“Tak berani mengaku, ya?” Suara Jay bagaikan sembilu yang menyakitkan hati mereka dan menciutkan nyali hingga sebesar biji merica.Ratusan anggota PhantomClaw tertunduk takut ketika bos besar sedang marah seperti itu. Dengan tindakan tegas Jay pada Nero, itu sama saja sebuah pesan tegas dari sang bos besar untuk mereka semua.“Biar aku segarkan lagi ingatan kalian semua!” seru Jay sambil berdiri jumawa di tengah lapangan. “PhantomClaw bukan organisasi preman jalanan! Kita nggak memukul sembarang orang, apalagi hanya karena tersenggol atau nggak sengaja bertabrakan. Kita nggak serendah itu!”Hening di antara mereka, hanya ada suara Jay saja.“Udah berulang kali kubilang agar kalian semua lebih baik low profile, sembunyikan identitas kalian sebagai anggota PhantomClaw, nggak usah petantang-petenteng mirip preman pasar! Kalian di sini harusnya udah nggak di level itu! Hilangkan mental preman pasar dari diri kalian kalau udah masuk PhantomClaw! Kita hanya berurusan dengan orang-orang besa
Jay mendengarkan laporan Erlangga dengan seksama, matanya menyipit. "Black Virus? Bukankah mereka organisasi yang baru berdiri 2 tahun ini? Masih bayi dan mereka berani sekali mencoba mengambil alih teritori kita."Erlangga mengangguk serius. "Mereka sudah mulai memasuki beberapa area kita di pinggiran Jatayu, Bos. Informan kita melaporkan mereka membawa senjata dan mulai mengintimidasi pedagang lokal."Jay berdiri, berjalan ke arah jendela kantornya yang menghadap kota Jatayu."Berapa banyak orang yang mereka kirim?"Dia tak mungkin rela wilayahnya direbut pihak lain. Jatayu adalah area utama bermain mereka. Jatayu adalah warisan dari pemimpin-pemimpin terdahulu dan tak boleh hilang dalam kepemimpinan Jay."Sekitar 50 orang, Bos. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk menghindari kecurigaan."Sebagai kepala divisi keamanan, Erlangga bekerja dengan baik dan memberikan data akurat untuk bos besarnya.Jay mengangguk perlahan. "Cerdik. Tapi nggak cukup cerdik." Dia berbalik me
“Gimana? Apa kamu ingin mendengarkan tawaranku?” tanya Jay pada pemimpin Black Virus.Saat ini Razor sedang memindai wajah dan penampilan Jay. Dia berusaha mencari sosok yang sama dalam ingatannya. Apakah ada?“Oke, tawaran macam apa itu, Jek?” Razor ingin mendengar.Jay tidak keberatan dengan cara Razor memanggilnya walau itu terkesan tidak menghormati yang lebih tua. Tapi dia memaklumi karena Razor masih sangat muda. Dia bisa menebak usia Razor di kisaran 24 tahun.“Aku ingin menawarkan Black Virus bergabung dengan milikku,” ucap Jay sambil menggoyangkan pelan wine di gelasnya. “Anggap aja, anak cabang. Gimana menurutmu?”Razor terus menatap pria di depannya dengan penuh perhatian. Dia mencoba mengenali wajah itu, namun tidak ada satu pun petunjuk yang mengarahkannya. "Bukankah itu artinya aku harus tunduk padamu, Jek? Kenapa aku harus begitu?" Razor bertanya, nadanya masih penuh kecurigaan.Jay tetap tenang. Semua reaksi Razor sudah ada dalam prediksinya.“Aris, aku mengetahui yang
“Apa maksudnya disergap?” tanya Razor dengan seruan gusar.“Jangan! Arrghh!” Penelepon di seberang meraung sebelum akhirnya hening setelah bunyi benturan terdengar.Namun, tak sampai menit berganti, sudah ada yang bicara lagi dari ponsel itu, “Razor, semua anak buahmu di Jatayu sudah musnah. Ada 56 orang totalnya, benar?”Setelah itu, sambungan dimatikan dari seberang. Razor mendelik tak percaya. Sebanyak 56 anak buah terbaik dia sudah mati? Secara serempak? Padahal mereka semua berbekal senjata api, tapi … disergap dan semua musnah?Secara instingtif, Razor menoleh ke depan, menatap Jay yang tersenyum tenang di kursinya. Mendadak, keluar keringat dingin dari pori-pori tubuhnya. Dia … dia salah langkah. Dia terlalu meremehkan kekuatan PhantomClaw.“Kamu … ini pasti ulahmu, kan Jek?” Suara Razor bergetar, antara takut dan murka.“Well, anak muda, aku udah mencoba memperingatkanmu, tapi darah mudamu sepertinya terlalu susah dikendalikan. Kamu tadi menginginkan area pinggiran Jatayu untu
“Aparat, ya?” Jay menggumam pelan.Mendengar laporan Erlangga, raut wajah Jay tetap menunjukkan ketenangan luar biasa, seakan batu besar di tengah padang, tetap kokoh tanpa goyah meski angin berhembus liar menerpanya.Dia sudah memperkirakan ini akan terjadi, sehingga dia sudah menyiapkan langkah-langkah ke depannya.“Minta Baskara untuk menyusupkan orang ke kantor kepolisian, dan juga Aria … dia bisa membobol komputer mereka.”Erlangga mengangguk dan lekas pergi mencari Baskara, kepala divisi intelijen PhantomClaw dan Aria sebagai ketua tim IT mereka.Setelah hanya ada Jay dan Atin saja di ruangan itu, dia mengambil ponselnya yang tidak bisa dilacak, untuk menghubungi seseorang.“Ehem!” Setelah berdehem untuk mengubah sedikit tone suaranya, dia mulai bicara ketika pihak sana sudah mengangkatnya.“Selamat pagi, Pak Ergi.” Dia membuat suaranya lebih berat dari aslinya.Dia menghubungi Kepala Polisi Republik Astronesia (Kapolra) Jenderal Polisi Ergi Duanda.“Oh! Ini … Pak Jek! Selamat p
Jay mengangguk dan berkata, “Ya, biarkan dia masuk.”“Bos!” Tak lama, Erlangga datang dan membungkuk singkat ke Jay.Anggukan kepala dari Jay menyiratkan Erlangga untuk bisa segera bicara.“Aparat mulai menyelidiki kasus Black Virus, Bos,” lapor Erlangga.Lagi-lagi mengenai aparat. Tapi Jay tidak gusar dan tetap setenang danau.“Sejauh mana penyelidikan mereka?” tanya Jay.Erlangga merapikan jaketnya sejenak sebelum menjawab. "Belum sampai pada level tertinggi, Bos. Ada tim investigasi yang dikirim untuk menyelidiki kehancuran markas Black Virus di Pulau Gaharu. Mereka belum tau siapa dalang di baliknya."Jay menghela napas dalam-dalam, lalu bersandar di kursinya sambil meletakkan sendok dan garpu di tepi mangkok.“Aku tau ini bakal terjadi. Kita udah terlalu lama berada di puncak tanpa tantangan berarti. Tapi sekarang, dengan jatuhnya Black Virus—meski itu organisasi kecil, kita udah membuka mata banyak orang, termasuk pihak yang nggak seharusnya.”Erlangga mengangguk setuju. “Mungki
“Nama organisasi kita PhantomClaw karena kita adalah representasi dari phantom alias setan, entitas yang nggak gampang terlihat oleh siapapun!“Itulah kenapa, aku ingin kalian semua bersikap low profile di luar sana agar identitas kalian nggak terbongkar sebagai anggota PhantomClaw. Aku tau mungkin berat untuk kalian menyembunyikan keanggotaan kalian di sini di depan keluarga kalian.“Pasti ada dari kalian yang berkata kalau kalian bekerja di badan intelijen atau semacam itu. Bahkan mungkin ada dari kalian yang pergi pagi dengan jas ala orang kantor dan pulang di malam hari seakan baru aja lembur dari kantor, aku hargai usaha kalian dalam menyembunyikan identitas.“Percayalah, jerih payah kalian untuk itu akan terbayar dengan layak. Tetaplah setia padaku agar kalian nggak kehilangan kemudahan yang biasa kalian dapatkan. Aku sangat menghargai orang-orang yang setia padaku.“Sekali lagi, tetaplah low profile, gunakan masker, topi, dan outfit hitam seperti biasanya kalau sedang beraksi.
"Gembel, yah?" Jay tersenyum kecil.Dia tidak keberatan bermain-main sedikit dengan para pewaris kaya tersebut. Dia sangat yakin ayah-ayah mereka merupakan kumpulan orang yang tunduk di bawah kuasanya."Hm, ternyata standar penilaianmu cukup tinggi juga, yah! Tapi sepertinya itu tidak berbanding lurus dengan ketinggian kualitas otakmu." Jay menambahkan senyum diagonalnya ketika mengucapkan ejekan itu."Apa?!" Pemuda yang diejek itu pun melotot ganas ke Jay."Lancang sekali kamu, gembel!" lantang kawan pria lainnya sembari menampar keras mejanya. "Apa kamu tau siapa ayahnya?"Tatapan jenaka Jay beralih ke kawan itu."Oh, siapa ayahnya? Apa kamu mau memperkenalkannya padaku?"Terlihat jelas Jay sedang bermain-main dengannya. Ini semakin membuat geram kawan-kawan Zafia, meski wanita itu justru diam dan menikmati pertunjukan yang ada."Kau akan merinding dan gemetar jika aku ucapkan siapa ayahnya! Karena itu adalah Tuan Lukas Sudiro! Pemilik BJA—Bank Jaya Astronesia, bank swasta terbesar
* * *Ketika pesta yang dinantikan tiba, semua mata tertuju pada pasangan yang tengah menjadi pusat perhatian.Jay tampil memukau dalam setelan jas hitam klasik dengan aksen emas di bagian kerah, yang dirancang khusus oleh perancang busana ternama dunia. Rambutnya disisir rapi ke belakang, memancarkan aura karisma dan kekuasaan.Zafia, di sisi lain, terlihat seperti dewi. Gaun pengantinnya, rancangan desainer haute couture terkenal dari kota mode internasional, Parisiane, terbuat dari bahan sutra putih yang dihiasi kristal Swarovski.Sebuah jubah panjang dengan bordir emas mengalir di belakangnya, membuatnya tampak seperti ratu sejati. Tiara berlian bertengger di kepalanya, melengkapi penampilannya yang elegan dan memesona.“Astaga! Mereka keren banget!” seru salah satu tamu undangan.“Duhai! Aku yakin baju mereka bukan barang sepele.” Tamu lain berdesis saat melihat Jay dan Zafia.“Mana ada barang sepele di sekitar pengusaha muda dan sukses yang kekayaan bersihnya dikatakan mencapai
“Terima kasih, suamiku.” Di samping Jay, Zafia tersenyum ketika tatapan mereka saling bertaut mesra.“Hah? Jadi … selama ini Kak Fia udah menikah?” Tiba-tiba muncul Feinata di ruang tamu.Gadis itu mendekat dengan wajah terkejutnya.“Maaf kalau kamu baru tau ini sekarang, Fei.” Zafia meraih adiknya untuk dia rangkul.Saat Feinata hendak menyahut, terdengar bunyi bel pagar depan.“Ah! Itu pasti si bodoh itu!” Feinata melepaskan rangkulan kakaknya dan berlari ke depan untuk membukakan pagar.Tak berapa lama, Feinata kembali masuk ke dalam sambil membawa pria muda. Jay tersenyum karena sangat mengenali pemuda itu. Radeva.“Permisi, Tante dan Om.” Radeva menyapa pasangan Narendra. “Oh, Kak Fia dan Bang Jay juga.” Dia tidak melupakan pasangan muda di sana.“Heh, kamu tau,” Feinata menepuk keras lengan Radeva dan berkata, “Kak Fia dan Bang Jay udah menikah! Kamu kapan ngelamar aku?”“Fei!” Ibunya langsung menegur putri bungsunya yang terlalu frontal ketika bertutur. “Kamu ini perempuan, loh
“Fu fu fu ….” Jay terkekeh santai.Dia duduk di kursi kulit hitamnya yang megah, di ruang kerja yang memancarkan kemewahan modern.Sambil memegang cangkir teh herbal yang baru saja dituangkan oleh Atin, wajahnya tetap tenang, dengan sedikit senyum penuh keyakinan yang hanya dia tunjukkan pada orang-orang terdekatnya.“Aku tidak bermain, Pak,” kata Jay dengan suara datar namun penuh makna. “Aku hanya memastikan papan catur tetap di bawah kendaliku. Apa gunanya menjadi raja jika kamu tidak bisa mengontrol bidak-bidakmu?”Atin tersenyum tipis, mengakui kecerdikan bosnya. “Kamu bahkan mengalahkan mereka yang mencoba mengaitkanmu dengan PhantomClaw. Kini publik melihatmu sebagai pahlawan teknologi Astronesia.”Jay menyesap tehnya perlahan, matanya menatap jendela besar yang memperlihatkan pemandangan Jatayu yang gemerlap di malam hari.Kota itu, dengan segala kesibukannya, kini terasa seperti berada di telapak tangannya.Seiring waktu, NeoTech, perusahaan teknologi milik Jay, menjadi binta
Jonas mencoba mempertahankan argumennya. “Jenderal, saya yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh Jay. Keberadaannya di Jorgandia bisa saja ....”“Cukup!” potong Hambali dengan nada keras, membuat Jonas terdiam. “Fakta menunjukkan bahwa Jay Mahawira berada di Jorgandia, bekerja sama dengan ilmuwan internasional untuk sesuatu yang sangat penting bagi masa depan dunia. Dan sementara itu, Anda menyebarkan tuduhan bahwa dia adalah seorang kriminal yang memimpin organisasi bawah tanah. Apa yang Anda harapkan? Bahwa publik akan percaya omong kosong ini tanpa bukti yang jelas?”Jonas berusaha keras menyusun pembelaan. “Saya memiliki informasi dari Bruno sebelum dia mati, dan saya yakin itu valid. Jay—”“Bruno adalah kriminal yang bermain di dua sisi!” bentak Hambali. “Dan sekarang Anda ingin membangun seluruh argumenmu berdasarkan kata-kata seorang pengkhianat?”“Pak Jonas,&rdqu
“Jangan harap kamu bisa sewenang-wenang, Jek Jon!” seru Jonas.Pertarungan semakin sengit. Jonas menggunakan teknik Cakar Garuda, sebuah gaya bertarung yang memadukan kekuatan fisik dengan gerakan cepat.Dengan teknik itu, dia berhasil meloloskan dirinya dari cengkeraman Jek Jon.Namun, Jek Jon memiliki keunggulan dalam pengalaman dan teknik kanuragan tingkat tinggi.Dengan gerakan Langkah Naga Terbang, dia mengelak dari setiap serangan Jonas sambil melancarkan pukulan dan tendangan presisi yang mulai melemahkan sang mayor jenderal.Jonas tidak gentar. Dia mengaktifkan teknik bela diri Harimau Lembah yang menjadi kebanggaan Kostrad.Membawa serangan cepat, dia melancarkan pukulan dan tendangan yang ditujukan ke titik vital Jek Jon.Namun, Jek Jon memblokir setiap serangan dengan mudah, menggunakan teknik Cengkraman Naga Hitam untuk menangkap pergelangan tangan Jonas dan memutarnya hingga terdengar bunyi retakan kecil.Jonas meringis kesakitan, tetapi dia tidak menyerah. Dengan lompata
"Rupanya sungguh Pak Mayjen Jonas Patulubi, salah satu orang kepercayaan Pak Jendral Hambali Sardi." Jek Jon terkekeh santai. Dia berdiri di depan pondok utama milik Bruno, sedangkan mayat pria itu masih di dalam sana. Di belakang Jonas, sekelompok pasukan Kostrad bersenjata lengkap berjaga dalam formasi disiplin. Jonas maju selangkah, tatapannya tajam mencoba memberikan perasaan superior ke Jek Jon. "Kamu tak perlu berpura-pura lagi, Jek Jon. Kami tau siapa kamu sebenarnya. Kamu pikir bisa menyembunyikan identitasmu selamanya? Bruno sudah memberiku cukup petunjuk." Jay dalam wujud Jek Jon, menyeringai kecil seraya berkata, "Bruno? Anda mengandalkan ucapan orang yang bahkan tak tau caranya melindungi diri sendiri? Saya berduka untuk Anda, Mayjen. Saya kira Anda lebih pintar dari itu." Kemudian Jek Jon memberikan gestur mengejek ke Jonas beserta ekspresi wajah yang tak berlebihan tapi menusuk ulu hati lawannya. Jonas menggeram pelan, menahan amarah. "Kami tau kamu adalah Jay M
"Tutup moncong busukmu, Jek! Aku tak butuh belas kasihanmu!" teriak Bruno. "Lebih baik kau lekas menyerah padaku, dan PhantomClaw milikmu akan baik-baik saja!" Jek Jon terkekeh sembari dia menerima pukulan demi pukulan Bruno. Kali ini dia tidak menghindari. "Memangnya apa yang dijanjikan majikanmu mengenai aku dan PhantomClaw?" Jek Jon bertanya dengan bahasa tersirat. Dia sudah paham bahwa di balik pergerakan organisasi milik Bruno yang mengganggu PhantomClaw, pasti ada orang dengan kedudukan tinggi yang ingin dia hancur. Hanya saja, dia belum bisa memastikan orangnya. Tapi dia yakin, tak lama lagi semua tabir akan terbuka untuknya. Bruno menyeringai. "Beliau hanya meminta aku untuk mengendalikan kamu yang mirip kuda liar! Maka dari itu, Jek. Kusarankan kamu lekas menyerah dan kalian akan tetap bisa bertahan. Patuhlah!"Seraya menyerukan kata terakhir, Bruno mengirimkan pukulan tenaga dalam dari jarak 15 meter ke Jek Jon di depannya. "Apakah kepalamu terbentur meja saat kamu m
"Oh, rupanya kau juga mampu menggunakan kekuatan semacam itu, he he!" Keluar seringaian dari Jek Jon. Bukannya gentar, dia justru terpacu untuk lekas menerjang ke Bruno. "Kemari kau, Jek Jon sampah!" teriak Bruno. Malam itu, di sebuah kedalaman wilayah yang jauh dari pemukiman penduduk di Pulau Gaharu, suasana tegang telah tercipta sejak awal. Jek Jon mengumpulkan tenaga murni, aliran chakra segera membanjiri tubuhnya, pergi ke titik-titik chakra untuk memaksimalkan potensi di setiap lini tubuhnya. "Hmph!" Jek Jon mendengus keras seraya meledakkan auranya sehingga debu di sekelilingnya mulai beterbangan. Setelahnya, dia melesat ke Bruno yang telah menanti dengan mata nyalang melotot. "Ayo! Kita tak perlu banyak basa-basi!" seru Bruno tanpa mengendurkan auranya sendiri. Jay yang sedang dalam mode Jek Jon si Raja Bengis, lekas menebaskan tangannya yang membentuk cakar. Angin energi keluar dari sana dan siap mencabik Bruno. "Apa itu basa-basi? Justru kamu yang te
“Dia adalah Jay, Pa.” Zafia menjawab Tistan.Zafia tidak ingin secara gamblang mengungkap mengenai jati diri suaminya.Tapi, Tristan tidak puas dan masih bertanya, “Iya, dia adalah Jay. Tapi apakah dia juga punya identitas lain sebagai Jek Jon?”Sembari memunculkan senyumannya, Zafia menyahut, “Dia Jay, Pa. Jay Mahawira.”Usai mengucapkan kalimat itu, tampaknya tak hanya Tristan yang gemas. Yoana pun demikian.“Fia, jawab yang benar!” Yoana kehilangan kesabaran.Yoana merasa putrinya sedang menutupi sesuatu dan hal tersebut berbahaya dan menakutkan.Bagaimana mungkin sesuatu yang berkaitan dengan organisasi mafia terbesar di Astronesia tidak menakutkan?“Dia suamiku, Ma, Pa. Dia Jay Mahawira. Tentunya jawaban ini sudah lebih dari cukup, kan?” Masih dengan ketenangan yang sama, Zafia menanggapi kedua orang tuanya.Tristan menghela napas, tak tau lagi bagaimana cara berpikir Zafia. Membela suaminya sedemikian kuat di depan orang tuanya sendiri ketika sang suami terindikasi memiliki kait