Pagi itu, Klein melangkah mantap memasuki kediaman keluarga Lee. Wajahnya tetap tenang, namun ada kilatan determinasi di matanya yang tajam.Ia telah mempersiapkan diri untuk pembicaraan penting ini dengan Elisia Lee.Elisia menyambut Klein di ruang tamu dengan ekspresi yang sulit dibaca. Wanita paruh baya itu masih terlihat anggun dalam balutan gaun sutra berwarna pastel, namun kerutan di dahinya menunjukkan kekhawatiran yang ia coba sembunyikan."Selamat pagi, Nyonya Lee," sapa Klein sopan, membungkuk sedikit. "Terima kasih telah bersedia menemui saya hari ini."Elisia mengangguk kaku. "Selamat pagi, Klein. Silakan duduk."Mereka duduk berhadapan, atmosfer tegang menyelimuti ruangan itu. Klein menatap lurus ke mata El
Cornelius terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku sudah berjanji akan mengajarimu setelah kontesmu dengan Richard selesai. Jadi, aku akan mengajarimu." "Namun, sebelum itu, aku ingin bertanya padamu, Klein." Cornelius menatap Klein serius. "Teknik ini... tidak mudah dipelajari. Bahkan bisa dibilang sangat berbahaya. Apa kau yakin akan tetap mempelajarinya?" Klein mengangguk mantap. "Aku yakin, Kek. Aku harus menjadi lebih kuat. Untuk melindungi orang-orang yang kusayangi, dan untuk menghadapi ancaman yang mungkin datang di masa depan." Cornelius menghela napas panjang. Ia bisa melihat tekad yang kuat di mata cucunya. "Baiklah. Tapi aku harus memperingatkanmu, Klein. Fase pertama Teknik Matahari Surgawi sangatlah menyakitkan. Kau harus bermeditasi di bawah terik matahari untuk menyerap energi Qi matahari secara langsung." Klein mengangguk. "Aku siap, Kek." "Baiklah," ujar Cornelius, bangkit dari kursinya. "Ikuti aku." Mereka berjalan ke area terbuka di taman belakang. Cornelius berhen
Cornelius, melihat situasi yang semakin berbahaya, segera bertindak. Dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa, ia melesat ke arah Klein. Tangannya yang diselimuti energi keemasan langsung menyentuh beberapa titik akupuntur di tubuh cucunya."Tenang, Klein," ujar Cornelius dengan suara tegas namun menenangkan. "Lepaskan energinya. Biarkan mengalir keluar."Klein, meski dalam keadaan setengah sadar karena rasa sakit, berusaha mengikuti instruksi kakeknya. Ia membayangkan energi yang membakar tubuhnya sebagai air panas yang harus ia keluarkan.Perlahan tapi pasti, energi itu mulai mengalir keluar dari tubuhnya, menciptakan uap panas yang menyelimuti area di sekitar mereka.Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, Klein akhirnya berhasil mengeluarkan sebagian besar energi yang tidak stabil dari tubuhnya. Ia terjatuh lemas ke tanah, napasnya tersengal-sengal. Kulitnya yang tadi memerah kini tampak pucat dan berkeringat dingin.Meski kemampuan regenerasi Klein telah beke
Fajar baru saja menyingsing ketika Klein membuka matanya. Ia mengerjap pelan, mencoba menggerakkan tubuhnya yang masih terasa kaku dan nyeri. Meski kemampuan regenerasinya telah bekerja sepanjang malam, sisa-sisa kegagalan dalam menguasai Teknik Matahari Surgawi masih terasa jelas. Klein bangkit perlahan, merasakan setiap sendi dan ototnya protes akan gerakan mendadak. Ia menatap ke luar jendela, mengamati taman Paviliun Lionheart yang mulai diterangi cahaya matahari pagi. Tempat yang kemarin menjadi saksi bisu kegagalannya kini tampak damai, seolah mengejek usahanya yang sia-sia. Suara ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatian Klein. "Masuk," ujarnya dengan suara datar. Helda melangkah masuk, membawa nampan berisi sarapan yang tampak lezat dan bergizi. "Selamat pagi, Tuan Muda. Tuan Besar Cornelius meminta saya membawakan sarapan khusus untuk Anda. Beliau mengatakan Anda akan membutuhkan banyak energi hari ini." Helda membungkuk sopan sebelum meninggalkan ruangan, meningg
Klein terdiam, menunggu kakeknya melanjutkan. Suasana di ruang kerja Cornelius terasa berat, seolah udara di sekitar mereka telah berubah menjadi timah."Mereka dibunuh, Klein," ujar Cornelius akhirnya, suaranya berat oleh kesedihan dan penyesalan yang mendalam. "Ayah dan ibumu tidak meninggal karena kecelakaan seperti yang selama ini kau ketahui."Kata-kata itu bagaikan petir di siang bolong bagi Klein. Ia merasakan dunianya seolah berhenti berputar, setiap detik terasa seperti keabadian. Namun, sebagai seorang Lionheart, ia tetap mempertahankan ekspresi tenangnya. Hanya matanya yang menyiratkan gejolak emosi di dalam dirinya."Dibunuh?" tanya Klein, suaranya tetap terkontrol meski ada sedikit getaran di dalamnya. "Oleh siapa? Mengapa?"Cornelius bangkit dari kursinya, berjalan ke arah jendela. Ia menatap ke kegelapan malam di luar, seolah mencari kekuatan untuk menceritakan kebenaran yang selama ini ia sembunyikan."Oleh orang-orang yang menginginkan kalung giok naga yang kau miliki
Matahari baru saja terbit di atas Pulau Aurora, sebuah pulau terpencil yang telah disulap menjadi arena survival paling ambisius dalam sejarah pertelevisian Nexopolis. Cahaya keemasan memantul di permukaan laut yang tenang, menciptakan pemandangan yang memukau. Namun, ketenangan itu segera terpecah oleh deru mesin helikopter dan kapal yang membawa ratusan peserta, kru TV, dan tim keamanan. Di sebuah ruang kontrol yang terletak di puncak bukit tertinggi pulau, Klein Lionheart berdiri dengan tenang, matanya yang tajam mengamati layar-layar monitor yang menampilkan berbagai sudut pulau. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan kepuasan di matanya melihat semua persiapan yang telah ia lakukan selama berbulan-bulan akhirnya terwujud. "Tuan Muda," panggil CEO Lex yang baru saja memasuki ruangan. "Semua persiapan sudah selesai. Kita siap untuk memulai acara kapan saja." Klein mengangguk singkat. "Bagus. Bagaimana dengan keamanan?" "Tim dari Sentinel Prime Security sudah dala
mLedakan dahsyat yang mengguncang Pulau Aurora tidak hanya mengejutkan para peserta dan kru "Be The One", tetapi juga menggegerkan seluruh dunia yang sedang menonton. Dalam hitungan detik setelah koneksi terputus, media sosial meledak dengan spekulasi dan kekhawatiran. Di ruang keluarga Paviliun Lionheart, Cornelius Lionheart duduk tegang di depan layar televisi besar. Matanya yang biasanya tenang kini dipenuhi kekhawatiran. Di sampingnya, Helda berdiri dengan wajah pucat, tangannya gemetar memegang tablet yang menampilkan berbagai feed media sosial. "Tuan Besar," ujar Helda dengan suara bergetar, "situasinya semakin kacau. Lihat ini." Cornelius mengalihkan pandangannya ke tablet Helda. Hashtag #BeTheOneExplosion dan #AuroraIslandDisaster menjadi trending topic nomor satu di seluruh platform media sosial. @SurvivalFanatic: "OMG! Apa yang baru saja terjadi di #BeTheOne? Apakah itu ledakan sungguhan atau hanya bagian dari acara?" @ConspiracyHunter: "Ini pasti sabotase! Siapa yan
Langit di atas Pulau Aurora menggelap dengan cepat, awan-awan hitam pekat bergulung-gulung mengancam di horizon. Angin kencang meraung-raung, menerbangkan dedaunan dan puing-puing kecil dengan kekuatan yang mengerikan. Suara gemuruh petir menggelegar, seolah-olah langit hendak runtuh menimpa pulau malang di bawahnya. Di pusat komando darurat yang telah didirikan di tengah pulau, Klein Lionheart berdiri dengan tenang, kontras dengan kekacauan di sekelilingnya. Matanya yang tajam mengamati peta digital pulau yang terpampang di layar besar di hadapannya. Lima titik merah berkedip di berbagai lokasi di pulau, menandakan posisi bom yang harus ia temukan dan jinakkan dalam waktu kurang dari 24 jam. "Bagaimana perkembangannya?" tanya Charles Steele, yang baru saja memasuki ruangan. Wajahnya yang biasanya tenang kini dipenuhi gurat-gurat kekhawatiran yang dalam. Klein menoleh sekilas, ekspresinya tetap datar meski situasi semakin genting. "Tim pencari belum menemukan lokasi pasti bo
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte