Lina duduk di mejanya, matanya sesekali melirik ke arah Klein yang sedang berbicara dengan beberapa rekan kerjanya. Entah mengapa, hari ini Klein terlihat berbeda di matanya. Mungkin karena kejadian tadi, atau mungkin karena ia baru menyadarinya, tapi Klein ternyata cukup ... tampan.Jantungnya berdebar kencang setiap kali melihat ekspresi tenang di wajah pria itu. Klein jarang tersenyum, tapi justru itu yang membuatnya semakin misterius dan menarik.'Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya selama ini?' batin Lina, pipinya merona merah. Ya, wajahnya memang tidak sempurna. Ada beberapa kekurangan di sana-sini, tapi justru itu yang membuatnya terlihat unik. Dibandingkan dengan kebaikan hatinya, kekurangan fisik itu tidak ada artinya sama sekali.Lina masih ingat jelas bagaimana Klein dengan berani melangkah maju untuk menolongnya, sementara yang lain hanya berdiri diam menonton. Keberanian dan ketenangan Klein membuat hatinya tersentuh.Rambut pirang Lina yang dikuncir satu bergoyang
Sinar lembut dari chandelier kristal memantul di dinding marmer putih Paviliun Moon Lake, menciptakan atmosfer mewah namun hangat. Ketika Olivia, Sarah, dan Lina memasuki ruang makan, mereka seketika terpana oleh kemegahan di hadapan mereka. Namun, pemandangan yang paling mengejutkan adalah sosok Klein yang biasanya dingin dan misterius, kini tersenyum lembut pada dua gadis kecil identik yang berlari ke arahnya."Kak Klein!" seru keduanya bersamaan, memeluk kaki Klein dengan erat.Klein, dengan kelembutan yang jarang terlihat, mengusap kepala kedua gadis itu. Matanya, yang biasanya tajam dan waspada, kini melembut penuh kasih sayang. Olivia, Sarah, dan Lina terpaku, seolah menyaksikan metamorfosis dari es menjadi kehangatan musim semi."Bella, Ella, ayo perkenalkan diri kalian pada tamu kita," ujar Klein, suaranya lembut namun tetap mengandung ketegasan yang familiar.Kedua gadis kecil itu melepaskan pelukan mereka da
"Victor? Ada apa malam-malam begini?" tanya Klein, sedikit waspada. Meski Victor telah menunjukkan keramahan, Klein tetap berhati-hati. Apalagi, dia adalah Kakak Damien Downey. Meski sikap yang dia tunjukkan padanya kemarin cukup baik, tapi siapa tahu itu hanya topeng."Maaf mengganggu malammu, Klein." Victor tersenyum ramah. "Aku hanya ingin memberikan sesuatu sebelum berangkat ke luar negeri besok pagi."Klein mempersilakan Victor masuk dan memperkenalkannya pada ketiga temannya. Olivia, Sarah, dan Lina terkejut bukan main saat mengetahui bahwa Victor adalah putra pertama Wali Kota Zephir."S-senang bertemu dengan Anda, Tuan Downey," ujar Olivia, berusaha menyembunyikan keterkejutannya.Victor tersenyum ramah. "Panggil saja Victor. Senang bertemu dengan Nona-Nona cantik seperti kalian."Lina, yang masih terkejut, berbisik pada Sarah. "Bagaimana bisa Klein mengenal putra Wali Kota? Siapa sebenarnya dia?"
Klein menutup telepon, wajahnya tetap tenang meski ada kilatan emosi yang berkecamuk di matanya. Ia berpaling pada teman-temannya yang masih asyik berbincang, suara tawa Bella dan Ella terdengar dari ruang sebelah."Maaf mengganggu makan malam ini," ujar Klein dengan nada datar. "Tapi aku harus segera ke rumah sakit. Chester baru saja sadar."Olivia, Sarah, dan Lina serentak menghentikan percakapan mereka, mata mereka melebar kaget."Chester sadar?" Olivia yang pertama kali bereaksi. "Itu kabar baik, Klein!"Sarah mengangguk setuju. "Benar! Kita harus segera menjenguknya.""Tunggu," Klein mengangkat tangannya, menghentikan antusiasme mereka. "Ada sesuatu yang perlu kalian tahu sebelum kita pergi."Ketiga wanita itu menatap Klein dengan penuh tanya. Klein menghela napas pelan sebelum melanjutkan."Aku mencurigai bahwa kecelakaan Chester bukanlah kecelakaan biasa," ujarnya dengan nada serius. "Ada kemungkinan Felix terlibat dalam insiden ini."Lina terkesiap. "Felix? Tapi kenapa?"Klei
"Apa yang terjadi?" tanya Olivia, wajahnya tampak cemas.Klein bergegas menuju pintu, diikuti oleh Olivia, Sarah, dan Lina. Begitu membuka pintu, mereka melihat Felix sedang bersitegang dengan dua penjaga berjas abu-abu."Biarkan aku masuk!" bentak Felix, berusaha melewati kedua penjaga yang menghalanginya."Maaf, Tuan. Kami tidak bisa membiarkan Anda masuk tanpa izin," jawab salah satu penjaga dengan tegas.Klein melangkah keluar. "Ada apa ini?"Felix menoleh, matanya menyipit penuh kebencian saat melihat Klein. "Kau! Apa yang kau lakukan di sini?""Aku yang seharusnya bertanya padamu, Felix," balas Klein dengan tenang. "Apa urusanmu dengan Chester?"Felix mendengus. "Bukan urusanmu."Klein menatap Felix sejenak sebelum berpaling pada teman-temannya yang masih berdiri di ambang pintu."Olivia, Sarah, Lina," ujar Klein dengan nada tenang. "Bisakah kalian kembali ke dalam? Aku perlu berbicara empat mata
Felix berjalan gontai memasuki apartemennya yang gelap. Tangannya gemetar saat menyalakan lampu, bayangan-bayangan menari di dinding seolah mengejek kebimbangannya. Ia melemparkan jas mahalnya ke sofa dan berjalan gontai menuju mini bar. Tangannya gemetar saat menuangkan whisky ke dalam gelas kristal."Sial!" umpatnya, meneguk minuman itu dalam sekali tenggak.Pembicaraannya dengan Klein terus berputar dalam benaknya. Bagaimana mungkin Rudy, orang yang selama ini ia anggap sebagai patron, berniat menyingkirkannya? Felix memejamkan mata, teringat akan hari pertamanya bekerja untuk Rudy. Saat itu, ia hanyalah seorang lulusan universitas biasa yang beruntung mendapat kesempatan bekerja di Heaven Group. Rudy yang saat itu baru menjabat sebagai General Manajer, melihat potensinya dan mengambilnya di bawah sayap perlindungannya."Kau punya bakat, Felix," Rudy pernah berkata padanya. "Tunduklah padaku, dan aku akan membawamu pada kesuksesan."Dan Rudy memang menepati janjinya. Dalam wakt
Zephir Wonderland adalah taman hiburan terbesar di kota Zephir. Terkenal dengan wahana-wahana ekstremnya dan area tematik yang memukau, taman hiburan ini selalu menjadi tujuan favorit keluarga dan anak muda di akhir pekan. Sepanjang perjalanan ke Zephir Wonderland, Bella dan Ella tidak henti-hentinya berceloteh tentang wahana apa saja yang ingin mereka naiki. Klein mendengarkan dengan sabar, sesekali tersenyum atau mengangguk. "Kak Klein, apa kita bisa naik roller coaster?" tanya Bella dengan mata berbinar. Klein tersenyum. "Tentu saja, tapi kita harus memastikan kalian cukup tinggi untuk naik, ya?" "Aku ingin masuk ke rumah hantu!" seru Ella bersemangat. "Eh? Tapi bukankah kau takut hantu, Ella?" goda Bella. Ella cemberut. "Aku tidak takut! Aku kan pemberani!" Klein tertawa kecil melihat perdebatan kecil mereka. "Sudah, sudah. Kita akan mencoba semua wahana yang kalian mau, asalkan kalian memenuhi syaratnya, oke?" "Oke, Kak!" jawab Bella dan Ella bersamaan. Setibanya di Z
Ella menabrak seorang pria muda yang sedang berjalan dengan seorang wanita cantik. Es krim di tangan Ella tumpah, menodai pakaian pria tersebut. "Ah, maafkan adik saya," Klein segera menghampiri, mengeluarkan sapu tangan untuk membersihkan noda es krim di pakaian pria itu. Pria muda itu, dengan rambut pirang dan wajah yang tampan namun angkuh, menatap Klein dengan jijik. "Hei, apa-apaan ini?! Lihat apa yang sudah dilakukan anak bodoh ini! Klein merasakan amarahnya mulai memuncak mendengar Ella disebut 'anak bodoh', tapi ia berusaha menahan diri. "Sekali lagi, saya minta maaf. Saya akan mengganti biaya laundry-nya." Pria itu mendengus kasar. "Laundry? Kau pikir noda ini bisa hilang begitu saja? Ini pakaian limited edition Gucci! Harganya 500 juta!" Keributan ini mulai menarik perhatian pengunjung lain. Beberapa orang berhenti dan mulai memperhatikan, bisik-bisik pelan mulai terdengar. "Hei, lihat itu. Bukankah itu putra pemilik taman hiburan ini? Apa yang terjadi?" bisik seorang
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte