Paviliun Angin Timur berdiri megah di tengah kota Riverdale, lampu-lampu kristalnya berkilau memantulkan cahaya bulan. Klein melangkah masuk dengan tenang, matanya yang tajam memindai ruangan dengan cermat. Ia mengenakan setelan jas hitam yang elegan, rancangan khusus dari desainer ternama yang membuatnya terlihat semakin menawan."Klein Lionheart!" Sebuah suara riang menyapanya.Klein menoleh, mendapati seorang pria muda berambut pirang dengan senyum lebar menghampirinya. Di sampingnya, berdiri seorang pria Asia dengan ekspresi tenang."Kau pasti Xavier Steele," ujar Klein dengan nada datar.Xavier tertawa. "Tepat sekali! Ayahku sudah banyak bercerita tentangmu. Oh, dan perkenalkan, ini temanku, Ren Akiyama."Ren membungkuk sopan. "Senang bertemu dengan Anda, Tuan Lionheart. Saya putra pemilik rumah lelang ini."Klein mengangguk singkat. "Senang bertemu dengan kalian."Mereka berjalan bersama memasuki ruang lelang utama. Ruangan itu luas dan mewah, dengan langit-langit tinggi yang
Lelang berlanjut. Barang kedua adalah sebuah vas porselen dari Dinasti Qing. Klein tahu bahwa Richard tidak terlalu tertarik pada vas, jadi ia memutuskan untuk menggunakan strategi berbeda. Saat penawaran dimulai, beberapa tangan terangkat dengan antusias. Seorang wanita paruh baya dengan kalung mutiara dan cincin berlian di setiap jarinya menawar, "50 juta." Klein menunggu sejenak, mengamati situasi dengan tenang. Tepat saat pembawa acara hendak mengetuk palu, ia mengangkat tangannya dengan gerakan anggun namun tegas. "100 juta," ucapnya dengan suara datar namun penuh keyakinan. Seketika, ruangan dipenuhi oleh bisik-bisik dan tatapan penasaran. Bisik-bisik langsung memenuhi ruangan. "Bukankah dia adalah pria yang tadi berani melawan Longbottom? Siapa pria muda itu sebenarnya? " "Bukankah dia datang bersama Xavier Steele? Apa mungkin dia orang penting?" "Aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Tapi lihat caranya menawar, pasti bukan orang sembarangan." Richard, yang masih
Lelang terus berlanjut. Namun kali ini, baik Klein maupun Richard tidak lagi ikut mengajukan penawaran. Lelang terus berjalan secara membosankan. Tidak ada ketegangan dan keseruan seperti tadi.Tanpa terasa, lelang mencapai barang terakhir. Suasana di ruangan itu langsung berubah tegang. Seorang pria membawa sebuah kotak kayu yang diukir indah ke atas panggung."Dan kini, barang terakhir dan paling istimewa malam ini," ujar pembawa acara dengan nada dramatis. "Sebuah Stempel Kuno berlapis emas yang diperkirakan berusia lebih dari 2000 tahun!"Kotak itu dibuka, menampilkan sebuah stempel emas yang berkilau di bawah lampu. Ukiran rumit menghiasi permukaannya, menciptakan pola yang misterius dan menawan.Tiba-tiba, Klein merasakan sensasi hangat di dadanya. Giok naga yang ia kenakan berdenyut pelan, seolah bereaksi terhadap kehadiran stempel kuno itu.'Ada apa ini?' pikir Klein, matanya menyipit menatap stempel itu. ‘Apakah benda itu yang diinginkan kalung giok naga?’"Kita mulai lelang
Ketegangan di udara terasa begitu pekat, seolah-olah bisa dipotong dengan pisau. Klein berdiri tenang di antara Xavier dan Ren, matanya yang tajam mengamati setiap gerakan Xie Lie dan para pengawalnya. Meski wajahnya tetap tanpa ekspresi, otaknya berpacu mencari jalan keluar dari situasi berbahaya ini. Jika memang tidak ada jalan lain, maka Klein berniat melawan mereka semua, melindungi Xavier dan Ren.Namun, sebelum siapapun sempat bergerak, suara lantang memecah keheningan."Apa yang kalian lakukan?!"Semua kepala menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria paruh baya dengan aura berwibawa melangkah masuk, diikuti oleh ratusan pria berpakaian hitam yang tampak siap bertarung. Pria itu adalah Shun Akiyama, ayah Ren dan pemilik Paviliun Angin Timur.Shun menatap tajam ke arah Xie Lie dan rombongannya. "Beraninya kalian membuat keributan di tempatku," ujarnya dengan nada dingin. "Dan yang lebih buruk lagi, kalian melibatkan putraku dalam masalah ini!"Eric Longbottom, yang merasa sebag
Mobil mewah milik keluarga Akiyama melaju mulus membelah jalanan Riverdale yang mulai sepi. Klein duduk di kursi belakang, diapit oleh Xavier dan Ren yang masih tampak tegang setelah insiden di Paviliun Angin Timur. Meski wajahnya tetap tanpa ekspresi, Klein bisa merasakan giok naga di dadanya berdenyut pelan, seolah mengingatkannya akan sesuatu yang penting.Setelah beberapa menit perjalanan, mobil akhirnya memasuki sebuah kompleks perumahan elit. Di ujung jalan, sebuah gerbang besar dengan ukiran naga dan phoenix menyambut mereka. Gerbang itu terbuka otomatis, memperlihatkan pemandangan yang membuat Xavier berdecak kagum."Wow," gumam Xavier, matanya melebar takjub. "Ini benar-benar rumah tradisional Jepang!"Klein mengangguk pelan, mengamati arsitektur rumah yang memang sangat unik di tengah kota modern seperti Riverdale. Bangunan utama bergaya machiya menjulang anggun, dikelilingi oleh taman yang ditata rapi dengan pohon momiji dan sakura. Sebuah kolam koi kecil dengan jembat
lKlein menatap ruang tersembunyi di dalam stempel dengan seksama. Ekspresinya tetap datar, meski dalam hati ia merasakan keterkejutan. Di dalam ruang rahasia itu, terdapat serpihan kecil batu giok berwarna hijau cerah, berkilau lembut di bawah cahaya lampu kamar tidurnya."Apakah serpihan ini yang menarik perhatian kalung giok naga?" gumam Klein pelan, wajahnya tetap tenang meski jantungnya berdebar lebih kencang. Tanpa ragu, Klein mengambil serpihan giok itu. Begitu jarinya menyentuh permukaan batu yang halus, ia merasakan energi hangat yang familiar menjalar ke seluruh tubuhnya. Sensasi itu mirip dengan yang ia rasakan saat pertama kali kalung giok naga mengubah tubuhnya menjadi lebih kuat, namun kali ini jauh lebih intens.Giok naga di dadanya berdenyut kuat, seolah beresonansi dengan serpihan di tangannya. Klein bisa merasakan aliran energi yang tak kasat mata mengalir di antara kedua benda itu, menciptakan sirkuit misterius yang berpusat pada tubuhnya.Namun, kegembiraan K
Fajar baru saja menyingsing di kota Riverdale ketika Klein membuka matanya. Ia bangun lebih awal dari biasanya, tubuhnya masih terasa sedikit kaku akibat kejadian semalam. Dengan gerakan tenang, ia meraih lensa kontak berwarna coklat yang telah disiapkan Helda di meja samping tempat tidurnya.Klein berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya dengan seksama. Matanya yang kini berwarna merah cerah berkilau dalam cahaya redup kamar tidurnya, mengingatkannya akan perubahan drastis yang baru saja dialaminya. Dengan hati-hati, ia memasang lensa kontak, menutupi warna asli matanya yang baru. Setelah memastikan lensa terpasang dengan benar, Klein mengangguk puas. Tidak ada yang akan mencurigai perubahan pada matanya.Setelah berpakaian rapi, Klein melangkah keluar dari kamarnya menuju taman belakang Paviliun Lionheart. Udara pagi yang sejuk menyambut kedatangannya, membuat rambut hitamnya bergoyang pelan tertiup angin. Dengan langkah tenang, ia berjalan menuju sudut taman yang ters
Lily menghela napas panjang, menatap pantulan dirinya di cermin. Ia merapikan poninya untuk kesekian kalinya, lalu memasang pose terbaiknya."Oke, Lily," gumamnya pada dirinya sendiri. "Kau cantik, kau lucu, dan kau pasti bisa memenangkan kontes ini!" Ia terdiam sejenak, lalu tertawa. "Yah, setidaknya kau lucu. Cantik... mungkin kalau lampu dimatikan."Dengan senyum lebar, Lily menekan tombol "Go Live" di aplikasi TeckTock. Dalam sekejap, layarnya dipenuhi oleh komentar dan emoji dari penggemar setianya."Halo semuanya!" sapa Lily dengan ceria. "Selamat datang di saluran 'Lily si Ratu Konyol'! Malam ini kita punya acara spesial, lho!"[SuperFan99]: Lily! Akhirnya kau live lagi![DancingQueen]: Acara spesial apa, Lily? Jangan bilang kau akhirnya berhasil sulap?Lily tertawa. "Sulap? Oh, tidak, tidak. Aku masih level 'menghilangkan kaus kaki dalam mesin cuci'. Tapi malam ini, TeckTock mengadakan kontes besar!"Ia mulai menjelaskan aturan kontes dengan antusias, sesekali melontarkan leluc