Lagi-lagi ketiga orang itu terpana. Mereka sengaja menunggu Pangeran Yuasa di depan gerbang dan masuk ke akademi bersama untuk menyelesaikan ujian fisik terakhir, penggunaan senjata.
"Kalian lihat apa?" Mata Pangeran Yuasa menyipit memandangi teman satu timnya yang terus melihat Rosaline meskipun hari ini dia mengenakan baju sangat tertutup.
"Tidak, ayo masuk!" seru Carl menarik Pangeran Yuasa sambil melambaikan tangan ke arah Rosaline.
"Hei, darimana dapat gadis seperti itu?" bisik Carl di telinga Pangeran Yuasa.
"Apa maksudmu," balas Pangeran Yuasa. Dia tidak suka dengan obrolan mengenai Rosaline.
"Dia itu idaman para laki-laki. Wajah cantik dan imut, body aduhai, sempurna." Simon terlihat memerah wajahnya, entah apa yang s
Rafael gemas melihat Pangeran Yuasa masuk lagi ke rumah sakit. Dia melihat keponakannya duduk sambil memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan kepalanya di sana.“Kau ini kapan tidak masuk rumah sakit, baru kemarin dari sini sekarang masuk lagi. Tidak di istana tidak di sini kenapa kau selalu pingsan,” gerutu Rafael yang kesal dan menjatuhkan bokongnya di kursi yang ada. Dia melipat tangannya dengan wajah kesal dan terus saja menggerutu melihat kelakuan keponakannya yang satu ini“Paman kira aku mau begini?” balas Pangeran Yuasa yang masih dengan posisi yang sama.“Yuasa, apa lagi sekarang? Bagaimana aku bisa tenang meninggalkanmu di sini kalau baru dua hari saja kau dua kali masuk rumah sakit,” balas Rafael.“Bukankah sudah jelas, aku gagal jadi besok pulang,” sahut Pangeran Yuasa berpindah posisi dan menarik selimut kemudian bergelung di dalamnya.“Lalu kamu mau tidur di rumah sakit? Ayo pulang!” ajak Rafael menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Pangeran Y
Hasil ujian kelulusan ujian tertulis diumumkan di papan pengumuman yang berada di dekat gerbang akademi sehingga mereka yang tidak lulus tidak perlu lagi memasuki wilayah akademi.Pangeran Yuasa sudah berdiri selama setengah jam dan belum juga bisa melihat siapa yang lulus dan apakah dia lulus atau tidak.“Kebiasaan,” gerutu Rafael yang terpaksa mendekati papan pengumuman dan tanpa ada suara apapun semua menghindar dan memberi jalan.“Yuasa, kemari dan lihat!” teriak Rafael.Pangeran Yuasa mendapatkan tatapan dari semua orang yang ada di sana, bahkan tak sedikit yang berbisik-bisik saat dia mendekati papan pengumuman.“Paman, kenapa menarik perhatian, aku jadi merasa malu,” batin Pangeran Yuasa yang tidak nyaman dengan tatapan mata yang menusuk itu, sungguh tidak nyaman.“Wah, nilaimu bagus,” lantun Rafael saat melihat nama Pangeran Yuasa berada di peringkat paling atas ujian tertulis. “Lihat Yuasa, itu nama kakak Light, Rainsword,” ucap Rafael menunjuk
Rainsword memperhatikan Yuasa dari ujung kepala hingga ujung kaki. Meskipun dia tahu dan percaya makhluk ini sama dengan dirinya tapi benar-benar rasanya sulit mempercayai dia itu laki-laki.“Satu lagi makhluk cantik tapi laki-laki, seperti Yuan. Dia itu terlalu manis untuk anak laki-laki. Apa mereka memang berasal dari ras yang sama?” batin Rainsword yang memperhatikan gerak-gerik makhluk cantik di depannya.“Ada apa?” tanya Rainsword akhirnya mendekati Yuasa.“Aku tidak tahu di mana kamarku,” jawab Yuasa yang menunjukkan nomor kamarnya kepada Rainsword.“Oh, ini dekat dengan kamarku,” balas Rainsword menunjukkan nomor kamarnya yang tertulis 25.Mereka berjalan bersama dan tidak perlu waktu lama menemukan kamarnya. Rainsword memasukkan kunci kamarnya ke lubang pintu dan dia menoleh ke arah Yuasa.“Kau tahu di mana aula 'kan?” ucapnya merasa khawatir dia akan tersesat lagi.“Sebentar,” jawab Yuasa. Dia melihat lagi denahnya dan mengerutkan alisnya.“N
Pagi ini akan dimulai kelas pertama Yuasa di akademi, dia sudah siap dengan seragamnya. "Rasanya aku sudah sangat merindukan Rosaline. Biasanya dia yang menyiapkan semuanya." Yuasa harus melakukan semuanya sendiri, tidak ada satu pelayan pun yang diperbolehkan membantu para pangeran maupun putri. Dia sudah diajarkan Rosaline mengikat rambutnya sendiri dan juga menyiapkan keperluan pribadinya. Selama ini dia tidak pernah melakukannya karena selalu ada pelayan yang menyiapkan semuanya.“Kau sudah siap juga,” sapa Recca yang berdiri di depan pintu kamarnya dan sedang mengunci pintu kamarnya.“Ya,” jawab Yuasa ikut mengunci pintu kamarnya dan memasukkan kuncinya ke dalam tas.“Mana dia, belum keluar juga,” gerutu Recca menatap pintu kamar nomor 25 yang belum juga terbuka.“Apa Rainsword belum siap?” tanya Yuasa ikut melirik ke arah pintu kamar 25.“Woi, ayo berangkat!” teriak Recca yang sudah tidak sabar dan mengetuk pintu dengan kasar.“Tunggu!” balasa
Rosaline baru pertama kali mengikuti pembelajaran formal sebagai pengawal. Dia memang belajar di sekolah petarung saat masih di Red Ruby tapi itu tidak dikhususkan untuk pengawal."Perhatian! Bagi seorang pengawal, orang yang menjadi prioritas utama kita adalah master kita, majikan kita, junjungan kita, jangan sampai dia celaka. Lebih baik kita yang terluka dibandingkan mereka karena itu adalah harga diri seorang pengawal. Mengorbankan diri demi melindunginya adalah kebanggaan. Akan tetapi, semua itu jika memang tidak ada jalan lain. Ingat, mereka juga menginginkan kita tetap hidup." Pelatih memberikan pesannya kepada seluruh pengawal yang siap berjuang hingga titik akhir hidupnya. Kelas pengawal hanya terdiri dari lima belas orang, tidak banyak karena mereka menargetkan standar tinggi. Mereka adalah orang-orang terpilih."Hai, Rosaline siapa majikanmu?" tanya Serafina, seorang gadis berambut biru kemerahan mendekati warna ungu gelap. "Seorang pangeran, dia cukup m
Yuasa berjalan bersama Recca dan Rainsword. Tak hanya mereka tapi satu kelas semua bersama-sama menuju tempat yang disebut hutan. "Dari kemarin aku ingin bertanya, kenapa seragam kita berbeda? Kemudian tempat duduk juga khusus," tanya Yuasa kepada Recca yang ada di sebelahnya."Karena kita tiga peringkat tertinggi. Seragam ini adalah penghargaan supaya mereka tahu siapa saja yang telah mendapatkan peringkat itu." Recca menjelaskan sambil terus berjalan mengikuti pengajar hari ini."Tapi kenapa aku juga terpilih? Aku hanya manusia biasa," imbuh Rainsword. Dia merasa kemampuannya tidak setara dengan kedua teman barunya ini."Mana ku tahu, tanya saja panitia," sahut Recca mengerucutkan bibirnya.Yuasa memperhatikan Rainsword, dia terlihat biasa saja. "Aneh, dia seharusnya memiliki kemampuan khusus. Permaisuri Erina adalah seorang penjaga," batin Yuasa."Kekuatannya belum bangkit, karena dia setengah manusia," jawab Aurum yang terdengar malas dalam benaknya.
Suara teriakan Recca membuat semua pengawal mencabut senjata dari sarungnya. Mereka waspada dengan segala kemungkinan. Mata elang terlihat waspada, melihat ke segala penjuru bahkan suara semilir angin pun menjadi tersangka yang dicurigai.“Recca, ada apa?” bisik Rainsword yang kebingungan melihat situasi tiba-tiba berubah.Tanpa menjawab pertanyaan Rainsword, Recca justru memberikan komando kepada semua pengawal.“Perhatian! bawa semua siswa ke tempat yang aman,” teriaknya.“Tempat yang aman, apa maksudmu?” tanya Rainsword yang sudah ditarik pengawalnya untuk meninggalkan tempat ini. Ada getaran yang terasa dari bawah tanah, seperti gempa dan ada sesuatu yang bergerak di bawah rumput-rumput.“Spirit tanah,"gumam Recca. "Bersiap!” teriak Recca.Rainsword tidak mengerti kenapa temannya itu menjadi pemimpin dan mengatur para pengawal sementara dirinya ditarik bersama dengan pangeran dan bangsawan lainnya.“Cepat kembali ke akademi,” bisik Yuasa yang sam
Yuasa membuka matanya perlahan. Cat warna putih langit-langit yang begitu familiar, warna putih khas rumah sakit.“Lagi-lagi masuk rumah sakit. Kembali lagi ke sini di hari kedua, entah apa yang akan dikatakan paman jika dia tahu,” batin Yuasa menghela napasnya sesaat sebelum menoleh ke arah Rainsword yang menunggunya dengan cemas.“Yuasa, kau sudah siuman. Apa ada yang sakit?” tanya Rainsword membantu Yuasa untuk duduk.“Tidak ada, hanya seperti biasanya, pingsan. Tubuhku lemah, jadi aku sering pingsan,” jawab Yuasa yang tersenyum dipaksakan.“Pasti sulit bagimu,” balas Rainsword, dia bersimpati dengan kondisi Yuasa yang memang terlihat lemah. “Di mana Recca?” tanya Yuasa menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak menemukan sosok temannya yang berambut jingga.“Entahlah, tadi setelah menyerahkan dirimu untuk dirawat, dia pergi bersama para pengawal,” jawab Rainsword. Meskipun ingin tahu apa yang terjadi, Rainsword mengurungkan niatnya.“Lebih baik kau i
Raja Quattro dikejutkan dengan tanaman merambat yang mulai menjalar dan terus tumbuh di bawah kakinya. Tanaman itu mengikuti ke mana sang raja baru melangkah. Seakan tahu sasarannya, tanaman rambat itu mengikat kaki Raja Quattro.“Kau mengendalikan tanaman!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat mulai melilitnya dari bawah. Kakinya telah terikat sempurna hingga lutut. Dia berusaha memotong sulur-sulur yang merambat cepat.“Aku tidak menguasai pengendalian tanaman,” balas Pangeran Yuasa.Pangeran Yuasa juga bingung dengan kondisi angin yang bertiup bersamaan dengan helai dedaunan. Aroma mint lembut terbawa dalam hembusan angin hingga semua pasukan berhenti berlari saat menghirup aromanya.“Jangan berkilah, hentikan tanaman ini!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat itu kini membungkus seluruh kakinya hingga ke pinggang dan masih menjalar. Bukan hanya di bawah kaki Raja Quattro tanaman mulai tumbuh di seluruh bagian. Ada beberapa bunga kecil yang mulai mekar pula.“Ayahanda,” gumam
“Rosaline!” Damian menangkap tubuh Rosaline. Dia menepuk pipi adik perempuannya supaya sadar.Raja Quattro yang melihat barrier tujuh lapis. Rosaline menghilang menyeringai. Senyumannya membuat Damian merasa merinding. Tubuh Rosaline tiba-tiba terasa ringan. Damian yang melihat perubahan itu menyipitkan mata tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tubuh Rosaline yang sedang pingsan tiba-tiba berpindah dari tangan Damian ke tangan Raja Quattro tanpa disadarinya. Angin Raja Quattro yang memindahkannya secepat kilat.Keberadaan Rosaline di tangan Raja Quattro membuat mereka semua bergidik. Raja itu melakukan segala cara demi tercapai tujuannya.“Pangeran! Turun dan serahkan dirimu, atau ....” Raja Quattro memperlihatkan Rosaline yang berada di tangannya dan memberikan isyarat gerakan tangan di depan leher seperti diiris.“Bagaimana Yuasa?” Aurum yang bersatu dengan Pangeran Yuasa tidak bisa tinggal diam. Baginya Rosaline merupakan orang yang berharga, setidaknya dia menganggap gadis itu
Adrian merasa ada yang janggal. Saat mereka meninggalkan Istana Mawar, permaisuri menyambut mereka. Namun, saat ini meskipun keributan sangat besar terjadi tidak ada tanda-tanda keberadaan permaisuri.“Tunggu.” Adrian menghentikan Pangeran Yuan yang akan membuka pintu ke kamar Raja Yuichi.“Ada apa?”Kedua anak kembar itu saling berpandangan kemudian melihat ke arah Adrian.“Kalian tunggu sebentar,” ucap Adrian meminta kedua anak kembar ini menunggu dan dia menyelinap masuk diam-diam.Tak lama berselang, Aurum bersama dengan Pangeran Yuasa masuk ke dalam.“Sedang apa?” tanya Aurum yang melihat dua anak sedang berdiri di depan pintu. Dia mencari tempat untuk meletakkan Pangeran Yuasa yang sedang tidak sadarkan diri. Setelah memindai ruangan dengan teliti dia menemukan ada kursi panjang dan akhirnya merebahkan Pangeran Yuasa di sana.“Apa yang terjadi dengan Kakak?” tanya Pangeran Yuan.“Kehabisan energi, sudah hal biasa,” jawab Aurum.Rosaline menanyakan keberadaan Adrian kepada Putri
Pangeran Yuasa berjalan menuju ke bangunan utama Istana Mawar. Mereka yang berada di depan sang pangeran menyingkir tanpa perintah. Semua orang seakan mendapatkan tekanan yang begitu berat dan tidak bisa beranjak dari tempatnya kecuali mereka yang menghalangi jalan seakan kakinya bergerak sendiri untuk memberi jalan sang pangeran. “Apa ini?!” batin Raja Quattro. Dia tidak bisa bergerak bahkan menunduk saat Pangeran Yuasa lewat di depannya. “Kau ingin tahu kekuatan apakah ini? Ini adalah kekuatan untuk mengendalikan, aku memang lemah tapi dengan kekuatan ini kau pun akan bertekuk lutut,” bisik Pangeran Yuasa di depan Raja Quattro. “Salam kepada Yang Mulia,” ucap Raja Quattro, ucapan yang seharusnya tidak pernah keluar dari mulutnya. Dia berlutut di depan Pangeran Yuasa. Semua pengikut sang raja pun mengikuti apa yang dilakukannya. “Sial, bagaimana bisa tubuhku dipaksa seperti ini!” batin Raja Quattro mengumpat dalam hati, mengutuk sang pangeran atas perlakuannya merendahkan dirinya.
Aurum menerjang prajurit yang menghalanginya. Dia tidak peduli dengan mereka yang menghalangi dan berlari ke arah Pangeran Yuasa.“Yuasa!”Raja Quattro yang melihat Aurum mendekat mengangkat tangannya. Dia mengucapkan sesuatu dan angin besar menerbangkan Aurum, naga yang begitu besar seakan tidak memiliki berat. Aurum terhempas dan menimpa beberapa prajurit.“Dasar pengganggu.” Raja Quattro membuat pembatas, pembatas yang membuat gentar siapa pun yang ada di sana. Mereka berdua berada di tengah-tengah pusaran angin.“Siapa yang akan menolongmu sekarang, Pangeran? Kau bukan apa-apa tanpa teman-temanmu. Kau pikir aku tidak tahu, kau lemah, sangat lemah, hanya karena kau terlahir sebagai anak raja maka semua ini bisa kau miliki. Sungguh membuat iri. Aku yang berusaha sekuat tenaga, berjuang dari bawah hanya bisa menduduki posisi jenderal. Sementara kau akan menjadi raja? Enak saja. Aku juga bisa melakukan pemurnian, ternyata itu bukan kekuatan spesial.” Raja Quattro menyeringai. Dia mena
“Cepat, kita harus menolong ayah!” seru Pangeran Yuasa.Yuan terbang lebih dulu, dia dapat merasakan kekuatan kristal hitam yang begitu besar.“Aneh, kenapa kristal hitam sangat terasa di sini, ini akan sangat buruk untuk ayah dan kakak,” batin Pangeran Yuan. Dia mendekati Yui dan membicarakan tentang firasatnya.“Istana Mawar ada di depan.” Pangeran Yuasa memberikan komandonya.Putri Yui memperlambat terbangnya saat merasakan sesuatu yang tidak biasa.“Ada apa?” tanya Pangeran Yuasa saat melihat kedua adik kembarnya berhenti dan tidak melanjutkan perjalanan mereka.“Itu!” Mata Pangeran Yuasa terbelalak, pasukan yang berjajar rapi mungkin lebih dari 10.000 prajurit ada di sana. Mereka dipimpin oleh Raja Quattro dan para jenderalnya.“Melawan mereka rasanya seperti menggali kubur sendiri,” gumam Rosaline.Sekuat-kuatnya mereka jika lawannya begitu banyak tetap saja akan sangat sulit.Pangeran Yuasa melihat pergerakan pasukan Damian dan yang lain menuju Istana Mawar. Pasukan mereka hany
Pangeran Yuasa terbang bersama dengan kedua adik kembarnya. Mereka mendarat di depan sebuah pintu besar yang terletak di tengah hutan.“Kurasa Aurum tidak akan muat,” ucap Pangeran Yuasa melihat sebuah pintu yang lebih besar dari pintu rumah pada umumnya, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan gerbang dimensi.Pangeran Yuan tersenyum, “Dia bisa berubah, kan,” sambung Pangeran Yuan.Aurum berubah wujud. Dia terlihat seperti Pangeran Yuasa, yang berbeda hanya warna matanya, tetap keemasan.“Aku pasti muat dengan wujud ini,” ucap Aurum tersenyum simpul.“Rosaline,” panggil Pangeran Yuasa dan gadis itu mengangguk. Dia tahu dirinya diminta memasang barrier.“Tidak perlu,” tolak Pangeran Yuan saat gadis berambut merah itu akan memasangkan barrier padanya.“Tapi, Pangeran bisa terluka,” balas Rosaline.Pemuda dengan wajah yang sama seperti Putri Yui itu tersenyum, “Aku tidak apa-apa. Berikan pada Yui dan yang lainnya.”Rosaline berbalik dan membuat barrier untuk Putri Yui dan juga Aurum
Xavier menghadang mereka yang semuanya berpakaian hitam. Satu lawan sekumpulan orang tak membuat pria bersenjata tombak hitam ini gentar.“Kenapa kalian tidak menyerang saat kami sedang terlelap, sungguh baik hati sekali menunggu hingga kami bangun.” Xavier merasa mereka ternyata masih punya hati nurani.Salah satu dari mereka terlihat terluka oleh luka bakar, Xavier merasa mengenal luka tersebut, luka yang di akibatkan oleh api hitam.“Apa Rafael berjaga tadi malam? Bukankah dia tidur lebih dulu dariku,” batin Xavier.Malam itu mereka berusaha menyerang, menunggu mereka terlelap. Saat kaki mereka melangkah cukup dekat dengan rumah pohon, sebuah barrier tujuh lapis ternyata menyelubungi tempat itu. Barrier itu sangat keras dan dengan usaha yang cukup besar mereka menghancurkan ke tujuh lapis pelindung tersebut.“Tuan Xavier, kami masih segan dengan Anda. Mereka kristal berwarna tidak seharusnya Anda membelanya,” ucap salah satu dari pria berpakaian hitam di depan Xavier.“Kalian belum
Malam semakin larut, Damian menggigil seakan seluruh tubuhnya diselimuti salju.“Kak!” Adrian berusaha membuat barrier untuk membuat udara sekitar Damian lebih hangat, tetapi percuma hal itu tidak berdampak sedikitpun.Seperti para korban yang lain, Damian mulai meracau, mengatakan hal-hal aneh. Bahkan bahasa yang digunakan juga bukan bahasa yang biasa digunakan, dia seperti bersenandung kadang berteriak dan sesaat kemudian menangis.“Kak Damian?!”Adrian berusaha menyadarkan Damian yang seperti orang lain saat tengah malam tiba, dia sangat aneh.“Adrian, tidak ada yang bisa kita lakukan, dia bukan Damian saat ini, kontaminasi di tubuhnya sedang menguasainya, ingatan dari noda-noda kristal yang diserapnya tidak bisa dikendalikan. Percuma, dia akan kembali lagi esok hari, kita hanya bisa menjaganya agar tidak melukai dirinya sendiri.” Menteri Feng Zhui membuat suhu udara sekitar Damian menjadi hangat. Pria berambut merah itu terlihat tidak terlalu menggigil lagi. Adrian membuat barrier