Menghadapi pertanyaan kakaknya, Feinata gugup, wajahnya merona merah dan mulai tersipu. “Ah, Kakak, ihh ….” Dia salah tingkah.Ini mengakibatkan Zafia semakin yakin. Mana mungkin sinyal kuat semacam itu tidak terbaca olehnya?“Nah, nah, adik manjaku mulai jatuh cinta ….” Dia sedikit menggoda adiknya.Feinata semakin salah tingkah dan senyum sipunya semakin lebar.* * *Di dalam markas Supreme NeoTech yang megah, Jay berdiri di depan sebuah jendela besar yang menghadap ke arah timur kota Jatayu. Perhatiannya beralih ke 27 ilmuwan muda yang saat ini bekerja di bawah pengawasannya.Masing-masing dari mereka memiliki potensi besar, dan dia telah memberikan mereka ruangan dan fasilitas terbaik.Runa sedang sibuk di ruangannya yang dipenuhi dengan layar besar dan server yang menderu ketika Jay masuk ke sana, ingin melihat langsung.Di sudut ruangan, sebuah AI kompleks sedang diujicoba. AI itu telah dikembangkan dari prototipe sederhana yang dulu dia buat untuk petani di desanya."Data cuaca
“Oh! Ingin mengungkapkan jati diriku?” Jay mengulang kabar itu menggunakan tone suara tanya.Kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi hingga kemudian muncul senyum di wajah tampannya.Namun, di mata Baskara, senyum yang dilihatnya saat ini justru mengerikan bagaikan senyum iblis.“Menarik!” Jay seraya anggukkan kepalanya beberapa kali. “Dari mana kamu mengetahuinya?”Tentu saja dia harus meneliti lebih dulu sumbernya.“Saya mendapatkannya dari anggota yang masih aktif, yang dihubungi dia ketika dia berkeluh kesah karena tidak bisa masuk kembali ke PhantomClaw karena Anda pecat.”Baskara kemudian memberikan tablet di tangannya agar Jay melihat sendiri hasil percakapan melalui chat dua orang itu.“Hm, sepertinya aku terlalu lunak padanya, cuma kasi pemecatan dan uang ratusan juta untuknya tutup mulut dan melanjutkan hidup baru. Kurasa nggak perlu lagi berbaik hati pada siapa aja yang nggak layak di PhantomClaw.”Kemudian, Jay menyandarkan punggungnya ke kursi besarnya sambil melebarkan sen
“Bodoh!” Jay berteriak.Hanya perlu melambaikan tangannya yang bermuatan energi kanuragan, gunting di tangan Ale terlontar jauh.Kemudian, Jay bergerak secepat gundala ke arah Ale dan mengusap kedua tangan dan kedua kaki Ale.“Aaarghh!” Ale berteriak ketika Jay meremukkan tulang tangan dan kakinya dalam kurun waktu tak sampai satu menit.Para anggota PhantomClaw yang menyaksikan tindakan Jay, merasakan jantungnya berdebar kencang dengan keringat dingin mulai muncul. Takut dan segan berpadu di sanubari mereka.“Aku bersumpah nggak akan mengkhianati Bos,” bisik salah satu dari mereka setelah menelan saliva.Bisikan orang itu segera mendapatkan persetujuan dari banyak orang di dekatnya.“Sekarang, keluarkan pisau kalian masing-masing!” teriak Jay pada semua anak buahnya di lapangan.Semua anggota PhantomClaw sudah paham apa yang harus mereka lakukan.Sementara, Ale sudah banjir keringat dan terkapar tak berdaya di rumput pendek lapangan markas PhantomClaw. “Guys, kumohon ….” Dia menggele
Ratu Kota Jatayu menoleh ke arah Jay, matanya bersinar di balik topeng peraknya.Mereka saling pandang sejenak sebelum dia menaikkan tawarannya lagi. "Dua ratus juta."Jay tak ingin kalah. "Dua ratus lima puluh juta," jawabnya, masih dengan senyum di wajahnya.Bidding War antara Jay dan Ratu Kota Jatayu menarik perhatian seluruh ruangan. Keduanya tampak saling menantang dalam diam, seolah ada permainan tersembunyi di antara mereka.Ketika harga barang tersebut mencapai angka tiga ratus juta, Ratu Kota Jatayu tampak ragu sejenak, lalu melirik ke arah Jay yang masih tersenyum percaya diri. Dia mengangkat papan kayu bernomor di tangannya, "Tiga ratus lima puluh juta."Jay tersenyum lebih lebar. "Empat ratus juta," tawarnya dengan nada tenang, seolah menunggu reaksi dari Ratu Kota Jatayu.Ratu Kota Jatayu menoleh lagi ke arah Jay, kali ini senyumnya tipis tapi jelas terlihat dari balik topeng. "Empat ratus lima puluh juta," ujarnya, dengan nada yang menantang.Jay mengangguk kecil, mengak
“Semoga Ratu tidak keberatan atas kalung ruby-nya.” Jay mengawali basa-basinya. “Saya berterima kasih untuk kemurahan hati Anda.”Dia hanya ingin bisa mengobrol dengan Ratu Kota Jatayu yang memikat perhatiannya.Ratu Kota Jatayu menoleh padanya dengan gerakan anggun dan tersenyum untuk berkata, “Tidak masalah. Anda juga sungguh bermurah hati pada meja kayu kuno. Saya akan katakan pada ayah saya mengenai kebaikan Anda.”Jay merespon dengan senyuman tanpa melepaskan tatapannya dari wajah tertutup topeng milik Ratu Kota Jatayu.“Saya dengar Anda konsultan bisnis yang handal.” Jay menarik topik itu. “Saya harap nantinya bisa mendapatkan nasehat bisnis dari Anda.”Suara tawa kecil yang menawan dari Ratu Kota Jatayu mengawali sebagai respon untuk Jay sebelum dia menjawab, “Kurasa Tuan Jay tidak membutuhkan nasehat bisnis apapun dari saya. Anda jauh lebih ahli dari saya. Pertumbuhan hingga ke unicorn dalam waktu singkat adalah buktinya.”Menanggapi ucapan itu, Jay tertawa kecil.“Hanya sebua
“Aku bersedia!” Demikian jawaban dari Syakila ketika Ghea menyambungkan pertanyaan Jay padanya. Gadis 26 tahun itu begitu yakin atas apa yang dia ucapkan. “Atur aja kapan dan kami siap, Kak Ghea!”Pancaran mata yang memuat kepercayaan dirinya terlihat jelas ketika Syakila membalas tatapan Ghea.Karena sudah begitu, maka Jay meminta humasnya dibantu Ghea untuk menyiapkan pertemuan Syakila dengan para ilmuwan senior.“Pak Atin, minta Baskara menyelidiki latar belakang, kehidupan, dan kebiasaan para profesor yang memprotes Syakila.” Jay bertitah.Atin mengangguk dan pamit dari ruangan sang bos.Kontroversi penemuan Syakila semakin bergulir bagaikan bola panas. Publik terpecah menjadi dua kubu.“Kalau emang itu temuan yang baik untuk membuat bumi terselamatkan dari kehancuran, kenapa nggak?” tulis salah satu warganet.“Heh, mereka itu siapa, sih? Cuma bocah kecil, kan? Sedangkan para profesor yang udah sekolah tinggi aja bilang kalo itu mustahil, kok malah pada ngeyel?” Warganet lain memb
Syakila menjawab dengan tenang, "Kami telah mengembangkan teknik baru untuk memastikan stabilitas hidrogen dalam kondisi ekstrem. Graphene dalam Carbophene tidak hanya menstabilkan hidrogen tetapi juga mencegah terjadinya reaksi berbahaya."Ilmuwan lain masih belum yakin. "Penelitian ini terlalu baru dan belum teruji dalam skala besar. Risiko dari bahan baru ini bisa lebih besar daripada manfaatnya."Seorang profesor senior, mengangkat tangannya. “Bagaimana Anda bisa memastikan bahwa Carbophene ini stabil dalam jangka panjang? Kami tau bahwa graphene adalah material yang sangat kuat, tetapi apakah benar-benar mampu menahan perubahan tekanan dan suhu dalam aplikasinya di lapangan?”Syakila tersenyum tipis, menunjukkan bahwa dia telah mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan ini. “Kami telah melakukan uji ketahanan yang intensif, Profesor. Dalam lingkungan dengan variasi suhu ekstrem, Carbophene tetap stabil. Grafik yang Anda lihat di sini,” dia menyorot layar lagi, “menunjukkan bahwa sen
“Ya ampun! Itu suara Profesor Wibowo, ya kan?”Di dalam GOR, suasana langsung berubah tegang dan sedikit ricuh. Penonton mulai berkomentar, dan para wartawan yang hadir segera mencatat setiap detail rekaman yang diputar.Wajah Profesor Wibowo memucat, sedangkan Jay tetap tenang, memandangi kerumunan dengan tatapan penuh percaya diri.“Kamu bermain dengan orang yang salah, bro!” lirih Jay sambil menyunggingkan senyum iblisnya ke kerumunan ilmuwan senior.Pihak GOR dan NRTV gagal menghentikan apa yang diputar di layar LED. Seakan ada tombol ajaib yang membuat rekaman itu terus berputar sampai akhir.Beberapa ilmuwan mulai menampakkan wajah gugup, tapi ada juga yang bingung dan tak paham apa yang terjadi. Dari sana sudah tercermin mana yang dibayar dan mana yang tulus berpendapat di acara debat ilmiah tersebut.“Ini … ini kok nggak bisa dimatikan, sih? Ini gimana? Kok gini?” Petugas di ruang control konten kebingungan.Sedangkan Floor Director terus memberikan sinyal ke pembawa acara aga
* * *Ketika pesta yang dinantikan tiba, semua mata tertuju pada pasangan yang tengah menjadi pusat perhatian.Jay tampil memukau dalam setelan jas hitam klasik dengan aksen emas di bagian kerah, yang dirancang khusus oleh perancang busana ternama dunia. Rambutnya disisir rapi ke belakang, memancarkan aura karisma dan kekuasaan.Zafia, di sisi lain, terlihat seperti dewi. Gaun pengantinnya, rancangan desainer haute couture terkenal dari kota mode internasional, Parisiane, terbuat dari bahan sutra putih yang dihiasi kristal Swarovski.Sebuah jubah panjang dengan bordir emas mengalir di belakangnya, membuatnya tampak seperti ratu sejati. Tiara berlian bertengger di kepalanya, melengkapi penampilannya yang elegan dan memesona.“Astaga! Mereka keren banget!” seru salah satu tamu undangan.“Duhai! Aku yakin baju mereka bukan barang sepele.” Tamu lain berdesis saat melihat Jay dan Zafia.“Mana ada barang sepele di sekitar pengusaha muda dan sukses yang kekayaan bersihnya dikatakan mencapai
“Terima kasih, suamiku.” Di samping Jay, Zafia tersenyum ketika tatapan mereka saling bertaut mesra.“Hah? Jadi … selama ini Kak Fia udah menikah?” Tiba-tiba muncul Feinata di ruang tamu.Gadis itu mendekat dengan wajah terkejutnya.“Maaf kalau kamu baru tau ini sekarang, Fei.” Zafia meraih adiknya untuk dia rangkul.Saat Feinata hendak menyahut, terdengar bunyi bel pagar depan.“Ah! Itu pasti si bodoh itu!” Feinata melepaskan rangkulan kakaknya dan berlari ke depan untuk membukakan pagar.Tak berapa lama, Feinata kembali masuk ke dalam sambil membawa pria muda. Jay tersenyum karena sangat mengenali pemuda itu. Radeva.“Permisi, Tante dan Om.” Radeva menyapa pasangan Narendra. “Oh, Kak Fia dan Bang Jay juga.” Dia tidak melupakan pasangan muda di sana.“Heh, kamu tau,” Feinata menepuk keras lengan Radeva dan berkata, “Kak Fia dan Bang Jay udah menikah! Kamu kapan ngelamar aku?”“Fei!” Ibunya langsung menegur putri bungsunya yang terlalu frontal ketika bertutur. “Kamu ini perempuan, loh
“Fu fu fu ….” Jay terkekeh santai.Dia duduk di kursi kulit hitamnya yang megah, di ruang kerja yang memancarkan kemewahan modern.Sambil memegang cangkir teh herbal yang baru saja dituangkan oleh Atin, wajahnya tetap tenang, dengan sedikit senyum penuh keyakinan yang hanya dia tunjukkan pada orang-orang terdekatnya.“Aku tidak bermain, Pak,” kata Jay dengan suara datar namun penuh makna. “Aku hanya memastikan papan catur tetap di bawah kendaliku. Apa gunanya menjadi raja jika kamu tidak bisa mengontrol bidak-bidakmu?”Atin tersenyum tipis, mengakui kecerdikan bosnya. “Kamu bahkan mengalahkan mereka yang mencoba mengaitkanmu dengan PhantomClaw. Kini publik melihatmu sebagai pahlawan teknologi Astronesia.”Jay menyesap tehnya perlahan, matanya menatap jendela besar yang memperlihatkan pemandangan Jatayu yang gemerlap di malam hari.Kota itu, dengan segala kesibukannya, kini terasa seperti berada di telapak tangannya.Seiring waktu, NeoTech, perusahaan teknologi milik Jay, menjadi binta
Jonas mencoba mempertahankan argumennya. “Jenderal, saya yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh Jay. Keberadaannya di Jorgandia bisa saja ....”“Cukup!” potong Hambali dengan nada keras, membuat Jonas terdiam. “Fakta menunjukkan bahwa Jay Mahawira berada di Jorgandia, bekerja sama dengan ilmuwan internasional untuk sesuatu yang sangat penting bagi masa depan dunia. Dan sementara itu, Anda menyebarkan tuduhan bahwa dia adalah seorang kriminal yang memimpin organisasi bawah tanah. Apa yang Anda harapkan? Bahwa publik akan percaya omong kosong ini tanpa bukti yang jelas?”Jonas berusaha keras menyusun pembelaan. “Saya memiliki informasi dari Bruno sebelum dia mati, dan saya yakin itu valid. Jay—”“Bruno adalah kriminal yang bermain di dua sisi!” bentak Hambali. “Dan sekarang Anda ingin membangun seluruh argumenmu berdasarkan kata-kata seorang pengkhianat?”“Pak Jonas,&rdqu
“Jangan harap kamu bisa sewenang-wenang, Jek Jon!” seru Jonas.Pertarungan semakin sengit. Jonas menggunakan teknik Cakar Garuda, sebuah gaya bertarung yang memadukan kekuatan fisik dengan gerakan cepat.Dengan teknik itu, dia berhasil meloloskan dirinya dari cengkeraman Jek Jon.Namun, Jek Jon memiliki keunggulan dalam pengalaman dan teknik kanuragan tingkat tinggi.Dengan gerakan Langkah Naga Terbang, dia mengelak dari setiap serangan Jonas sambil melancarkan pukulan dan tendangan presisi yang mulai melemahkan sang mayor jenderal.Jonas tidak gentar. Dia mengaktifkan teknik bela diri Harimau Lembah yang menjadi kebanggaan Kostrad.Membawa serangan cepat, dia melancarkan pukulan dan tendangan yang ditujukan ke titik vital Jek Jon.Namun, Jek Jon memblokir setiap serangan dengan mudah, menggunakan teknik Cengkraman Naga Hitam untuk menangkap pergelangan tangan Jonas dan memutarnya hingga terdengar bunyi retakan kecil.Jonas meringis kesakitan, tetapi dia tidak menyerah. Dengan lompata
"Rupanya sungguh Pak Mayjen Jonas Patulubi, salah satu orang kepercayaan Pak Jendral Hambali Sardi." Jek Jon terkekeh santai. Dia berdiri di depan pondok utama milik Bruno, sedangkan mayat pria itu masih di dalam sana. Di belakang Jonas, sekelompok pasukan Kostrad bersenjata lengkap berjaga dalam formasi disiplin. Jonas maju selangkah, tatapannya tajam mencoba memberikan perasaan superior ke Jek Jon. "Kamu tak perlu berpura-pura lagi, Jek Jon. Kami tau siapa kamu sebenarnya. Kamu pikir bisa menyembunyikan identitasmu selamanya? Bruno sudah memberiku cukup petunjuk." Jay dalam wujud Jek Jon, menyeringai kecil seraya berkata, "Bruno? Anda mengandalkan ucapan orang yang bahkan tak tau caranya melindungi diri sendiri? Saya berduka untuk Anda, Mayjen. Saya kira Anda lebih pintar dari itu." Kemudian Jek Jon memberikan gestur mengejek ke Jonas beserta ekspresi wajah yang tak berlebihan tapi menusuk ulu hati lawannya. Jonas menggeram pelan, menahan amarah. "Kami tau kamu adalah Jay M
"Tutup moncong busukmu, Jek! Aku tak butuh belas kasihanmu!" teriak Bruno. "Lebih baik kau lekas menyerah padaku, dan PhantomClaw milikmu akan baik-baik saja!" Jek Jon terkekeh sembari dia menerima pukulan demi pukulan Bruno. Kali ini dia tidak menghindari. "Memangnya apa yang dijanjikan majikanmu mengenai aku dan PhantomClaw?" Jek Jon bertanya dengan bahasa tersirat. Dia sudah paham bahwa di balik pergerakan organisasi milik Bruno yang mengganggu PhantomClaw, pasti ada orang dengan kedudukan tinggi yang ingin dia hancur. Hanya saja, dia belum bisa memastikan orangnya. Tapi dia yakin, tak lama lagi semua tabir akan terbuka untuknya. Bruno menyeringai. "Beliau hanya meminta aku untuk mengendalikan kamu yang mirip kuda liar! Maka dari itu, Jek. Kusarankan kamu lekas menyerah dan kalian akan tetap bisa bertahan. Patuhlah!"Seraya menyerukan kata terakhir, Bruno mengirimkan pukulan tenaga dalam dari jarak 15 meter ke Jek Jon di depannya. "Apakah kepalamu terbentur meja saat kamu m
"Oh, rupanya kau juga mampu menggunakan kekuatan semacam itu, he he!" Keluar seringaian dari Jek Jon. Bukannya gentar, dia justru terpacu untuk lekas menerjang ke Bruno. "Kemari kau, Jek Jon sampah!" teriak Bruno. Malam itu, di sebuah kedalaman wilayah yang jauh dari pemukiman penduduk di Pulau Gaharu, suasana tegang telah tercipta sejak awal. Jek Jon mengumpulkan tenaga murni, aliran chakra segera membanjiri tubuhnya, pergi ke titik-titik chakra untuk memaksimalkan potensi di setiap lini tubuhnya. "Hmph!" Jek Jon mendengus keras seraya meledakkan auranya sehingga debu di sekelilingnya mulai beterbangan. Setelahnya, dia melesat ke Bruno yang telah menanti dengan mata nyalang melotot. "Ayo! Kita tak perlu banyak basa-basi!" seru Bruno tanpa mengendurkan auranya sendiri. Jay yang sedang dalam mode Jek Jon si Raja Bengis, lekas menebaskan tangannya yang membentuk cakar. Angin energi keluar dari sana dan siap mencabik Bruno. "Apa itu basa-basi? Justru kamu yang te
“Dia adalah Jay, Pa.” Zafia menjawab Tistan.Zafia tidak ingin secara gamblang mengungkap mengenai jati diri suaminya.Tapi, Tristan tidak puas dan masih bertanya, “Iya, dia adalah Jay. Tapi apakah dia juga punya identitas lain sebagai Jek Jon?”Sembari memunculkan senyumannya, Zafia menyahut, “Dia Jay, Pa. Jay Mahawira.”Usai mengucapkan kalimat itu, tampaknya tak hanya Tristan yang gemas. Yoana pun demikian.“Fia, jawab yang benar!” Yoana kehilangan kesabaran.Yoana merasa putrinya sedang menutupi sesuatu dan hal tersebut berbahaya dan menakutkan.Bagaimana mungkin sesuatu yang berkaitan dengan organisasi mafia terbesar di Astronesia tidak menakutkan?“Dia suamiku, Ma, Pa. Dia Jay Mahawira. Tentunya jawaban ini sudah lebih dari cukup, kan?” Masih dengan ketenangan yang sama, Zafia menanggapi kedua orang tuanya.Tristan menghela napas, tak tau lagi bagaimana cara berpikir Zafia. Membela suaminya sedemikian kuat di depan orang tuanya sendiri ketika sang suami terindikasi memiliki kait