Yuasa membuka matanya perlahan. Cat warna putih langit-langit yang begitu familiar, warna putih khas rumah sakit.
“Lagi-lagi masuk rumah sakit. Kembali lagi ke sini di hari kedua, entah apa yang akan dikatakan paman jika dia tahu,” batin Yuasa menghela napasnya sesaat sebelum menoleh ke arah Rainsword yang menunggunya dengan cemas.“Yuasa, kau sudah siuman. Apa ada yang sakit?” tanya Rainsword membantu Yuasa untuk duduk.“Tidak ada, hanya seperti biasanya, pingsan. Tubuhku lemah, jadi aku sering pingsan,” jawab Yuasa yang tersenyum dipaksakan.“Pasti sulit bagimu,” balas Rainsword, dia bersimpati dengan kondisi Yuasa yang memang terlihat lemah.“Di mana Recca?” tanya Yuasa menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak menemukan sosok temannya yang berambut jingga.“Entahlah, tadi setelah menyerahkan dirimu untuk dirawat, dia pergi bersama para pengawal,” jawab Rainsword. Meskipun ingin tahu apa yang terjadi, Rainsword mengurungkan niatnya.“Lebih baik kau iYuasa berlari sekencang yang dia bisa, tetapi kepakan sayap pegasus terdengar semakin dekat. “Aurum, apa kau tidak bisa memberiku sedikit tambahan energi?” teriak Yuasa yang mulai panik mendengar kepakan sayap para kuda terbang yang mengarah ke arahnya.“Untuk apa, santai saja. Mereka tidak akan melukaimu, itu hanya kumpulan kuda terbang, mereka hanyalah tunggangan,” jawab Aurum yang terdengar malas-malasan.“Apanya yang santai? kalau terinjak pasti sakit ‘kan,” protes Yuasa dan dia akhirnya berhenti berlari saat kawanan pegasus itu mengepungnya.“Mereka mau apa, Aurum,” batin Yuasa. Dia mundur satu langkah dan mengawasi kawanan pegasus yang mengelilinginya. Recca mengacak rambutnya, dia tidak tahu lagi harus bagaimana. Yuasa selalu saja terlibat masalah, kemarin bermasalah dengan spirit alam dan hari ini jadi incaran kawanan pegasus.“Tuan Muda recca, apa yang harus kita lakukan?” tanya petugas yang berada di dekat Recca.“Hubungi ayahku, aku tidak tah
Yuasa kembali mengudara di atas kuda terbang yang mengaraknya kembali ke akademi. Pemandangan di udara begitu indah, semua yang ada di bawah nampak kecil. Pangeran dengan rambut keemasan masih menggunakan jubahnya sehingga hawa dingin tak lagi mengganggunya."Aurum, kau tahu gunanya mutiara mimpi?" tanya Tiasa kepada sang naga. Ratu dari Istana Awan mengatakan dia mengetahui bagaimana mutiara itu bekerja. Akan tetapi, naga itu tidak menjawab hingga membuat Yuasa kecewa.Tempat menunggang akademi sudah terlihat, mereka yang berada di bawah terlihat bersiap-siap menyambut kedatangan kawanan pegasus. "Yuasa awas!" Suara Aurum menggema dengan keras di kepalanya. Pegasus yang dinaiki tiba-tiba di serang. "Aurum!" seru Yuasa saat mendengar sang naga berteriak dan kini dirinya mengenakan baju zirah keemasan dari sisik naga."Bertahan, Pangeran!" suara sang kuda terbang ikut menggema di kepala.Panah-panah hitam meluncur dan menjadikan mereka sebagai sasarannya. Kawanan pegasus menggunakan b
Malam semakin larut, Rainsword sudah berada dalam tidur lelapnya. Tidurnya mulai terganggu saat sebuah mimpi mulai terbentuk di alam bawah sadarnya.“Yuan!” Teriak Rainsword memanggil adiknya yang terus berlari. Dia mengejarnya hingga jalan buntu, sebuah tebing terjal.“Tidak mungkin dia melompat,” gumam Rainsword melihat ke bawah tebing yang begitu curam.Rainsword mengalihkan pandangannya karena mendengar suara tawa. Suara tawa yang asing, dia berbalik dan mencari sumber suara itu.“Yuan!” teriaknya lagi. Namun, saat sosok yang dia panggil itu menoleh dia merasa asing dengan sosok itu. Wajahnya sama dengan adiknya tapi dia bukanlah adiknya.“Bukan Yuan, tapi mirip. Mereka seperti kembar,” gumam Rainsword. Pijakan kakinya tiba-tiba retak, Rainsword mundur untuk menghindari retakan tersebut. Dia melihat sosok yang seperti adiknya itu terbang dengan sayap merah yang menyala. Rainsword yakin dia perempuan meskipun Yuan sama cantiknya dengannya tapi yang dia lihat kali ini pastilah perem
Rosaline yang melihat Pangeran Yuasa kembali ke asramanya merasa senang. Akhirnya sang pangeran telah siuman dan bisa beraktivitas kembali."Lagi-lagi di sini," ucap Serafina menyindir Rosaline yang duduk di atas atap. Dia melihat Rosaline memperhatikan ketiga pemuda yang ada di bawah sana."Yang mana pangeran pujaanmu?"Serafina menggoda Rosaline dan mendapat cubitan kecil di lengannya."Kau ini!" balas Rosaline yang masih memperhatikan ketiganya yang sedang berjalan di koridor."Ketiganya tampan, kalau aku boleh memilih, aku pilih yang rambutnya perak. Tampan, tinggi dan juga gagah," ucap Serafina memandang pemuda yang ada di bawah sana."Itu Pangeran Rainsword, pilihan ya
Rainsword keluar dari kamar Yuasa dengan kondisi kesal dan marah. Dia tidak terima jika adiknya, Yuan, diakui sebagai adik Yuasa. Bagaimanapun Yuan adalah adiknya. Tanpa mendengar penjelasan dia langsung pergi dari kamar itu dan tidak peduli dengan panggilan Yuasa. Yuasa tidak mengejar dan Rainsword pun tidak mau mendengar.“Kau kenapa?” Recca yang berdiri di depan pintu kamarnya melihat Rainsword yang sedang kesal.Pemuda berambut perak itu berhenti dan melirik sebentar lalu mendengus kesal. Tanpa kata dia hanya memberi isyarat untuk mengikutinya. mereka mencari tempat yang nyaman untuk berbicara, sebuah taman yang ada di asrama pangeran. Tempat itu sepi karena jarang ada pangeran yang bersantai di waktu seperti ini.“Kalau kau jadi aku, kau juga akan kesal,” ucap Rainsword membuka pembicaraan mereka.“Kau bertengkar dengan Yuasa? Rasanya mustahil anak seperti dia membuatmu marah,” balas Recca. Dilihat dari segi manapun Yuasa terlihat kalem dan lebih akan mengalah d
Rainsword ikut minum teh sisik naga, dia penasaran dengan apa yang dikatakan Recca tentang teh itu. Katanya bisa meningkatkan kekuatan dan harganya sangat mahal. "Tidak ada perubahan apapun selain rasanya yang memang enak." Rainsword merasa kecewa, dia mengira minuman seperti itu benar-benar langsung memiliki reaksi. "Hei, bisa minum saja itu sebuah keberuntungan. Bahkan di pasar gelap juga belum tentu ada. Kalaupun ada harganya sangat fantastis." Recca terus saja memuji tentang ginseng sisik naga sementara Yuasa terlihat biasa saja dengan minuman itu. "Apa memang itu berkhasiat," gumam Rainsword yang tidak merasakan apapun. "Berkhasiat, setidaknya aku merasa lebih baik," jawab Yuasa. Mereka ke kelas dan belajar kembali sesuai dengan jadwal hari ini, mengenal makhluk-makhluk mitologi. Para siswa diantar ke sebuah danau besar yang ada di akademi. Mereka berbisik mengenai makhluk apa yang akan muncul di danau ini. Semua membicarakan makhluk air yang biasa hidup di danau atau pe
Rainsword begitu bersemangat, apakah benar dia memiliki kekuatan kristal, jika benar seperti itu bukankah dirinya juga bangsa kristal seperti Recca dan Yuasa.“Ayah belum kembali, tapi tenang saja kita langsung ke tempat pengujian,” ucap Recca dan langsung memimpin Yuasa dan Rainsword ke ruangan yang dimaksud."Apa tidak sebaiknya menunggu, bertindak sendiri akan berbahaya," usul Yuasa."Tenang saja," balas Recca.Ruangan yang mereka tuju seperti aula, sangat luas. Mereka berjalan hingga mencapai bagian yang seperti podium.“Apa ujiannya di sini?” Rainsword melihat sekeliling yang tidak ada seorangpun. Tempat itu kosong, hanya ada mereka bertiga.“Ya, tunggu sebentar,” jawab Recca. Dia mengambil sesuatu dan Yuasa membantunya. Keduanya seakan sudah tahu apa yang harus dilakukan. Recca membuka sebuah kotak sementara Yuasa meletakkan sebuah penyangga. Kemudian keduanya selesai membuat alat penguji, sebuah bola kristal yang disangga dengan penyangga sehingga bola
Recca terbangun, dia melihat sekeliling. Tempat ini adalah kamarnya padahal dia sangat yakin dirinya tenggelam di aula, lalu siapa yang memindahkannya ke kamar?“Bagaimana aku bisa di sini?” Yuasa yang melihat Recca sudah siuman mendekatinya.“Apa ada yang sakit?” tanya Yuasa yang membuat pemuda berambut jingga itu menoleh.“Yuasa, kau baik-baik saja?” tanya Recca dan pemuda di sebelahnya hanya mengangguk. Recca pun segera bangun dari tempat tidurnya.“Di mana Rainsword?” tanya Recca segera mengedarkan pandangan ke segala arah di kamarnya. Hanya ada Yuasa yang mengenakan mantel tebal, wajar saja jika dia kedinginan setelah terendam air yang begitu tinggi.“Di kamar sebelah dengan Tuan Agni,” jawab Yuasa.Recca duduk kembali, dia menghela napas panjang. “Syukurlah, ayahanda datang tepat waktu.”“Ya, dia datang dan menghentikan Rain dengan sangat cepat dan syukurlah masih sempat menyelamatkanmu.” Yuasa mengeratkan mantelnya, dia terlihat masih kedingin
Raja Quattro dikejutkan dengan tanaman merambat yang mulai menjalar dan terus tumbuh di bawah kakinya. Tanaman itu mengikuti ke mana sang raja baru melangkah. Seakan tahu sasarannya, tanaman rambat itu mengikat kaki Raja Quattro.“Kau mengendalikan tanaman!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat mulai melilitnya dari bawah. Kakinya telah terikat sempurna hingga lutut. Dia berusaha memotong sulur-sulur yang merambat cepat.“Aku tidak menguasai pengendalian tanaman,” balas Pangeran Yuasa.Pangeran Yuasa juga bingung dengan kondisi angin yang bertiup bersamaan dengan helai dedaunan. Aroma mint lembut terbawa dalam hembusan angin hingga semua pasukan berhenti berlari saat menghirup aromanya.“Jangan berkilah, hentikan tanaman ini!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat itu kini membungkus seluruh kakinya hingga ke pinggang dan masih menjalar. Bukan hanya di bawah kaki Raja Quattro tanaman mulai tumbuh di seluruh bagian. Ada beberapa bunga kecil yang mulai mekar pula.“Ayahanda,” gumam
“Rosaline!” Damian menangkap tubuh Rosaline. Dia menepuk pipi adik perempuannya supaya sadar.Raja Quattro yang melihat barrier tujuh lapis. Rosaline menghilang menyeringai. Senyumannya membuat Damian merasa merinding. Tubuh Rosaline tiba-tiba terasa ringan. Damian yang melihat perubahan itu menyipitkan mata tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tubuh Rosaline yang sedang pingsan tiba-tiba berpindah dari tangan Damian ke tangan Raja Quattro tanpa disadarinya. Angin Raja Quattro yang memindahkannya secepat kilat.Keberadaan Rosaline di tangan Raja Quattro membuat mereka semua bergidik. Raja itu melakukan segala cara demi tercapai tujuannya.“Pangeran! Turun dan serahkan dirimu, atau ....” Raja Quattro memperlihatkan Rosaline yang berada di tangannya dan memberikan isyarat gerakan tangan di depan leher seperti diiris.“Bagaimana Yuasa?” Aurum yang bersatu dengan Pangeran Yuasa tidak bisa tinggal diam. Baginya Rosaline merupakan orang yang berharga, setidaknya dia menganggap gadis itu
Adrian merasa ada yang janggal. Saat mereka meninggalkan Istana Mawar, permaisuri menyambut mereka. Namun, saat ini meskipun keributan sangat besar terjadi tidak ada tanda-tanda keberadaan permaisuri.“Tunggu.” Adrian menghentikan Pangeran Yuan yang akan membuka pintu ke kamar Raja Yuichi.“Ada apa?”Kedua anak kembar itu saling berpandangan kemudian melihat ke arah Adrian.“Kalian tunggu sebentar,” ucap Adrian meminta kedua anak kembar ini menunggu dan dia menyelinap masuk diam-diam.Tak lama berselang, Aurum bersama dengan Pangeran Yuasa masuk ke dalam.“Sedang apa?” tanya Aurum yang melihat dua anak sedang berdiri di depan pintu. Dia mencari tempat untuk meletakkan Pangeran Yuasa yang sedang tidak sadarkan diri. Setelah memindai ruangan dengan teliti dia menemukan ada kursi panjang dan akhirnya merebahkan Pangeran Yuasa di sana.“Apa yang terjadi dengan Kakak?” tanya Pangeran Yuan.“Kehabisan energi, sudah hal biasa,” jawab Aurum.Rosaline menanyakan keberadaan Adrian kepada Putri
Pangeran Yuasa berjalan menuju ke bangunan utama Istana Mawar. Mereka yang berada di depan sang pangeran menyingkir tanpa perintah. Semua orang seakan mendapatkan tekanan yang begitu berat dan tidak bisa beranjak dari tempatnya kecuali mereka yang menghalangi jalan seakan kakinya bergerak sendiri untuk memberi jalan sang pangeran. “Apa ini?!” batin Raja Quattro. Dia tidak bisa bergerak bahkan menunduk saat Pangeran Yuasa lewat di depannya. “Kau ingin tahu kekuatan apakah ini? Ini adalah kekuatan untuk mengendalikan, aku memang lemah tapi dengan kekuatan ini kau pun akan bertekuk lutut,” bisik Pangeran Yuasa di depan Raja Quattro. “Salam kepada Yang Mulia,” ucap Raja Quattro, ucapan yang seharusnya tidak pernah keluar dari mulutnya. Dia berlutut di depan Pangeran Yuasa. Semua pengikut sang raja pun mengikuti apa yang dilakukannya. “Sial, bagaimana bisa tubuhku dipaksa seperti ini!” batin Raja Quattro mengumpat dalam hati, mengutuk sang pangeran atas perlakuannya merendahkan dirinya.
Aurum menerjang prajurit yang menghalanginya. Dia tidak peduli dengan mereka yang menghalangi dan berlari ke arah Pangeran Yuasa.“Yuasa!”Raja Quattro yang melihat Aurum mendekat mengangkat tangannya. Dia mengucapkan sesuatu dan angin besar menerbangkan Aurum, naga yang begitu besar seakan tidak memiliki berat. Aurum terhempas dan menimpa beberapa prajurit.“Dasar pengganggu.” Raja Quattro membuat pembatas, pembatas yang membuat gentar siapa pun yang ada di sana. Mereka berdua berada di tengah-tengah pusaran angin.“Siapa yang akan menolongmu sekarang, Pangeran? Kau bukan apa-apa tanpa teman-temanmu. Kau pikir aku tidak tahu, kau lemah, sangat lemah, hanya karena kau terlahir sebagai anak raja maka semua ini bisa kau miliki. Sungguh membuat iri. Aku yang berusaha sekuat tenaga, berjuang dari bawah hanya bisa menduduki posisi jenderal. Sementara kau akan menjadi raja? Enak saja. Aku juga bisa melakukan pemurnian, ternyata itu bukan kekuatan spesial.” Raja Quattro menyeringai. Dia mena
“Cepat, kita harus menolong ayah!” seru Pangeran Yuasa.Yuan terbang lebih dulu, dia dapat merasakan kekuatan kristal hitam yang begitu besar.“Aneh, kenapa kristal hitam sangat terasa di sini, ini akan sangat buruk untuk ayah dan kakak,” batin Pangeran Yuan. Dia mendekati Yui dan membicarakan tentang firasatnya.“Istana Mawar ada di depan.” Pangeran Yuasa memberikan komandonya.Putri Yui memperlambat terbangnya saat merasakan sesuatu yang tidak biasa.“Ada apa?” tanya Pangeran Yuasa saat melihat kedua adik kembarnya berhenti dan tidak melanjutkan perjalanan mereka.“Itu!” Mata Pangeran Yuasa terbelalak, pasukan yang berjajar rapi mungkin lebih dari 10.000 prajurit ada di sana. Mereka dipimpin oleh Raja Quattro dan para jenderalnya.“Melawan mereka rasanya seperti menggali kubur sendiri,” gumam Rosaline.Sekuat-kuatnya mereka jika lawannya begitu banyak tetap saja akan sangat sulit.Pangeran Yuasa melihat pergerakan pasukan Damian dan yang lain menuju Istana Mawar. Pasukan mereka hany
Pangeran Yuasa terbang bersama dengan kedua adik kembarnya. Mereka mendarat di depan sebuah pintu besar yang terletak di tengah hutan.“Kurasa Aurum tidak akan muat,” ucap Pangeran Yuasa melihat sebuah pintu yang lebih besar dari pintu rumah pada umumnya, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan gerbang dimensi.Pangeran Yuan tersenyum, “Dia bisa berubah, kan,” sambung Pangeran Yuan.Aurum berubah wujud. Dia terlihat seperti Pangeran Yuasa, yang berbeda hanya warna matanya, tetap keemasan.“Aku pasti muat dengan wujud ini,” ucap Aurum tersenyum simpul.“Rosaline,” panggil Pangeran Yuasa dan gadis itu mengangguk. Dia tahu dirinya diminta memasang barrier.“Tidak perlu,” tolak Pangeran Yuan saat gadis berambut merah itu akan memasangkan barrier padanya.“Tapi, Pangeran bisa terluka,” balas Rosaline.Pemuda dengan wajah yang sama seperti Putri Yui itu tersenyum, “Aku tidak apa-apa. Berikan pada Yui dan yang lainnya.”Rosaline berbalik dan membuat barrier untuk Putri Yui dan juga Aurum
Xavier menghadang mereka yang semuanya berpakaian hitam. Satu lawan sekumpulan orang tak membuat pria bersenjata tombak hitam ini gentar.“Kenapa kalian tidak menyerang saat kami sedang terlelap, sungguh baik hati sekali menunggu hingga kami bangun.” Xavier merasa mereka ternyata masih punya hati nurani.Salah satu dari mereka terlihat terluka oleh luka bakar, Xavier merasa mengenal luka tersebut, luka yang di akibatkan oleh api hitam.“Apa Rafael berjaga tadi malam? Bukankah dia tidur lebih dulu dariku,” batin Xavier.Malam itu mereka berusaha menyerang, menunggu mereka terlelap. Saat kaki mereka melangkah cukup dekat dengan rumah pohon, sebuah barrier tujuh lapis ternyata menyelubungi tempat itu. Barrier itu sangat keras dan dengan usaha yang cukup besar mereka menghancurkan ke tujuh lapis pelindung tersebut.“Tuan Xavier, kami masih segan dengan Anda. Mereka kristal berwarna tidak seharusnya Anda membelanya,” ucap salah satu dari pria berpakaian hitam di depan Xavier.“Kalian belum
Malam semakin larut, Damian menggigil seakan seluruh tubuhnya diselimuti salju.“Kak!” Adrian berusaha membuat barrier untuk membuat udara sekitar Damian lebih hangat, tetapi percuma hal itu tidak berdampak sedikitpun.Seperti para korban yang lain, Damian mulai meracau, mengatakan hal-hal aneh. Bahkan bahasa yang digunakan juga bukan bahasa yang biasa digunakan, dia seperti bersenandung kadang berteriak dan sesaat kemudian menangis.“Kak Damian?!”Adrian berusaha menyadarkan Damian yang seperti orang lain saat tengah malam tiba, dia sangat aneh.“Adrian, tidak ada yang bisa kita lakukan, dia bukan Damian saat ini, kontaminasi di tubuhnya sedang menguasainya, ingatan dari noda-noda kristal yang diserapnya tidak bisa dikendalikan. Percuma, dia akan kembali lagi esok hari, kita hanya bisa menjaganya agar tidak melukai dirinya sendiri.” Menteri Feng Zhui membuat suhu udara sekitar Damian menjadi hangat. Pria berambut merah itu terlihat tidak terlalu menggigil lagi. Adrian membuat barrier