“Yuichi!” Naga hijau itu mulai panik saat menyadari penunggangnya mulai kehilangan kesadaran.
“Mantra apa yang gadis itu lemparkan,” geram naga kehijauan itu. Meskipun dia marah, mencari jalan kembali ke dunia kristal merupakan prioritas utama saat ini. Dia harus segera mendapatkan bantuan untuk menolong pemuda yang berada di punggungnya.
Kepakan sayap semakin pelan, naga kehijauan itu tidak bisa terbang dengan kecepatan maksimal dengan kondisi penunggannya yang sudah benar-benar tidak sadarkan diri. Hutan Onyx mulai terlihat dan dengan sigap naga itu berhenti di sebuah rumah yang berada di tengah hutan.
Seorang pria bertubuh kekar sontak kaget melihat seekor naga hijau yang terbang rendah. Dia melihat ada penunggang di punggung naga itu.
“Yuichi!”
Pria itu bergegas membawa pemuda di punggung naga masuk ke dalam rumah.
“Rafael! Kemarilah,” teriak pria itu dengan lantang lalu datang seorang anak kecil mendekatinya.
“Kenapa dia?”
Yuichi membawa Rafael bersamanya. Dia kembali melewati perbatasan dunia kristal dan dunia manusia. Sebuah pelindung yang menyekat keduanya membuat tuberlensi sehingga mereka harus berhadapan dengan pusaran angin yang ganas. “Rafael, barrier!” perintah Yuichi dan anak kecil itu menyelimuti naga hijau itu dengan sebuah perisai pelindung. Pusaran angin yang menghantam terhalang pelindung sehingga keempatnya tidak terluka sedikitpun hingga mendarat di Istana Persik. Yuichi tidak perlu bersusah payah mencari gadis itu karena dia berada di bawah pohon persik, seakan-akan tahu hari ini dirinya akan datang. “Kebetulan sekali, aku ingin bicara denganmu,” ucap Yuichi mendekati gadis itu. “Bukan kebetulan, tidak ada yang kebetulan di dunia ini,” jawab gadis itu mengangguk. “Maksudmu kau sudah tahu aku akan datang?” Mata Yuichi menyipit memandang gadis ini, dia sangat cantik, jika saja dia bukan manusia pasti lebih sempurna. Gadis itu mendongak da
Langkah seseorang terdengar mendekati Aurum. Naga keemasan itu membuka matanya.“Yuasa, bangun!” Melalui benaknya dia berusaha membangunkan Pangeran Yuasa yang tertidur bersamanya.“Yuasa!” Kali ini dia menggunakan moncongnya untuk membangunkan pangeran tidur yang masih terlelap.“Yuasa,” ucap pria yang baru saja datang. Dia dengan lembut menguncang tubuh Pangeran Yuasa yang belum juga bangun.“Lima menit lagi,” gumam Pangeran Yuasa.“Yuasa, bangunlah,” bisik Raja Yuichi di telinga Pangeran Yuasa.Sebuah langkah kecil datang mendekat, langkah yang lebih ringan. Baik Raja Yuichi maupun Aurum menoleh untuk melihat siapa pemilik langkah itu.“Rosaline.”Keduanya menyebut nama gadis itu dalam hati tanpa terucap.Gadis itu membungkuk memberi salam kepada Raja Yuichi dan juga Aurum, sang Naga.“Biar saya yang membangunkannya,” ucap gadis itu mendekat dan Raja Yuichi mengangguk lalu memberi ruang untuk Rosaline membangunkan pangeran tidur itu.“Pangeran, bangunlah.” Suara Rosaline seperti me
Raja Yuichi berjalan ke aula di mana kristal cahaya berada. Dia menyentuh kristal itu. Helaan napas berat dihembuskannya, dia tidak lagi bisa merasakan atau pun mendengar suara kristal.“Yuichi!” Kristal cahaya memanggil dirinya, tetapi Raja Yuichi tak lagi bisa mendengar.“Yuichi, kau dalam bahaya!” Kristal cahaya berusaha memperingatkan. Namun, semua itu sia-sia, Raja Yuichi berjalan menjauh dari kristal cahaya.Seorang penjaga melapor bahwa Jenderal Quattro ingin menemuinya.“Suruh dia masuk,” titah Raja Yuichi. Dia berjalan ke arah singgasana dan duduk di sana. Raja Yuichi melihat Jenderal Quattro masuk dan memberinya salam.“Salam, Yang Mulia,” ucap Jenderal Quattro.Selanjutnya jenderal itu memberikan laporan tentang kondisi perbatasan.“Kau masih menyisakan orang-orang di sekitar gerbang dunia bawah?” Raja Yuichi menyipitkan matanya menatap Jenderal Quattro.Jenderal Quattro tersenyum simpul. “Yang Mulia, mereka hanya berjaga kalau makhluk terkutuk dari dunia bawah berani kelua
Raja Yuichi dibawa ke Istana Mawar. Permaisuri Sawatari yang melihat sang raja dalam keadaan tidak sadarkan diri saat dipindahkan.“Apa yang terjadi?” tanya Permaisuri Sawatari kepada para penjaga yang memindahkannya.“Yang Mulia diracuni Menteri Feng Zhui,” jawab salah satu dari mereka.Permaisuri Sawatari yang khawatir dan cemas dengan kondisi Raja Yuichi mengikuti mereka hingga di dalam kamar.“Tabib istana, apa sudah diperiksa?” tanya Permaisuri Sawatari mengalihkan perhatiannya dari Raja Yuichi ke tabib istana.“Ya, tetapi racun kristal hitam sulit untuk ditawarkan,” jawab tabib istana.Permaisuri Sawatari menyipitkan matanya saat melihat hal yang janggal, Jenderal Quattro menarik sudut bibirnya. Meskipun samar, tetapi itu adalah hal yang aneh.“Permaisuri, Anda tidak perlu khawatir, Menteri Feng Zhui sudah dimasukkan ke penjara, dia tidak akan bisa mengganggu lagi,” terang Jenderal Quattro yang langsung melambaikan tangan lalu empat orang pengawal menghampirinya.“Mereka akan me
Derap langkah tergesa-gesa terdengar hingga Adrian menoleh ke arah pintu ruangannya yang dibuka dengan sangat kasar hingga terdengar suara hantaman pada kayu pintu dengan tembok.“Kau harus menggantinya jika pintu itu rusak, Aegaeon!”Napas yang belum sepenuhnya tertata, pria kekar itu mendekati Adrian yang sibuk dengan setumpuk berkas di mejanya. Di sampingnya seorang gadis manis menaruh kopi di meja.“Terima kasih, Leila,” ucap Adrian tersenyum manis ke arah gadis itu.“Mayor, lapor!” ucap Aegaeon masih tersendat dengan mengatur napas. Dia belum sepenuhnya bisa berbicara lancar. Napasnya begitu memburu dan dadanya kembang kempis.“Atur dulu napasmu, duduklah,” perintah Adrian sembari membaca laporan yang ada di mejanya.Gadis dengan rambut dikepang mengulurkan segelas air putih ke arah Aegaeon. Pria itu meminumnya hingga tandas.“Mayor, berita ini sungguh penting,” ucap Aegaeon mendekat ke arah Adrian.“Baik, katakan,” balas Adrian. Dia menghargai Aegaeon dan menghentikan aktivitasn
Damian dan Adrian tidak menunggu hingga pagi menjelang, mereka langsung mencari kuda menuju ke Kota Naga. Rupanya tidak semudah yang mereka kira, mata-mata Jenderal Quattro tidak bisa di remehkan.“Celaka kita ketahuan!” Adrian dan Damian dikepung pasukan Jenderal Quattro. Seragam khusus pasukan perbatasan jelas mereka kenakan.“Lindungi Mayor!” teriakan dari arah berlawanan terdengar.“Aegaeon,” gumam Adrian saat melihat sosok yang dikenalnya bersama dengan satu pleton pasukan.“Mayor Adrian, pergilah, biar kami yang akan mengurus mereka,” ucap Aegaeon menepuk dadanya.“Aku mengandalkanmu, Aegaeon,” balas Adrian memacu kudanya bersama dengan Damian.“Leila, ikutlah dengan Mayor!” teriak Aegaeon. Seorang gadis dengan rambut kuning dikepang dua muncul dari balik pasukan dan berlari ke arah Adrian. Gadis itu mengulurkan tangan dan Adrian menarik tangan Leila hingga duduk di kuda bersama.“Pegangan, Leila!” seru Adrian tanpa mengurangi kecepatan kudanya.Kedua kuda menerjang pasukan yang
Jenderal Quattro memantas dirinya dengan jubah baru, dia puas tersenyum di depan cermin.“Ayah memang pantas menjadi raja, tetapi bagaimana dengan kristalnya?”Quinso mulai cemas, dia tahu ayahnya tidak memiliki kemampuan pemurnian seperti raja terdahulu, semua itu hanyalah tipu muslihat saja.“Setelah penobatan nanti tidak akan ada yang berani mengusikku, kita pikirkan cara lain,” balas Jenderal Quattro. Obsesi membutakan pikirannya. Membiarkan kristal terus ternoda akan membuat dunia ini menjadi buruk.Satu minggu berlalu setelah acara penobatan raja yang baru, Semua masih dalam kendali. Hanya satu hal yang tidak bisa dikendalikan, kristal cahaya di aula yang terus menerus ternoda. Bercak-bercak hitam mulai terlihat jelas di permukaan kristal.“Ini buruk, baru satu minggu saja sudah terlihat, bagaimana kalau sampai satu tahun,” gumam Raja Quattro. Dia berpikir keras bagaimana menghilangkan bercak hitam pada kristal yang jelas-jelas bukan noda yang bisa dibersihkan dengan mudah.Sang
Raja Quattro mengunjungi bagian lain istana. Tempat itu adalah sebuah kubah besar yang terdapat gerbang dimensi. Sang raja baru penasaran dengan tempat ini.“Ayah, apa ayah bisa membuka gerbang dimensi, bukankah hanya penjaga yang memiliki kemampuan itu.” Quinso yang mengekor ke mana pun sang raja pergi penasaran juga dengan bagian istana yang tidak boleh dikunjungi tanpa izin ini.“Entahlah, seharusnya bisa karena aku sekarang adalah raja,” balas Raja Quattro menyombongkan diri.“Ayah, ayo coba kita pergi ke belahan tempat lain dengan gerbang dimensi,” usul Quinso dengan antusias.Keduanya menatap sebuah gerbang besar setinggi enam meter yang menjulang ke atas.“Pantas saja kubah ini begitu besar, ternyata gerbang dimensi di sini sama besarnya seperti di hutan Onyx.” Raja Quattro mendekati gerbang dimensi yang di sekitarnya terdapat ukiran-ukiran simbol-simbol yang tidak dia mengerti.“Aku pernah membacanya, itu rune, sepertinya rune kuno. Bagaimana membuka pintu ini? Apa ayah tahu c