Sigap saja, Jay menangkap benda kecil tipis itu menggunakan dua jarinya.“Wah, mainanmu ini ….” Jay menatap apa yang baru ditangkapnya dan terkekeh.Si penyerang membelalakkan mata, tak percaya akan tindakan tak terduga Jay.“Oh? Jarum? Kamu udah mempersiapkan ini sejak tadi untukku, yah? Ha ha ha!” Jay tertawa lepas untuk memberikan tekanan psikis ke penyerangnya yang masih kaget.Tak hanya si penyerang yang mengalami kekagetan, Kolonel Hangga dan anak buahnya di sana pun tak kalah kaget, seakan mereka baru saja menyaksikan adegan di sebuah film k****u.Jay memandangi jarum kecil itu sambil berkata, “Wah, wah, bukankah ini jarum yang berbahaya jika berhasil disuntikkan? Beracun, kan?”Jarum itu memang tidak berbahaya ketika dipegang batangnya, namun apabila tertusuk ke kulit dan menembus lapisannya, maka cairan racun di dalam rongga batangnya akan terdorong keluar dan itu sangat mematikan.“Hm, menarik!” Jay mengangguk-anggukkan kepala sambil masih meneliti jarum itu.“Tuan Jay ….” Ko
“Kolonel, bolehkah?” pinta Jay ke Kolonel Hangga. “Saya jamin, saya dan Erlangga tidak akan membebani pasukan Anda. Kami akan sangat berhati-hati dan menjauhi bahaya sebanyak mungkin.”Karena sudah begitu, maka Kolonel Hangga pun setuju mengikutsertakan Jay ke pertempuran langsung di hutan barat“Kami akan menjaga Anda.” Kolonel Hangga tetap harus melakukan ini. Bagaimanapun, Jay merupakan masyarakat sipil yang wajib dilindungi ketika ada konflik bersenjata.Erlangga segera bergabung dengan para prajurit, tak lupa dia menggunakan rompi NanoCorium.Sementara Jay memeriksa kembali alat komunikasinya sebelum melangkah keluar dari tenda itu.Di bawah langit malam yang penuh bintang, suasana semakin tegang. Asap dari ledakan masih terlihat mengepul di kejauhan.“Tuan Jay, Anda harus pakai ….” Suara Kolonel Hangga terhenti ketika dia hendak menyuruh Jay menggunakan rompi NanoCorium.Namun, pandangan Jay membuat sang kolonel mengurungkan niatnya melengkapkan kalimatnya. Jika Jay bisa selamat
“Ayo, sini! Come to papa! Ha ha ha!” Jay tertawa rendah. Wajahnya sudah mirip iblis pembantai dengan gelagat seperti dewa perang.Iblis Dewa Perang sedang beraksi di medan tempur.Ketika pertempuran semakin memanas, Jay mulai menyadari bahwa ini adalah pertempuran untuk bertahan hidup, bukan hanya melawan musuh fisik.Musuh semakin banyak dan serangan mereka semakin terkoordinasi. Namun, Jay tetap tak gentar.Setiap kali musuh mendekat, dia menghancurkan mereka dengan kekuatan dan kecepatan luar biasa.“Ayo! Ayo!” Jay seperti kesetanan, menebas ke kanan dan kiri, atas dan bawah, sehingga yang terdengar hanya teriakan musuh setiap berada di jangkauan Jay.Setelah beberapa saat, Jay mulai kehabisan musuh di sekitar.Erlangga yang berdiri di sampingnya terlihat tak tergores sedikit pun, meski mereka telah dikelilingi oleh lusinan musuh yang kini tergeletak di tanah."Aku sudah bilang, Lang, bahwa kita lebih pintar daripada mereka," ujar Jay sambil tersenyum tipis.Namun, matanya masih aw
“Tuan Jay, Anda sungguh luar biasa.” Kolonel Hangga memuji.Pertempuran sudah usai dan kemenangan jelas ada di pihak militer Astronesia. Meski ada korban jiwa, tapi itu sangat minimal. Berbanding terbalik dengan pihak pasukan pemberontak.“Oh, Kolonel terlalu memuji. Saya hanya berbuat sedikit.” Jay merendah untuk meroket.Memahami kesombongan Jay yang dibungkus tipis, Kolonel Hangga terpaku beberapa detik sebelum menyemburkan tawa basa-basi.“Ha ha ha. Sedikit dari Anda, merupakan bantuan besar bagi kami. Terima kasih. Baru kali ini kami meraih kemenangan yang demikian gemilang melawan pasukan pemberontak.”Meski begitu, Kolonel Hangga tidak mempermasalahkan kesombongan itu, karena Jay memang pantas untuk sombong setelah apa yang diperbuat dan apa yang mampu diperbuat.Mereka pun kembali ke barak darurat. Banyak prajurit yang baru saja bertempur merasa kagum dengan Jay.“Sungguhan! Aku pikir aku sedang menonton film laga tadi! Dia keren banget! Gerakannya cepat banget! Berasa nonton
Jay menatap layar laptop, sejenak merasakan ketegangan yang mulai memudar setelah Komandan Rahul memberikan izinnya.Meskipun rasa hormatnya besar pada militer, dia tidak ingin mengambil tindakan tanpa koordinasi."Terima kasih, Komandan. Untuk saat ini, tidak ada permintaan khusus. Namun, jika situasi memburuk dan kami memerlukan dukungan tambahan, saya akan secepatnya menghubungi Anda," jawab Jay dengan nada tegas.Kolonel Hangga yang berdiri di samping Jay mengangguk setuju. "Saya akan pastikan pasukan siap dan waspada. Anda bisa percaya pada kami di sini, Komandan," kata Hangga sambil memberi salut.Komandan Rahul menghela napas, terlihat sedikit lega. "Baik, Kolonel. Saya percayakan situasi di sana kepada Anda dan Tuan Jay. Tolong jaga Tuan Jay dan orang-orangnya. Mereka warga sipil yang pemberani. Jaga pula komunikasi tetap terbuka. Jika situasi memanas, segera hubungi saya. Kami akan siap mengirim bantuan secepat mungkin," katanya sebelum menutup sambungan.Setelah panggilan be
Siang itu di penjara Albis—tempat para narapidana kelas kakap dan penjahat berbahaya ditempatkan, seorang pria berada di Ruang Pembebasan setelah selesai melakukan pemeriksaan medis di Ruang Kesehatan.“Apakah ini sudah semuanya?” Suara bariton keluar dari narapidana yang hari itu dibebaskan, lebih cepat dari tuntutan 5 tahun yang seharusnya, dikarenakan berkelakuan baik dan mendapatkan remisi.Dia merupakan sosok pria setinggi 187 cm yang bertubuh atletis meski tidak memiliki massa otot berlebihan. Wajahnya memiliki gurat ketampanan maskulin dengan kulit warna cokelat terang. Rambut lurus sepanjang tengkuknya tertata asal-asalan. Mata tajamnya selaras dengan aura wibawa dan juga berbahaya yang menguar darinya.“Sudah, Jay.” Sipir penjara menjawab.Kemudian, Jay melangkah keluar setelah berganti pakaian ke baju kasual dan pergi dengan perahu motor yang akan membawanya keluar pulau.Penjara Albis terletak di Pulau Kaswatu, pulau khusus di Negara Astronesia untuk bangunan penjara terbes
Jay menghela napas. Seharusnya dia sudah menduga akan seperti ini reaksi dari mertuanya. “Ma, aku bebas lebih cepat dari pen—““Ah, udah! Nggak usah banyak bacot nggak guna! Mendingan kamu pergi aja daripada aku mual setiap melihat wajahmu! Dasar pembawa sial!” maki Bonita ke Jay.Jay masih bersabar karena memandang Bonita adalah ibu mertuanya. Dia cepat memahami kenapa Bonita memotong ucapannya, karena tak ingin tetangga sekitar mengetahui dia sebagai mantan narapidana.“Ma, mana Vanya?” Jay menanyakan istrinya.Bukannya langsung menjawab, Bonita justru melotot lebih galak dan kedua tangan berada di pinggang.“Masih punya muka menanyakan putri berhargaku? Dia susah payah bekerja jadi karyawan biasa di perusahaan orang lain gara-gara punya suami nggak becus sepertimu!” omel Bonita.Jay merenung sejenak. Dia menyesal karena terlalu sibuk melakukan banyak misi untuk PhantomClaw sampai mengabaikan istrinya yang kini sepertinya menderita. Mau bagaimana lagi?Dia bertemu dengan Hagar—pemim
“Vanya, hei!” seru Jay dengan emosi yang berusaha dia tahan sekuat mungkin.Tidak pernah terkira dalam imaji liarnya sekalipun bahwa istrinya—Vanya, merupakan si wanita dalam aktivitas ‘mobil goyang’ yang bagi Jay sangat memalukan jika menilik dari mewahnya mobil tersebut.Menarik napas panjang, Jay mengetuk kaca jendela agar Vanya yang saat itu sedang bergerak aktif di atas tubuh seorang pria seumuran ayahnya, mau berhenti. “Vanya! Vanya!”Namun, bukannya Vanya terlihat malu karena terpergok olehnya dalam situasi yang sangat memalukan, wanita itu justru menurunkan setengah dari kaca jendela tanpa sungkan. Padahal penampilannya sudah kacau meski tidak telanjang bulat.“Apa sih, Jay?!” bentak Vanya tanpa takut, justru matanya mendelik karena kesenangannya diganggu.Ketika pria di bawah Vanya hendak berpindah posisi, Vanya justru mencegah.“Kenapa kamu di sini dan … dan melakukan hal gini?” Jay sampai tak sanggup mengucapkan hal apa yang sedang dilakukan istrinya.Hati Jay terluka begit