Klein menoleh ke arah suara-suara itu, matanya menyipit saat mengenali wajah-wajah familiar dari kantornya. Ekspresinya tetap tenang, seolah keributan di sekitarnya hanyalah angin lalu.Ia bisa merasakan Bella dan Ella yang bersembunyi di belakangnya, ketakutan dengan situasi yang tiba-tiba menjadi tegang."Astaga, benar itu dia!" Lisa berseru, suaranya campuran antara terkejut dan mengejek. "Apa yang kau lakukan di sini, Klein? Tersesat?"Jack tertawa keras. "Atau mungkin dia sedang mencari pekerjaan sampingan sebagai tukang kebun? Hei Klein, rumahku butuh sedikit perawatan. Mau kubayar lima ribu per jam?"Bisik-bisik mulai terdengar di antara tamu pesta. Beberapa menatap Klein dengan pandangan jijik, seolah kehadirannya telah mencemari kemewahan pesta mereka.Klein tetap tenang, wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun. Ia menatap Jack dan Lisa sesaat tanpa berkata apa-apa, dan kemudian mengalihkan perhatiannya kembali pada pria berbadan kekar itu."Hei, jawab kami, buruk rupa! Jang
Victor Downey melangkah masuk ke area pesta dengan aura yang menegangkan udara di sekitarnya. Putra pertama Robert Downey, Wali Kota Zephir, ini terkenal sebagai pria jenius dalam hal politik dan selalu bersikap dingin. Banyak orang percaya, dia akan mewarisi mantel Wali Kota Zephir di masa depan."Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Victor dengan nada dingin. Matanya yang tajam menusuk Damien, membuat beberapa tamu di sekitar mereka mundur selangkah.Klein berdiri tenang di tengah kekacauan, wajahnya tak menunjukkan emosi apa pun. Namun, tangannya yang berada di pundak Bella dan Ella sedikit mengerat, seolah berusaha menenangkan kedua gadis kecil itu tanpa kata-kata.Damien terlihat gugup, namun ia segera mengubah ekspresinya, berusaha tampak heroik. "Kakak, ada gembel yang mencoba menyusup ke pesta kita. Dan aku curiga," ia menunjuk Bella dan Ella, "gadis-gadis kecil ini adalah anak-anak yang diculiknya. Aku hanya ingin menyelamatkan mereka."Jack, melihat kesempatan untuk menjila
Pagi itu, Klein duduk di ruang tamu Paviliun Moon Lake, memandangi Bella dan Ella yang sedang asyik menonton kartun di televisi layar datar berukuran besar. Senyum tipis tersungging di bibirnya melihat kepolosan kedua gadis kecil itu."Bibi Helda," panggil Klein pada wanita paruh baya yang baru saja masuk ke ruangan. "Ada yang ingin kubicarakan."Helda mengangguk dan mendekat. "Ada apa, Tuan Muda?"Klein menatap Bella dan Ella sejenak sebelum kembali pada Helda. "Tolong urus dokumen sekolah untuk Bella dan Ella. Aku ingin menyekolahkan mereka sebelum kami pindah ke Riverdale."“Tuan Muda akan membawa mereka juga ke Riverdale?” tanya Bibi Helda terkejut.Klein mengangguk. “Aku ingin mengadopsi mereka menjadi adikku. Aku yakin Kakek akan senang memiliki cucu perempuan seperti mereka,” senyumnya."Baik, Tuan Muda. Tapi ... apakah mereka pernah bersekolah sebelumnya?" tanya Helda hati-hati.Klein menggeleng pelan. "Sayangnya tidak. Aku dengar, mereka hanya diajari baca tulis dan berhitun
Jack mengangkat alisnya, ekspresinya campuran antara geli dan meremehkan. "Bertaruh? Kau serius, Klein?"Klein mengangguk, wajahnya tetap tanpa ekspresi. "Jika aku berhasil menjual semua alat medis itu dan menutupi selisih yang dibuat Rudy, kalian berdua harus berlutut di depanku, di hadapan semua orang di kantor ini."Lisa tertawa mengejek, suaranya melengking tinggi. "Dan jika kau gagal? Apa yang akan kau lakukan, buruk rupa?""Maka aku yang akan berlutut di depan kalian," jawab Klein tanpa ragu. Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Bahkan aku akan memanggil kalian Ayah dan Ibu."Tawa Jack dan Lisa meledak, diikuti oleh beberapa karyawan lain yang mendengarkan. Mereka tidak percaya Klein berani mengambil risiko sebesar itu.Jack dan Lisa saling pandang, senyum licik terpampang di wajah keduanya. "Baiklah, kami terima taruhanmu, buruk rupa!" seru Jack. "Tapi ingat, kau hanya punya waktu sampai jam 3 sore. Itu batas waktu penyetoran ke
Felix mengepalkan tangannya erat, berusaha menahan amarah yang bergejolak di dadanya. Laporan dari bawahannya baru saja mengonfirmasi keberhasilan Klein dalam menolong Lina dari masalah finansial yang seharusnya menghancurkan karir wanita itu."Sial!" umpatnya pelan, mengingat perintah Rudy untuk menyingkirkan Lina. Wanita itu terlalu sering melawan ketika Rudy meminta 'sedikit uang' dari kas perusahaan. Bagi Rudy, uang Heaven Group adalah miliknya juga, mengingat keluarganyalah pemilik perusahaan tersebut.Dengan langkah berat, Felix memasuki ruang pertemuan tempat Rudy sedang menjamu tamu penting mereka, Luther Brownbear. Pria paruh baya itu dikenal sebagai pembeli tetap alat kesehatan, terutama peralatan operasi, dari Heaven Group."Maaf mengganggu, Pak Rudy," ujar Felix sopan. "Ada hal penting yang perlu saya laporkan."Rudy mengangguk, mempersilakan Felix untuk mendekat. Dengan suara rendah, Felix melaporkan kejadian hari ini, termasuk bagaimana Klein berhasil menjual semua
Lina duduk di mejanya, matanya sesekali melirik ke arah Klein yang sedang berbicara dengan beberapa rekan kerjanya. Entah mengapa, hari ini Klein terlihat berbeda di matanya. Mungkin karena kejadian tadi, atau mungkin karena ia baru menyadarinya, tapi Klein ternyata cukup ... tampan.Jantungnya berdebar kencang setiap kali melihat ekspresi tenang di wajah pria itu. Klein jarang tersenyum, tapi justru itu yang membuatnya semakin misterius dan menarik.'Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya selama ini?' batin Lina, pipinya merona merah. Ya, wajahnya memang tidak sempurna. Ada beberapa kekurangan di sana-sini, tapi justru itu yang membuatnya terlihat unik. Dibandingkan dengan kebaikan hatinya, kekurangan fisik itu tidak ada artinya sama sekali.Lina masih ingat jelas bagaimana Klein dengan berani melangkah maju untuk menolongnya, sementara yang lain hanya berdiri diam menonton. Keberanian dan ketenangan Klein membuat hatinya tersentuh.Rambut pirang Lina yang dikuncir satu bergoyang
Sinar lembut dari chandelier kristal memantul di dinding marmer putih Paviliun Moon Lake, menciptakan atmosfer mewah namun hangat. Ketika Olivia, Sarah, dan Lina memasuki ruang makan, mereka seketika terpana oleh kemegahan di hadapan mereka. Namun, pemandangan yang paling mengejutkan adalah sosok Klein yang biasanya dingin dan misterius, kini tersenyum lembut pada dua gadis kecil identik yang berlari ke arahnya."Kak Klein!" seru keduanya bersamaan, memeluk kaki Klein dengan erat.Klein, dengan kelembutan yang jarang terlihat, mengusap kepala kedua gadis itu. Matanya, yang biasanya tajam dan waspada, kini melembut penuh kasih sayang. Olivia, Sarah, dan Lina terpaku, seolah menyaksikan metamorfosis dari es menjadi kehangatan musim semi."Bella, Ella, ayo perkenalkan diri kalian pada tamu kita," ujar Klein, suaranya lembut namun tetap mengandung ketegasan yang familiar.Kedua gadis kecil itu melepaskan pelukan mereka da
"Victor? Ada apa malam-malam begini?" tanya Klein, sedikit waspada. Meski Victor telah menunjukkan keramahan, Klein tetap berhati-hati. Apalagi, dia adalah Kakak Damien Downey. Meski sikap yang dia tunjukkan padanya kemarin cukup baik, tapi siapa tahu itu hanya topeng."Maaf mengganggu malammu, Klein." Victor tersenyum ramah. "Aku hanya ingin memberikan sesuatu sebelum berangkat ke luar negeri besok pagi."Klein mempersilakan Victor masuk dan memperkenalkannya pada ketiga temannya. Olivia, Sarah, dan Lina terkejut bukan main saat mengetahui bahwa Victor adalah putra pertama Wali Kota Zephir."S-senang bertemu dengan Anda, Tuan Downey," ujar Olivia, berusaha menyembunyikan keterkejutannya.Victor tersenyum ramah. "Panggil saja Victor. Senang bertemu dengan Nona-Nona cantik seperti kalian."Lina, yang masih terkejut, berbisik pada Sarah. "Bagaimana bisa Klein mengenal putra Wali Kota? Siapa sebenarnya dia?"