Di kantor pusat TeckTock, suasana mencekam menyelimuti ruang rapat. Para pemegang saham duduk dengan wajah tegang, membahas nilai saham perusahaan yang anjlok drastis.
Layar besar di dinding menampilkan grafik yang menukik tajam ke bawah, menggambarkan kehancuran nilai perusahaan dalam hitungan jam.
"Ini bencana!" seru Jonathan, salah satu pemegang saham senior. Pria paruh baya itu menggebrak meja, membuat cangkir kopi di depannya bergetar. "Kita kehilangan lebih dari 30% nilai saham hanya dalam semalam! Jika ini terus berlanjut, TeckTock akan hancur dalam hitungan hari!"
Tom Sullivan, CEO TeckTock, menghela napas berat. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini tampak lelah dan pucat. "Tenang, Jonathan. Kita sedang berusaha mengatasi situasi ini. Tim PR kita sedang bekerja keras untuk meredakan amarah pu
Berita tentang akuisisi TeckTock oleh Lionheart Group menyebar seperti api di padang rumput kering. Dalam hitungan jam, seluruh dunia maya heboh membicarakan peristiwa ini. Hashtag #LionheartSavesTeckTock dan #NewEraTeckTock menjadi trending topic di berbagai platform media sosial. Komentar-komentar bermunculan, kebanyakan memuji langkah berani Lionheart Group: @TechEnthusiast: "Wow, Lionheart Group benar-benar mengejutkan! Mereka tidak hanya menyelamatkan TeckTock, tapi juga memberikan harapan baru bagi para kreator konten. #LionheartSavesTeckTock" @BusinessAnalyst: "Langkah cerdas dari Lionheart. Mereka mendapatkan platform populer dengan harga murah dan sekaligus memperbaiki reputasinya. Win-win solution! #NewEraTeckTock" @SocialMediaExpert: "Dengan Lionheart di belakangnya, TeckTock bisa menjadi pesaing serius bagi platform lain. Saya tidak sabar melihat inovasi apa yang akan mereka bawa. #TeckTockRevolution" @LilyFanClub: "Apakah ini artinya Lily akan kembali? Tolong beri
Di sudut halaman depan sekolah, Klein melihat Bu Evans, guru Bella dan Ella, sedang berdebat sengit dengan Nyonya Veronica. Tidak jauh dari mereka, seorang pria berseragam polisi berdiri dengan ekspresi angkuh. Klein melangkah mendekat, berusaha mendengar percakapan mereka. "Kau tidak bisa begitu saja mencabut posisiku sebagai guru di sekolah ini!" suara Bu Evans terdengar bergetar. "Mengajar adalah impianku!" Nyonya Veronica tersenyum licik. "Oh, sayangku. Dengan reputasimu yang tercoreng karena skandal korupsi mantan suamimu, kau pikir sekolah ini masih akan mempertahankanmu?" Bu Evans tersentak. "A-apa maksudmu aku akan kehilangan pekerjaanku?" "Oh, kau belum tahu?" Nyonya Veronica melangkah maju. "Kepala sekolah sedang mempertimbangkan untuk memecatmu. Yah, katakanlah ada banyak keluhan tentang cara mengajarmu, terutama setelah skandal korupsi yang melibatkan mantan suamimu." Bu Evans menatap Nyonya Veronica dengan tidak percaya. "Tapi... tapi itu tidak ada hubungannya deng
Senja mulai turun di kota Riverdale, cahaya keemasan matahari menyinari gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Di sebuah apartemen mewah di pusat kota, Raven Whitefeather duduk termenung di depan jendela besar, matanya yang biru safir menatap jauh ke kejauhan.Sudah hampir dua minggu sejak konser terakhirnya, dan sejak saat itu, tidak ada tawaran pekerjaan yang datang. Teleponnya tidak berdering, emailnya kosong, dan manajernya, Alicia, selalu datang dengan wajah muram tanpa kabar baik.Raven menghela napas panjang, jemarinya yang lentik memainkan ujung rambut hitamnya yang panjang. Ia tahu apa yang terjadi—Longbottom Entertainment sedang memboikotnya. Tapi mengapa? Apa kesalahan yang telah ia perbuat?Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. "Masuk," ujar Raven lembut.Alicia, wanita berambut pirang pendek dengan kacamata berbingkai tebal, melangkah masuk dengan wajah serius. "Raven, kita perlu bicara."
Suara Klein terdengar tenang dari speaker ponsel. "Yakinkan Raven untuk memutus kontraknya dengan Longbottom Entertainment,"Alicia terkesiap. "Tapi Tuan Lionheart, kontrak itu... ada penalti pembatalan sebesar 100 miliar. Raven tidak mungkin—""Saya yang akan mengurus itu," potong Klein. "Yang penting sekarang, yakinkan Raven untuk bersedia membatalkan kontraknya."Setelah menutup telepon, Alicia duduk terpaku. Ia tahu ini akan menjadi tugas yang sulit. Tapi ia juga tahu, ini mungkin satu-satunya kesempatan mereka keluar dari situasi ini."Maaf Raven, tapi aku harus melakukan ini." Alicia menatap jauh ke luar jendela. “Aku tidak ingin bintang besar sepertimu berakhir seperti ini. Semua demi masa depanmu …”**Keesokan harinya, Alicia mengunjungi apartemen Raven dengan wajah penuh tekad."Raven," ujarnya serius, "aku punya ide."Raven, yang sedang menyesap teh hangatnya, menatap Alicia dengan penasaran
Suasana di lobi lantai eksekutif Longbottom Entertainment mendadak hening. Semua mata tertuju pada sosok pria muda yang baru saja keluar dari lift. Klein Lionheart berdiri dengan tenang, ekspresinya datar namun ada aura intimidasi yang kuat memancar darinya.Richard Longbottom merasakan darahnya mendidih melihat rivalnya. "Klein," geramnya. "Apa yang kau lakukan di sini?"Klein melangkah maju dengan santai, diikuti oleh CEO Lex dan seorang pria berjas yang membawa tas kerja—seorang notaris. "Aku di sini untuk menyelesaikan masalah," ujarnya datar.Raven menatap Klein dengan campuran kaget dan lega. Ia tidak menyangka pria itu akan muncul di saat genting seperti ini. Sementara itu, Alicia tersenyum tipis, merasa rencananya berhasil."Menyelesaikan masalah?" Richard tertawa mengejek. "Oh, jadi kau pikir kau bisa datang ke sini dan menyelesaikan semua masalah begitu saja? Jangan konyol, Klein."Klein tidak menanggapi ejekan Richard. Ia menatap Raven, yang masih tampak shock dengan keda
Raven tergagap, "aku tidak tahu harus berkata apa, Tuan Lionheart."Klein tersenyum tipis. "Kau tidak perlu memutuskan sekarang. Ambil waktu untuk mempertimbangkannya.""Tidak," ujar Raven tiba-tiba, suaranya penuh keyakinan. "Aku tidak perlu waktu. Aku... aku menerima tawaranmu, Tuan Lionheart."Alicia tersenyum lebar, sementara Richard menatap dengan wajah merah padam menahan amarah.Klein mengangguk. "Baiklah. CEO Lex akan memberikan detailnya padamu nanti. Untuk saat ini..." Ia menoleh pada notaris yang sejak tadi diam, "Tuan Fang, bisakah Anda menyiapkan kontrak sementara?"Notaris Fang mengangguk dan dengan cepat menyiapkan sebuah dokumen. Dalam hitungan menit, kontrak sementara antara Raven dan Lion's Roar Entertainment telah siap.Di depan mata Richard yang dipenuhi kebencian, Raven menandatangani kontrak barunya dengan Lion's Roar Entertainment. Senyum lega dan bahagia terkembang di wajah cantiknya."Selamat datang di keluarga Lion's Roar Entertainment, Raven," ujar Klein, me
Pagi itu, suasana di depan gedung Lion's Roar Entertainment sudah ramai sejak subuh. Ribuan orang berbaris panjang, membentuk antrian yang membelah jalan-jalan di sekitar gedung. Mereka semua datang dengan satu tujuan: mengikuti audisi "Be The One", acara survival show yang akan menguji kemampuan mereka bertahan hidup di pulau tak berpenghuni.Bagaimana tidak, hadiah mengikuti acara ini sangat menggiurkan. 10 miliar untuk satu orang pemenang, dan peserta lainnya akan mendapat uang 10 jutaa meski kalah. Di dalam gedung, Klein berdiri di depan jendela besar di ruangannya, mengamati kerumunan yang terus bertambah. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan puas di matanya."Tuan Muda," panggil CEO Lex yang baru saja masuk ke ruangan. "Laporan terbaru menunjukkan bahwa jumlah pendaftar 'Be The One' telah mencapai 50.000 orang. Ini jauh melebihi perkiraan kita sebelumnya."Klein mengangguk pelan. "Bagus. Bagaimana dengan persiapan di lokasi audisi?""Semua sudah siap, Tuan Muda. K
James, yang berdiri di sudut ruangan, hanya bisa diam melihat atasannya mengamuk. "Tuan Muda Richard," ujarnya hati-hati, "mungkin kita perlu memikirkan strategi baru."Richard menoleh dengan tatapan tajam. "Strategi baru? STRATEGI BARU?! Kita sudah mencoba segala cara, James! Kita sudah menggunakan semua koneksi kita, menghabiskan miliaran untuk promosi, tapi tetap saja... tetap saja Klein berhasil mengalahkan kita!"Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Richard merasakan ketakutan yang begitu besar. Ia yang selalu menjadi yang terbaik, yang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, kini harus menghadapi kenyataan bahwa ada orang yang bisa mengalahkannya berulang kali."Apa... apa yang salah denganku?" gumam Richard, suaranya bergetar. "Mengapa aku tidak bisa mengalahkannya?"James, melihat atasannya yang biasanya angkuh kini terlihat begitu rapuh, merasa tidak nyaman. "Tuan Muda, mungkin kita perlu istirahat sejenak. Menenangkan pikiran dan—""Aku tahu!" Potong Richard. Ia menghela