Jay mengangguk dan berkata, “Ya, biarkan dia masuk.”“Bos!” Tak lama, Erlangga datang dan membungkuk singkat ke Jay.Anggukan kepala dari Jay menyiratkan Erlangga untuk bisa segera bicara.“Aparat mulai menyelidiki kasus Black Virus, Bos,” lapor Erlangga.Lagi-lagi mengenai aparat. Tapi Jay tidak gusar dan tetap setenang danau.“Sejauh mana penyelidikan mereka?” tanya Jay.Erlangga merapikan jaketnya sejenak sebelum menjawab. "Belum sampai pada level tertinggi, Bos. Ada tim investigasi yang dikirim untuk menyelidiki kehancuran markas Black Virus di Pulau Gaharu. Mereka belum tau siapa dalang di baliknya."Jay menghela napas dalam-dalam, lalu bersandar di kursinya sambil meletakkan sendok dan garpu di tepi mangkok.“Aku tau ini bakal terjadi. Kita udah terlalu lama berada di puncak tanpa tantangan berarti. Tapi sekarang, dengan jatuhnya Black Virus—meski itu organisasi kecil, kita udah membuka mata banyak orang, termasuk pihak yang nggak seharusnya.”Erlangga mengangguk setuju. “Mungki
“Nama organisasi kita PhantomClaw karena kita adalah representasi dari phantom alias setan, entitas yang nggak gampang terlihat oleh siapapun!“Itulah kenapa, aku ingin kalian semua bersikap low profile di luar sana agar identitas kalian nggak terbongkar sebagai anggota PhantomClaw. Aku tau mungkin berat untuk kalian menyembunyikan keanggotaan kalian di sini di depan keluarga kalian.“Pasti ada dari kalian yang berkata kalau kalian bekerja di badan intelijen atau semacam itu. Bahkan mungkin ada dari kalian yang pergi pagi dengan jas ala orang kantor dan pulang di malam hari seakan baru aja lembur dari kantor, aku hargai usaha kalian dalam menyembunyikan identitas.“Percayalah, jerih payah kalian untuk itu akan terbayar dengan layak. Tetaplah setia padaku agar kalian nggak kehilangan kemudahan yang biasa kalian dapatkan. Aku sangat menghargai orang-orang yang setia padaku.“Sekali lagi, tetaplah low profile, gunakan masker, topi, dan outfit hitam seperti biasanya kalau sedang beraksi.
"Gembel, yah?" Jay tersenyum kecil.Dia tidak keberatan bermain-main sedikit dengan para pewaris kaya tersebut. Dia sangat yakin ayah-ayah mereka merupakan kumpulan orang yang tunduk di bawah kuasanya."Hm, ternyata standar penilaianmu cukup tinggi juga, yah! Tapi sepertinya itu tidak berbanding lurus dengan ketinggian kualitas otakmu." Jay menambahkan senyum diagonalnya ketika mengucapkan ejekan itu."Apa?!" Pemuda yang diejek itu pun melotot ganas ke Jay."Lancang sekali kamu, gembel!" lantang kawan pria lainnya sembari menampar keras mejanya. "Apa kamu tau siapa ayahnya?"Tatapan jenaka Jay beralih ke kawan itu."Oh, siapa ayahnya? Apa kamu mau memperkenalkannya padaku?"Terlihat jelas Jay sedang bermain-main dengannya. Ini semakin membuat geram kawan-kawan Zafia, meski wanita itu justru diam dan menikmati pertunjukan yang ada."Kau akan merinding dan gemetar jika aku ucapkan siapa ayahnya! Karena itu adalah Tuan Lukas Sudiro! Pemilik BJA—Bank Jaya Astronesia, bank swasta terbesar
"Pa!" Anak Lukas Sudiro langsung menyambut ayahnya dan mendekat. Kawan-kawannya juga berdiri untuk mnghormati kedatangan Lukas Sudiro, termasuk Zafia."Dia ... dia benar-benar Lukas Sudiro!" Seorang pengunjung berkata takjub pada temannya."Ya, itu memang Lukas Sudiro." Temannya menjawab setengah berbisik. "Konon katanya dia termasuk 9 Macan Astronesia!""Gila! Ternyata dia salah satu dari 9 Macan yang terkenal dan menakutkan itu?!" Si teman akhirnya ikut berbisik sambil menampilkan wajah terpukau."Heh! Tapi ini baru gosip! Tau sendiri kan kalau 9 Macan itu misterius dan nggak ada yang tau pasti siapa aja mereka?" Lekas saja orang itu memperingatkan temannya.Sedangkan Jay, dia masih tetap santai tak tergoyahkan, bahkan berdiri pun tidak."Duh, kamu ini ada apa lagi? Kenapa maksa Papa datang ke sini?" tanya Lukas Sudiro pada putranya."Jangan salahkan Willard, Om." Salah satu kawan si pemuda berbicara. "Itu gara-gara ada gembel yang mengolok-olok dia dan Anda.""Benar, Pa!" Putra Lu
"Pa-Papa ...." Kawan Willard yang tadi berdebat dengan Jay, menggumam pelan.Rupanya dia juga memanggil ayahnya untuk datang dan memberi pelajaran ke Jay. Hanya saja, dia tak tahu kalau orang sekelas Lukas Sudiro saja tunduk hormat ke Jay. Dia ciut seketika dan berusaha menghubungi ayahnya untuk membatalkan kedatangannya, tapi sepertinya sang ayah tidak memeriksa lagi ponselnya saat dalam perjalanan."Wah, Marsel, papamu datang." Salah satu kawannya berbisik, membuat wajah Marsel semakin pucat. Saat ini Marsel berharap kalau papanya tidak mengenal Jay."Mana dia? Mana orang yang merendahkan anakku?"Seorang pria paruh baya melangkah arogan bersama 4 pengawal di belakangnya yang berpakaian jas hitam dengan kesan serius dan menyeramkan."I-itu ... itu Benny Sanjaya! Pemilik Shangrila Group!" Pengunjung pria lain berbisik ke pasangannya."Wah, Shangrila Group yang punya bisnis properti paling besar di Astronesia, kan? Dan dia ... termasuk 9 Macan, benar?" Pasangannya menyahut dengan ber
“Atau batal aja traktirannya?” tanya Jay.Matanya mengerling membawa nuansa jenaka tapi juga ada ejekan.Willard yang sudah terlanjursombong sebelum ini masalah mentraktir, tak bisa mundur dan menjawab, “Ma-masih, Pak Jay!”Kali ini dia memanggil dengan sebutan berbeda ke Jay, mengakibatkan Atin dan Erlangga menahan tawa.“Baiklah, aku nggak akan sungkan kalau gitu. Selamat makan!” Jay mengangkat sepotong kecil daging wagyu bagiannya.Tak lupa dia melirik ke Zafia yang juga sedang menatap ke arahnya.Jay dan dua orang pendampingnya makan dengan santai, sesekali mereka mengobrol ringan mengenai hal umum, sedangkan rombongan Zafia terlihat gugup.Hanya Zafia saja yang masih bisa tenang karena dia tidak mencari masalah sejak tadi pada Jay. Dia justru terus tersenyum sambil sesekali akan mencuri pandang ke Jay.“Aku ke kamar kecil dulu.” Zafia bangkit dari kursinya sambil pamit ke kawan wanita di sebelahnya.Jay melirik singkat ketika Zafia melangkah menuju lorong ke kamar kecil restoran.
“Kartunya diblokir?” Jay mengulang informasi yang diberikan Zafia dengan nada tanya.Zafia menganggukkan kepalanya. Sedangkan Willard, ketika dia melihat Jay, raut wajahnya menampilkan kebimbangan.“Aduh, ini gimana?” Willard berbisik ke kawan-kawannya. “Mana itu wine seharga 3 miliar. Sel, please pinjami aku uang 3 miliar, nanti satu bulan lagi aku kembalikan 4 miliar, deh!”Marsel yang ditodong utang, mulai gelagapan.“Duh, Wil, bukannya aku mau cuek sama kamu, tapi di aku cuma ada ratusan juta doang. Mungkin Silvi, Ivan, atau Zafia, deh! Atau Nina?”Dia malah melemparkan ke kawannya di situ.“Dih! Kok aku? Jangan aku, dong! Tau sendiri gimana papaku, dia akan memeriksa pengeluaranku setiap aku selesai hangout.” Silvi menolak dengan membawa nama ayahnya.“Aku juga nggak bisa, Wil. Kartuku juga akan diperiksa setiap minggunya sama nenek. Bisa gawat kalau tiba-tiba berkurang sebanyak itu. Mungkin Ivan, deh!” Wanita yang tadi mendatangkan neneknya, juga menolak membantu Willard.“Heh!
Jay menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Pertemuan ini bisa menjadi kunci untuk memperluas kekuasaannya, namun dia tahu bahwa ini juga penuh risiko."Apa mereka memberikan indikasi apa pun mengenai niat mereka?" tanya Jay, tetap menjaga ketenangan suaranya."Tidak ada yang mencurigakan, Bos. Tapi seperti biasa, kita harus siap untuk segala kemungkinan. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka tidak bisa diremehkan," jawab Baskara.Jay tersenyum tipis, sebuah senyuman yang tidak menunjukkan kebahagiaan, melainkan pemahaman. Dia tahu bagaimana permainan ini dimainkan."Baik. Siapkan semuanya. Aku ingin laporan lengkap tentang segala sesuatu yang perlu kita ketahui sebelum pertemuan itu," perintah Jay."Sudah pasti, Bos. Saya akan mengurusnya dan segera mengirimkan tim untuk memeriksa lokasi pertemuan juga," kata Baskara dengan keyakinan."Bagus. Ingatkan semua orang untuk tetap waspada," Jay menambahkan, suaranya menjadi sedikit lebih tegas."Sesuai perintah, Bos!" jawab Ba