, saya menemukan sesuatu di sini,” ujar Julio sambil menunjukan sebuah camera kepada Raul.“Apa itu, Julio?” tanya Raul sambil memperhatikan sebuah kamera yang dipegang asistennya, “Kamera? Apa itu kamera si pelaku?”“Benar, tuan. Saya berhasil merebut kamera si fotografer, namun dia berhasil kabur karena fokus kami adalah menyelamatkan Anda.”Julio segera menyerahkan kamera itu pada Raul, “Sepertinya mereka biasa mengambil foto-foto tidak senonoh, mungkin untuk diperjual belikan,” imbuhnya.Raul segera memeriksa foto-foto yang tersimpan di kamera itu, yang sebagian besar adalah foto-foto vulgar. Sudah bisa ditebak, fotografer itu adalah spesialisasi pengambil gambar-gambar porno.“Fokus pada scene terakhir, mereka belum banyak mengambil gambar tuan, baru ada beberapa gambar, dan di sana Anda bisa melihat sosok yang tadi Anda tanyakan. Sayangnya… Saya sangat panik melihat kondisi tuan sehingga tidak sempat menggeledah tempat itu. Padahal, perempuan itu bersembunyi di sana.”Julio
“Raul, bangun Raul…” panggil Elena pelan, “jangan membuat aku takut….”Suara Elena begitu lirih, nyaris tak terdengar. Air matanya mengalir tak terbendung, ia menempelkan kepalanya di atas dahi Raul, dan tanpa di sadarinya, air mata itu membasahi wajah Raul.Perlahan, bulu mata lelaki itu bergetar. Ia mendengar jelas isakan lirih di telinganya, dan juga merasakan wajahnya basah. Elena masih belum menyadari jika Raul telah sadar, hingga terdengar suara lelaki itu memanggilnya.“Elena…” panggil Raul dengan suara yang lemah. Elena segera mengangkat wajahnya dan menatap Raul.“Kamu sudah bangun, Raul.” Elena berkata sambil tersenyum.Raul menatap wajah cantik yang basah dengan air mata itu, perlahan ia mengangkat tangannya lalu menghapus sisa-sisa air mata di wajah Elena.“Jangan menangis, sayang. Aku sudah bersumpah tidak akan pernah meninggalkan kamu dan Juan.”“Apa yang sebenarnya terjadi, Raul. Kata Julio kamu dibius.”Raul menghela napas, ia menatap langit-langit kamar, dan berusaha
Dua orang pria memapah Raul yang sudah tidak sadarkan diri ke sebuah kamar, Raul di letakan di atas tempat tidur, seorang wanita sudah menunggu dengan senyum mengembang, di sampingnya berdiri pria lainnya dengan kamera menggantung di lehernya.“Kalian boleh ke luar,” perintah wanita itu. Kedua lelaki yang tadi membawa Raul pun meninggalkan kamar itu.Wanita berpakaian seksi itu mendekati Raul, perlahan ia duduk di sisi tempat tidur, mengusap wajah tampan yang tidak berdaya itu, lalu menciumnya.“Raul, akhirnya kamu jatuh ke pelukanku lagi… Sayang kali ini kamu tidak ingat apa-apa.” Beatriz memeluk tubuh Raul, “Kamu gak tahu Raul, aku sangat merindukanmu.”Perempuan itu terus menciumi Raul, namun sang fotografer menyadarkannya. “Nona, bisa dimulai sekarang?”Beatriz menghela napas, ia mengangguk, lalu mulai melepas jas Raul, kemudian perlahan-lahan membuka kancing kemejanya. Beatriz tertegun, ia menelan ludah melihat dada atletis pria di hadapannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Ia me
"Klien, baru?" tanya nyonya Victoria menimpali, Raul hanya mengangguk.“Kenapa malam-malam begini?”“Sebenarnya dari tadi sore, aku sudah minta Julio membatalkan pertemuan hari ini, tapi kata Julio ternyata mereka masih menunggu.” Raul menjelaskan sambil memeluk ibunya, “ya sudah mama sekarang tidur, ya. Aku juga mau istirahat.”Raul mencium pipi ibunya, lalu ibu dan anak itu pun masuk ke kamar masing-masing.Keesokan harinya, Raul beraktifitas seperti biasa. Sebelum ke kantor, ia singgah ke kediaman Rodriguez untuk melihat bayi kecilnya dan juga Elena tentunya. Bagi Raul keduanya sangat penting.“Buenos días Raul,” sapa Elena masuk ke ruang bayi, Raul sedang asik bercengkrama dengan Juan.“Buenos días, cariño.” Raul membalas dengan mesra, ia tersenyum manis yang membuat wajah tampannya semakin mempesona.“Ck, bisa gak sih nggak pake embel-embel sayang, lebay sekali.” Elena menggerutu sendiri, namun Raul terkekeh mendengarnya.“Sayang, mama puya-puya tuh…” goda Raul sambil berbicara d
“Oh, lalu apa yang harus saya lakukan, nyonya?” tanya perempuan itu merasa gugup, bagaimanapun dia tahu, Raul Mendez bukanlah pria yang mudah dihadapi. Meskipun dia sangat menginginkan lelaki tampan itu, dan tergila-gila padanya, namun sedapat mungkin dia ingin berlari menjauhinya, karena dia tidak ingin lagi berurusan dengan lelaki yang tak mengenal ampun padanya.“Hmm, kamu harus mendekati tuan Mendez lagi, rayu dia, bila perlu tidur dengannya, buat dia melupakan perempuan kampung itu. Aku akan memberikanmu bayaran yang tinggi.” Emma berkata sambil menghisap rokok dan mengepulkan asapnya.“Tidak, nyonya. Itu sulit dan tidak mungkin. Raul sangat membenci saya, rayuan apapun tidak akan mempan buatnya.”“Bodoh! Kalau cara biasa tidak bisa, pakai cara licik sedikit.” Emma mendengus kesal, kenapa perempuan-perempuan itu bodoh semua, sebelumnya Clara, sekarang Beatriz.“Nyonya, saya pernah memakai cara licik itu dulu, tapi Raul sangat marah, bukan hanya membalas saya dengan perlakuan yang
“Raul Mendez, semua ini gara-gara dia. Aku harus membuat perhitungan dengan lelaki itu!” Suara Emma bergetar menahan amarah, wajahnya merah padam. Ia mencengkram gelas dengan kuat sebelum meneguk isinya.“Lalu apa yang harus kita lakaukan, Emma?” tanya Clara sambil terisak.“Diamlah, Clara! Kenapa kamu terus menangis,” bentak Emma geram.“Kamu tidak akan mengerti, Emma. Karena kamu tidak pernah menjadi seorang ibu, kamu tidak akan pernah tahu bagaimana sedihnya berpisah dengan putranya sendiri.”“Ya, aku memang belum pernah jadi seorang ibu, lalu dengan tangisanmu itu, apa anakmu akan kembali?” sungut Emma kesal. “Pergi saja sana ke Paris, anakmu ada di sana!”“Bagaimana mungkin pergi ke sana? Aku sekarang sedang diburu polisi. Baru sampai bandara atau statsiun kereta saja pasti akan diringkus,” bantah Clara kesal. Ia menjadi menyesal karena mengikuti skenario Emma.“Ya makanya diam, bantu aku berpikir untuk membalas Elena dan Raul.”“Memangnya dengan kamu membalas dendam, masalahny