Note: *Sí : Ya *señora: nyonya *Cómo estás: Apa kabar? *cariño: sayang/ sweetheart/dear *Bien: baik
Elena tertegun mendengar pertanyaan yang dilontarkan bibi Inez, ia memang sudah menduga akan ditanya seperti itu, namun tak urung membuatnya terasa berat untuk menceritakan, karena mau tidak mau ia harus mengorek kembali luka di masa lalunya.Wanita itu menghela napas panjang sebelum akhirnya ia berkata, “Maafkan aku, Bi. Semua terjadi diluar rencana dan kuasaku.”Elena pun menceritakan mengenai pertemuannya dengan nenek Maria, salah seorang pelanggan di tempat dia bekerja. Siapa sangka, wanita kaya itu sangat menyukai Elena, dan meminta Elena menikahi cucunya.Suara Elena bergetar, manakala ia teringat bagaimana perlakuan orang-orang di kediaman Mendez padanya, bukannya keluarga Mendez saja, tetapi juga para pelayan di sana memperlakukannya dengan buruk.“Jadi, mereka memperlakukanmu seperti budak?” tanya Bibi Inez geram, Elena terdiam tak bisa berkata-kata. “Elena, bukankah nyonya Maria Mendez sangat menyayangimu? Mengapa kamu tidak mengadu padanya atas perlakuan mereka padamu di b
“Apa ini, Bi?” tanya Elena sambil menatap bibi Inez.“Bukalah Elena, nanti kamu akan tahu,” sahutt bibi Inez. Elena pun segera membuka amplop itu dan mengeluarkan isinya. Wanita itu terperanjat setelah membuka lipatan surat itu. Seketika ia menatap sang bibi yang dibalas anggukan kepala bibi Inez sebagai responnya.Elena melanjutkan membaca isi surat itu, tiba-tiba mata wanita itu berkaca-kaca, tanpa sadar Elena mendekap surat itu sambil bergumam lirih.“Nenek Maria….”“Ya Elena, nenek Maria sangat sayang padamu, dia juga sangat mengkhawatirkanmu setelah kepergiannya kelak, makanya diam-diam dia menulis surat wasiat itu untukmu.”Bibi Inez mengomentari mengenai surat wasiat yang sedang dipegang oleh keponakannya. Elena hanya terdiam, ingatannya kembali mengembara pada masa-masa dimana nenek Maria masih hidup, dia sendiri juga sangat menyayangi sang nenek yang sudah dianggapnya seperti neneknya sendiri.Tiba-tiba Elena menoleh pada bibi Inez dan menatap wanita paruh baya itu dengan bing
“A-Anda…” Chavela tersentak manakala kursi besar itu berputar, seorang wanita cantik duduk dengan anggun dan berwibawa, lalu menyapanya sambil tersenyum manis.Chavela mematung, seakan tidak percaya dengan penglihatannya. Ia kembali mengedarkan tatapannya ke sekeliling ruangan itu, bukankah ini ruangan sang direktur. Tapi…“Apa kabar sweetheart,” sapa wanita itu memecahkan kebingungan Chavela. Perlahan ia membuka kaca mata hitam yang menutupi separuh wajahnya. Refleks Chavela menutup mulut dengan kedua tangannya.“E-Elena… Be-benarkah kamu Elena…?” tanya Chavela takjub. Wanita itu tersenyum seraya berdiri lalu merentangkan kedua tangannya.“Vela, sayang. Adikku….”Spontan Chavela berdiri lalu bergegas memeluk sosok yang sangat dirindukannya, tangis keduanya pun tak bisa terbendung lagi.“Elena mengapa kamu ada di ruangan ini? Dan mengapa kamu nggak pernah memberi kabar? Apa kamu sudah melupakan aku, Elena?”Chavela meracau sambil terisak, pertanyaan-demi pertanyaan terlontar bertubi-t
Tanpa disadari oleh Mia dan Chavela, diam-diam seseorang memperhatikan keduanya dengan tatapan yang rumit dan penuh tanda tanya.Mia segera membuka pintu dan mempersilahkan Chavela untuk masuk.“Silahkan Nona, ini ruangan Anda. Jika membutuhkan sesuatu jangan sungkan untuk memanggil saya.”“Terima kasih, Mia.” Chavela menjawab ramah. Gadis itu mengedarkan tatapannya ke sekeliling ruangan. Kamar itu cukup besar dengan perabot yang serba lux. Ada meja belajar, rak buku, lemari besar, meja hias dan pastinya tempat tidur besar dan nyaman, juga kamar mandi yang mewah.Chavela segera melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur besar itu, terasa sangat empuk dan menyenangkan. Kamar ini jauh lebih nyaman dari kamarnya di kampung. Chavela tersenyum sendiri, kenapa harus dibandingkan, meskipun tak seluas kamar ini, tapi kamarnya di kampung tentu lebih berarti lagi, karena di kamar itu ada kenangan tentang masa kecilnya yang bahagia bersama kedua orang tuanya dan juga kakaknya.Chavela mendekati
“Ternyata, dia adiknya nyonya kampung itu, pasti dia juga dari kampung, pantas barbar,” gumam Dona pelan, tatapannya tajam, tak lepas dari Chavela yang berjalan di samping Mia. “Ini tidak boleh dibiarkan, lama-lama orang sekampungnya dibawa semua ke mari, harus segera dilaporkan,” gerutunya.Sedangkan Chavela dan Mia telah tiba di ruang cuci, Mia meminta Chavela menunggu di luar, wanita itu segera masuk ke dalam. Tidak lama kemudian Mia keluar bersama seorang gadis dengan pakaian khusus.“Oh, Vela?” tanya Bellen terkejut.“Hola, Bellen!” teriak Chavela gembira, ia segera memeluk Bellen, Chavela tidak bisa lagi menyembunyikan kegembiraannya.“Wah Vela, maaf, aku belum sempat bicara pada Mia dan nyonya, karena kemarin beliau pergi berlibur ke luar kota, ternyata hari ini kamu langsung melamar.”Bellen masih berpikir kalau Chavela datang ke situ untuk bekerja, ia merasa menyesal karena Chavela harus datang sendiri melamar pekerjaan.“Ah lupakan soal itu Bellen, aku ada kabar penting,” sah
“Ah sial! Apa lagi yang dilakukan perempuan kampung itu!” gerutu Emma kesal, dia baru saja menerima laporan dari Dona yang mengganggu ketenangannya.“Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus turun tangan mengusir perempuan kampung itu!” Emma bersungut-sungut dengan kemarahan di wajahnya. Ia menyimpan ponselnya dan bergegas kembali ke apartmennya.Sementara itu di kediaman Mendez, Raul masih belum menyerah mencari Elena. Entah mengapa pria itu merasakan cintanya kepada Elena semakin dalam. Ia juga sangat yakin jika Elena masih ada di kota itu. Sedangkan pernikahannya dengan Beatriz semakin kacau.Semenjak mendapatkan berbagai manipulasi dari Beatriz, Raul menjadi sangat berhati-hati. Lelaki itu tidak pernah lagi mau makan di rumah, bahkan saat pulang pun selalu diantar sang asisten hingga ke kamar, lalu mengunci pintu.Apalagi setelah mendengar laporan dari sang mama apa yang diucapkan Beatriz pada Chavela dan Miguel, lelaki itu menjadi sangat membenci Beatriz. Perlakuannya pada Beatriz men
“Akhiri saja semua ini, Raul.” jawab nyonya victoria, wajahnya nampak lelah dan tak berdaya.“Maksud Mama bagaimana?” tanya Raul masih dengan tatapan penasaran.“Yang pertama mengenai pernikahanmu dengan Beatriz,” sahut nyonya Victoria.“Maksudnya Mama ingin aku menceraikan wanita itu?” desak Raul, nyonya Victoria mengangguk. “Kenapa, Ma? Bukankah dulu mama sangat ingin aku menikah dengan perempuan itu? Hingga mama menyuruhku menceraikan Elena?”Raul bertanya sarkas, menyindir sikap ibunya di masa lalu. Bagaimana pun, ibunya mempunyai andil besar terhadap perceraiannya dengan Elena. Nyonya Victoria tertunduk sedih, kini wanita itu menyadari semua kebodohannya di masa lalu.“Maafkan mama, Raul. Dulu mama dibutakan dengan sikap manis dan lugu Beatriz. Mama berpikir dengan menikahnya kamu dan Beatriz hubungan persaudaraan keluarga besar kita akan semakin kuat. Tapi ternyata mama salah….”“Sekarang mama tahu kan bedanya emas murni dengan emas palsu? Emas murni akan tetap berkilau sampai
“Elena, semua ini gara-gara perempuan sialan itu! Aku harus mencarinya untuk membalaskan dendamku ini!” Beatriz bergumam dengan penuh kemarahan, ia segera melangkah meninggalkan kediaman Mendez.Sementara itu, di kediaman Rodriguez, Chavela mendapatkan hadiah dari sang kakak ipar. Diego membelikan Chavela sebuah mobil agar gadis itu bisa menggunakannya untuk alat transportasinya ke kampus.Semula Chavela menolak, namun Diego berkeras supaya Chavela tidak ketinggalan ke kampus, karena jarak kediaman Rodriguez dengan kampusnya cukup jauh. Elena pun membujuk sang adik agar menerimanya, Akhirnya Chavela menerima, tidak lupa dia selalu mengajak Bellen bersama.“Yeah, akhirnya sampe rumah juga ya Bellen, kelas terakhir tadi benar-benar membosankan,” sungut Chavela sambil turun dari mobil barunya.“Habis kamu kepikiran sang pangeran terus sih, Vela. Sudah gak sabar pengen ketemu, jadinya gak fokus sama pelajaran,” goda Bellen, keduanya pun tertawa. Namun mereka terdiam ketika tiba-tiba terde