Rosaline belum juga bisa memejamkan mata, dia terus saja khawatir dengan pangeran Yuasa. Bagaimana bisa dia berpisah di tempat asing dan membiarkan sang pangeran sendirian tanpa satupun pengawalan.
“Tenang, Tuan Rafael bilang akademi aman,” gumam Rosaline menarik napas dan menghembuskannya beberapa kali.“Tapi,” bantahnya sendiri. Bagaimana bisa tenang jika ada makhluk aneh yang juga ada di sekitar akademi.Merasa tidak tenang, Rosaline mengetuk pintu kamar Pangeran Yuasa dan Rafael.“Ada apa?” Rafael yang membuka pintu dan bertanya.“Apa akademi benar-benar aman?” tanya Rosaline ingin memastikan dan menenangkan hatinya.“Aman, makhluk dunia bawah tidak akan bisa masuk. Akan tetapi itu tidak berlaku jika mereka mengendalikan manusia atau bangsa kristal lalu masuk dan membuat masalah di akademi. Makhluk dunia bawah pandai melakukan itu,” terang Rafael yang justru membuat Rosaline tidak tenang.Rafael mengajak Rosaline ke luar, mereka berada di balkon pengiSimon bersiap di tempatnya, dia yakin kali ini timnya tidak akan tersingkir seperti waktu itu.“Mengetahui siapa saja rekan dalam tim itu penting dan juga jangan pernah merendahkannya.” Suara yang terdengar di sebelah Simon hingga dia menoleh ke sumber suara.“Kau!” Simon melihat tatapan mata tidak bersahabat dari pemuda bertubuh kecil yang merupakan salah satu dari bangsa dwarf. Dia adalah anggota timnya yang dulu, orang yang disebut sebagai penyebab kegagalan tim.“Aku juga telah belajar selama setahun ini,” lanjut pemuda itu menghentakkan kakinya hingga tanah disekitarnya menjadi melunak dan menenggelamkan kaki-kaki pelari pertama. “Sampai jumpa di garis finish!”“Sial kakiku,” gumam Simon berusaha menarik kakinya sekuat tenaga tapi tidak juga bergerak. Bukan hanya dia, tetapi semua pelari pertama terjebak. Namun, beberapa dari mereka berhasil keluar karena mereka bukanlah manusia biasa.Hanya tinggal tiga orang yang belum beranjak dari tempatnya sementara pel
Ada seratus tim yang lolos, artinya ada empat ratus pangeran yang lolos seleksi pertama. Namun, tidak semua pangeran atau bangsawan yang maju ke babak berikutnya karena menderita luka. Roran beruntung satu tim dengan Pangeran Yuasa sehingga dia bisa disembuhkan."Aku lihat dulu peraturannya." Carl ke depan dan ikut berdesakan di papan pengumuman untuk membaca aturan ujian kedua yaitu memanah. Pemuda tinggi itu kembali ke tempat tim mereka dan duduk bersama yang lain."Ada poin pada setiap sasaran target. Lingkaran tengah seratus poin, kemudian lingkaran luarnya delapan puluh hingga yang terakhir dua puluh," terang Carl menunjuk pada papan target memanah mereka."Ada aturan lain?" tanya Pangeran Yuasa."Satu tim dinyatakan lulus jika mengumpulkan seratus poin dan hanya delapan puluh tim yang akan maju ke babak berikutnya," balas Carl menatap ke tiga rekannya dalam satu tim."Apa kalian bisa memanah?" tanya Carl. Dia sejak awal menenteng busur dan sudah pasti
"Aku ingin bertemu denganmu!"Suara wanita itu bergema dan badai salju tiba-tiba menyapu pandangan Pangeran Yuasa.Seketika Pangeran Yuasa terbangun dengan keringat bercucuran."Yuasa, kau baik-baik saja? Akan kupanggilkan tenaga medis." Carl segera keluar dari ruangan dan mencari tim medis untuk memeriksa Pangeran Yuasa. Melihat Carl keluar ruangan Roran dan Simon menghampiri kemudian menanyakan kondisi Pangeran Yuasa.Tim medis memeriksa kondisi Pangeran Yuasa dan mengatakan dia baik-baik saja. Meskipun begitu panitia tetap mengawasi Pangeran Yuasa karena kejadian tadi bukanlah kejadian yang sering terjadi. Pegasus bukanlah makhluk yang akan membiarkan dirinya ditunggangi dengan mudah tapi saat itu terkesan makhluk itu sengaja melakukannya.“Bisa berikan Id pesertanya,” pinta tim medis yang didampingi panitia ujian. Pangeran Yuasa mengulurkan kartu identitasnya sebagai peserta ujian.“Ryuichi Yuasa, Kerajaan Cahaya,” gumam panitia yang melihat nama Pan
Lagi-lagi ketiga orang itu terpana. Mereka sengaja menunggu Pangeran Yuasa di depan gerbang dan masuk ke akademi bersama untuk menyelesaikan ujian fisik terakhir, penggunaan senjata."Kalian lihat apa?" Mata Pangeran Yuasa menyipit memandangi teman satu timnya yang terus melihat Rosaline meskipun hari ini dia mengenakan baju sangat tertutup."Tidak, ayo masuk!" seru Carl menarik Pangeran Yuasa sambil melambaikan tangan ke arah Rosaline."Hei, darimana dapat gadis seperti itu?" bisik Carl di telinga Pangeran Yuasa."Apa maksudmu," balas Pangeran Yuasa. Dia tidak suka dengan obrolan mengenai Rosaline."Dia itu idaman para laki-laki. Wajah cantik dan imut, body aduhai, sempurna." Simon terlihat memerah wajahnya, entah apa yang s
Rafael gemas melihat Pangeran Yuasa masuk lagi ke rumah sakit. Dia melihat keponakannya duduk sambil memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan kepalanya di sana.“Kau ini kapan tidak masuk rumah sakit, baru kemarin dari sini sekarang masuk lagi. Tidak di istana tidak di sini kenapa kau selalu pingsan,” gerutu Rafael yang kesal dan menjatuhkan bokongnya di kursi yang ada. Dia melipat tangannya dengan wajah kesal dan terus saja menggerutu melihat kelakuan keponakannya yang satu ini“Paman kira aku mau begini?” balas Pangeran Yuasa yang masih dengan posisi yang sama.“Yuasa, apa lagi sekarang? Bagaimana aku bisa tenang meninggalkanmu di sini kalau baru dua hari saja kau dua kali masuk rumah sakit,” balas Rafael.“Bukankah sudah jelas, aku gagal jadi besok pulang,” sahut Pangeran Yuasa berpindah posisi dan menarik selimut kemudian bergelung di dalamnya.“Lalu kamu mau tidur di rumah sakit? Ayo pulang!” ajak Rafael menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Pangeran Y
Hasil ujian kelulusan ujian tertulis diumumkan di papan pengumuman yang berada di dekat gerbang akademi sehingga mereka yang tidak lulus tidak perlu lagi memasuki wilayah akademi.Pangeran Yuasa sudah berdiri selama setengah jam dan belum juga bisa melihat siapa yang lulus dan apakah dia lulus atau tidak.“Kebiasaan,” gerutu Rafael yang terpaksa mendekati papan pengumuman dan tanpa ada suara apapun semua menghindar dan memberi jalan.“Yuasa, kemari dan lihat!” teriak Rafael.Pangeran Yuasa mendapatkan tatapan dari semua orang yang ada di sana, bahkan tak sedikit yang berbisik-bisik saat dia mendekati papan pengumuman.“Paman, kenapa menarik perhatian, aku jadi merasa malu,” batin Pangeran Yuasa yang tidak nyaman dengan tatapan mata yang menusuk itu, sungguh tidak nyaman.“Wah, nilaimu bagus,” lantun Rafael saat melihat nama Pangeran Yuasa berada di peringkat paling atas ujian tertulis. “Lihat Yuasa, itu nama kakak Light, Rainsword,” ucap Rafael menunjuk
Rainsword memperhatikan Yuasa dari ujung kepala hingga ujung kaki. Meskipun dia tahu dan percaya makhluk ini sama dengan dirinya tapi benar-benar rasanya sulit mempercayai dia itu laki-laki.“Satu lagi makhluk cantik tapi laki-laki, seperti Yuan. Dia itu terlalu manis untuk anak laki-laki. Apa mereka memang berasal dari ras yang sama?” batin Rainsword yang memperhatikan gerak-gerik makhluk cantik di depannya.“Ada apa?” tanya Rainsword akhirnya mendekati Yuasa.“Aku tidak tahu di mana kamarku,” jawab Yuasa yang menunjukkan nomor kamarnya kepada Rainsword.“Oh, ini dekat dengan kamarku,” balas Rainsword menunjukkan nomor kamarnya yang tertulis 25.Mereka berjalan bersama dan tidak perlu waktu lama menemukan kamarnya. Rainsword memasukkan kunci kamarnya ke lubang pintu dan dia menoleh ke arah Yuasa.“Kau tahu di mana aula 'kan?” ucapnya merasa khawatir dia akan tersesat lagi.“Sebentar,” jawab Yuasa. Dia melihat lagi denahnya dan mengerutkan alisnya.“N
Pagi ini akan dimulai kelas pertama Yuasa di akademi, dia sudah siap dengan seragamnya. "Rasanya aku sudah sangat merindukan Rosaline. Biasanya dia yang menyiapkan semuanya." Yuasa harus melakukan semuanya sendiri, tidak ada satu pelayan pun yang diperbolehkan membantu para pangeran maupun putri. Dia sudah diajarkan Rosaline mengikat rambutnya sendiri dan juga menyiapkan keperluan pribadinya. Selama ini dia tidak pernah melakukannya karena selalu ada pelayan yang menyiapkan semuanya.“Kau sudah siap juga,” sapa Recca yang berdiri di depan pintu kamarnya dan sedang mengunci pintu kamarnya.“Ya,” jawab Yuasa ikut mengunci pintu kamarnya dan memasukkan kuncinya ke dalam tas.“Mana dia, belum keluar juga,” gerutu Recca menatap pintu kamar nomor 25 yang belum juga terbuka.“Apa Rainsword belum siap?” tanya Yuasa ikut melirik ke arah pintu kamar 25.“Woi, ayo berangkat!” teriak Recca yang sudah tidak sabar dan mengetuk pintu dengan kasar.“Tunggu!” balasa