Lelang berlanjut. Barang kedua adalah sebuah vas porselen dari Dinasti Qing. Klein tahu bahwa Richard tidak terlalu tertarik pada vas, jadi ia memutuskan untuk menggunakan strategi berbeda. Saat penawaran dimulai, beberapa tangan terangkat dengan antusias. Seorang wanita paruh baya dengan kalung mutiara dan cincin berlian di setiap jarinya menawar, "50 juta." Klein menunggu sejenak, mengamati situasi dengan tenang. Tepat saat pembawa acara hendak mengetuk palu, ia mengangkat tangannya dengan gerakan anggun namun tegas. "100 juta," ucapnya dengan suara datar namun penuh keyakinan. Seketika, ruangan dipenuhi oleh bisik-bisik dan tatapan penasaran. Bisik-bisik langsung memenuhi ruangan. "Bukankah dia adalah pria yang tadi berani melawan Longbottom? Siapa pria muda itu sebenarnya? " "Bukankah dia datang bersama Xavier Steele? Apa mungkin dia orang penting?" "Aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Tapi lihat caranya menawar, pasti bukan orang sembarangan." Richard, yang masih
Lelang terus berlanjut. Namun kali ini, baik Klein maupun Richard tidak lagi ikut mengajukan penawaran. Lelang terus berjalan secara membosankan. Tidak ada ketegangan dan keseruan seperti tadi.Tanpa terasa, lelang mencapai barang terakhir. Suasana di ruangan itu langsung berubah tegang. Seorang pria membawa sebuah kotak kayu yang diukir indah ke atas panggung."Dan kini, barang terakhir dan paling istimewa malam ini," ujar pembawa acara dengan nada dramatis. "Sebuah Stempel Kuno berlapis emas yang diperkirakan berusia lebih dari 2000 tahun!"Kotak itu dibuka, menampilkan sebuah stempel emas yang berkilau di bawah lampu. Ukiran rumit menghiasi permukaannya, menciptakan pola yang misterius dan menawan.Tiba-tiba, Klein merasakan sensasi hangat di dadanya. Giok naga yang ia kenakan berdenyut pelan, seolah bereaksi terhadap kehadiran stempel kuno itu.'Ada apa ini?' pikir Klein, matanya menyipit menatap stempel itu. ‘Apakah benda itu yang diinginkan kalung giok naga?’"Kita mulai lelang
Ketegangan di udara terasa begitu pekat, seolah-olah bisa dipotong dengan pisau. Klein berdiri tenang di antara Xavier dan Ren, matanya yang tajam mengamati setiap gerakan Xie Lie dan para pengawalnya. Meski wajahnya tetap tanpa ekspresi, otaknya berpacu mencari jalan keluar dari situasi berbahaya ini. Jika memang tidak ada jalan lain, maka Klein berniat melawan mereka semua, melindungi Xavier dan Ren.Namun, sebelum siapapun sempat bergerak, suara lantang memecah keheningan."Apa yang kalian lakukan?!"Semua kepala menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria paruh baya dengan aura berwibawa melangkah masuk, diikuti oleh ratusan pria berpakaian hitam yang tampak siap bertarung. Pria itu adalah Shun Akiyama, ayah Ren dan pemilik Paviliun Angin Timur.Shun menatap tajam ke arah Xie Lie dan rombongannya. "Beraninya kalian membuat keributan di tempatku," ujarnya dengan nada dingin. "Dan yang lebih buruk lagi, kalian melibatkan putraku dalam masalah ini!"Eric Longbottom, yang merasa sebag
Mobil mewah milik keluarga Akiyama melaju mulus membelah jalanan Riverdale yang mulai sepi. Klein duduk di kursi belakang, diapit oleh Xavier dan Ren yang masih tampak tegang setelah insiden di Paviliun Angin Timur. Meski wajahnya tetap tanpa ekspresi, Klein bisa merasakan giok naga di dadanya berdenyut pelan, seolah mengingatkannya akan sesuatu yang penting.Setelah beberapa menit perjalanan, mobil akhirnya memasuki sebuah kompleks perumahan elit. Di ujung jalan, sebuah gerbang besar dengan ukiran naga dan phoenix menyambut mereka. Gerbang itu terbuka otomatis, memperlihatkan pemandangan yang membuat Xavier berdecak kagum."Wow," gumam Xavier, matanya melebar takjub. "Ini benar-benar rumah tradisional Jepang!"Klein mengangguk pelan, mengamati arsitektur rumah yang memang sangat unik di tengah kota modern seperti Riverdale. Bangunan utama bergaya machiya menjulang anggun, dikelilingi oleh taman yang ditata rapi dengan pohon momiji dan sakura. Sebuah kolam koi kecil dengan jembat
lKlein menatap ruang tersembunyi di dalam stempel dengan seksama. Ekspresinya tetap datar, meski dalam hati ia merasakan keterkejutan. Di dalam ruang rahasia itu, terdapat serpihan kecil batu giok berwarna hijau cerah, berkilau lembut di bawah cahaya lampu kamar tidurnya."Apakah serpihan ini yang menarik perhatian kalung giok naga?" gumam Klein pelan, wajahnya tetap tenang meski jantungnya berdebar lebih kencang. Tanpa ragu, Klein mengambil serpihan giok itu. Begitu jarinya menyentuh permukaan batu yang halus, ia merasakan energi hangat yang familiar menjalar ke seluruh tubuhnya. Sensasi itu mirip dengan yang ia rasakan saat pertama kali kalung giok naga mengubah tubuhnya menjadi lebih kuat, namun kali ini jauh lebih intens.Giok naga di dadanya berdenyut kuat, seolah beresonansi dengan serpihan di tangannya. Klein bisa merasakan aliran energi yang tak kasat mata mengalir di antara kedua benda itu, menciptakan sirkuit misterius yang berpusat pada tubuhnya.Namun, kegembiraan K
Fajar baru saja menyingsing di kota Riverdale ketika Klein membuka matanya. Ia bangun lebih awal dari biasanya, tubuhnya masih terasa sedikit kaku akibat kejadian semalam. Dengan gerakan tenang, ia meraih lensa kontak berwarna coklat yang telah disiapkan Helda di meja samping tempat tidurnya.Klein berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya dengan seksama. Matanya yang kini berwarna merah cerah berkilau dalam cahaya redup kamar tidurnya, mengingatkannya akan perubahan drastis yang baru saja dialaminya. Dengan hati-hati, ia memasang lensa kontak, menutupi warna asli matanya yang baru. Setelah memastikan lensa terpasang dengan benar, Klein mengangguk puas. Tidak ada yang akan mencurigai perubahan pada matanya.Setelah berpakaian rapi, Klein melangkah keluar dari kamarnya menuju taman belakang Paviliun Lionheart. Udara pagi yang sejuk menyambut kedatangannya, membuat rambut hitamnya bergoyang pelan tertiup angin. Dengan langkah tenang, ia berjalan menuju sudut taman yang ters
Lily menghela napas panjang, menatap pantulan dirinya di cermin. Ia merapikan poninya untuk kesekian kalinya, lalu memasang pose terbaiknya."Oke, Lily," gumamnya pada dirinya sendiri. "Kau cantik, kau lucu, dan kau pasti bisa memenangkan kontes ini!" Ia terdiam sejenak, lalu tertawa. "Yah, setidaknya kau lucu. Cantik... mungkin kalau lampu dimatikan."Dengan senyum lebar, Lily menekan tombol "Go Live" di aplikasi TeckTock. Dalam sekejap, layarnya dipenuhi oleh komentar dan emoji dari penggemar setianya."Halo semuanya!" sapa Lily dengan ceria. "Selamat datang di saluran 'Lily si Ratu Konyol'! Malam ini kita punya acara spesial, lho!"[SuperFan99]: Lily! Akhirnya kau live lagi![DancingQueen]: Acara spesial apa, Lily? Jangan bilang kau akhirnya berhasil sulap?Lily tertawa. "Sulap? Oh, tidak, tidak. Aku masih level 'menghilangkan kaus kaki dalam mesin cuci'. Tapi malam ini, TeckTock mengadakan kontes besar!"Ia mulai menjelaskan aturan kontes dengan antusias, sesekali melontarkan leluc
Suasana di ruang Livestreaming Lily semakin memanas. Lily kini berada di peringkat kedua, bersaing ketat dengan CrystalStar."Teman-teman, ini luar biasa!" seru Lily, matanya berkaca-kaca. "Aku tidak pernah membayangkan bisa sampai sejauh ini. Terima kasih, terima kasih banyak! Sepertinya impianku untuk membeli pabrik kaus kaki akan segera terwujud!"[Tampan&Berani]: Kau pantas mendapatkannya, Lily. Tunjukkan pada mereka bakatmu yang sebenarnya.[FashionPolice]: Lily, tolong jangan beli pabrik kaus kaki. Dunia fashion bisa hancur![SockHater]: Setuju! Bagaimana kalau pabrik sepatu saja?Terinspirasi oleh dukungan ini, Lily memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. "Baiklah, teman-teman. Untuk merayakan momen
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte