Eva yang paling agresif langsung memangkas jaraknya dari Jay sambil satu tangan mengelus paha Jay dengan gerakan seduktif.Jay tersenyum malu-malu. "Ah, Kak, aku ... aku nggak tau harus gimana. Ini … ini pertama kalinya aku ke tempat begini."Mata Jay mengkuti tangan Eva yang sudah mulai merambah bagian dalam pahanya.Tak mau kalah dari rekannya, Bella pun mengelus lembut bibir Jay. "Tenang aja, Jon sayang, kami akan membimbingmu."Bella mendekatkan bibirnya ke wajah Jay, ingin meraih bibir Jay. Sementara, elusan Eva di pangkal paha semakin intens hingga menyentuh benda pusaka Jay.Saat para wanita semakin liar, Jay tiba-tiba berdiri. "Ah, maaf, Kak! Aku ... aku ... aku harus ke toilet sebentar."Tapi Eva yang sudah bernapsu karena ketampanan dan kepolosan Jay, lekas berdiri juga dan menempelkan tubuhnya ke Jay. Tindakan itu diikuti Bella, Ocha, dan Fara. Mereka mengepung Jay dari berbagai arah dan menyentuh tubuh dan wajah Jay dengan gerakan sensual.“Ja-jangan, Kak!” Jay berlagak pa
“Huh! Kamu pikir hanya karena namamu Jon maka dirimu adalah King Jek Jon?” tukas Roger. “Bocah culun sepertimu sok ingin bertingkah seperti King Jek Jon! Ha ha ha!”Anak buahnya langsung ikut tertawa mengejek Jay dan terlihat semakin meremehkan dia.“Mana mungkin dia King Jek Jon, Bos! Mukanya aja masih kayak bocah yang kencingnya belum lurus! Ha ha ha!”Ejekan anak buah Roger membuat yang lain semakin menertawakan Jay.“Heh, bocah Jon! Lekas lakukan perintahku tadi!” teriak Roger.Teriakannya membuat orang yang ada di lorong menoleh dan memilih untuk menyingkir, tak mau terlibat.“Tidak mau. Jelas-jelas kamu yang sengaja menabrakku.” Jay tegas menolak.Mata Roger berkilat berbahaya. "Oh, kamu berani menolak perintahku, bocah? Sepertinya kamu perlu butuh diajari."Dia melayangkan tinjunya ke arah Jay, yakin bahwa pukulannya akan mengenai sasaran dengan telak. Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuat semua orang terkesiap.“Aku nggak suka diatur oleh orang yang bahkan nggak tau cara
Jay tertawa dalam hati. Benar-benar tipikal preman jalanan yang tak tahu diri, membela saudara terlalu buta. “Luar biasa.”Dia menatap Marco dengan tenang, tidak terintimidasi oleh ukuran tubuhnya yang besar. "Logika yang menarik. Jadi menurutmu, jika adikmu menganggap bumi itu oval, maka semua orang harus setuju?"Marco menggertakkan giginya. "Jangan sok pintar kamu, bocah brengsek!""Aku nggak sok pintar," balas Jay. "Hanya mencoba memahami cara berpikirmu yang ... unik."Marco, pria kekar dengan bekas luka di wajahnya, menatap Jay dengan pandangan meremehkan."Bocah ingusan brengsek sepertimu berani-beraninya mengacau di klubku?" Marco mendengus. "Aku akan mengajarimu sopan santun."Jay hanya tersenyum tipis, posturnya tetap tenang. "Silakan coba, Kakak Marco."Marco menyerang dengan pukulan keras ke arah wajah Jay. Namun, dengan gerakan mulus bagai air mengalir, Jay memiringkan kepalanya sedikit, membuat tinju Marco hanya menyapu udara kosong."Terlalu lambat," komentar Jay santai
“Kak Nero!”“Bos Nero!”Marco dan Roger langsung menyambut Nero yang datang, diikuti anak buah masing-masing. Rombongan mereka segera keluar dari lorong untuk menghampiri Nero.Jay berjalan santai keluar dari lorong dan melangkah ke mereka yang sudah berkumpul di ruangan luas.“Kau! Apakah kau yang mengacau di sini?” tanya Nero.Sosok Nero yang setinggi hampir 2 meter dengan kulit sawo matang dan bekas luka di pipi kirinya, sangat terlihat intimidatif.Namun, Jay malah memberikan cengiran. “Iya, itu aku. Apakah ini yang dikatakan sebagai Bos Nero dari PhantomClaw?”Mata tajam Nero meneliti Jay dari atas sampai bawah, khawatir kalau-kalau Jay anak petinggi yang dia kenal. Tapi sepertinya dia tak pernah melihat bocah tampan culun itu di mana pun.Jangankan Nero, bahkan Erlangga yang sering berada di dekat Jay saja bisa terkecoh dengan penyamaran Jay, apalagi Nero yang ada di circle ketiga PhantomClaw!“Kamu! Jangan seenaknya menyebut PhantomClaw secara nggak hormat dengan mulut sialanmu
“Tak berani mengaku, ya?” Suara Jay bagaikan sembilu yang menyakitkan hati mereka dan menciutkan nyali hingga sebesar biji merica.Ratusan anggota PhantomClaw tertunduk takut ketika bos besar sedang marah seperti itu. Dengan tindakan tegas Jay pada Nero, itu sama saja sebuah pesan tegas dari sang bos besar untuk mereka semua.“Biar aku segarkan lagi ingatan kalian semua!” seru Jay sambil berdiri jumawa di tengah lapangan. “PhantomClaw bukan organisasi preman jalanan! Kita nggak memukul sembarang orang, apalagi hanya karena tersenggol atau nggak sengaja bertabrakan. Kita nggak serendah itu!”Hening di antara mereka, hanya ada suara Jay saja.“Udah berulang kali kubilang agar kalian semua lebih baik low profile, sembunyikan identitas kalian sebagai anggota PhantomClaw, nggak usah petantang-petenteng mirip preman pasar! Kalian di sini harusnya udah nggak di level itu! Hilangkan mental preman pasar dari diri kalian kalau udah masuk PhantomClaw! Kita hanya berurusan dengan orang-orang besa
Jay mendengarkan laporan Erlangga dengan seksama, matanya menyipit. "Black Virus? Bukankah mereka organisasi yang baru berdiri 2 tahun ini? Masih bayi dan mereka berani sekali mencoba mengambil alih teritori kita."Erlangga mengangguk serius. "Mereka sudah mulai memasuki beberapa area kita di pinggiran Jatayu, Bos. Informan kita melaporkan mereka membawa senjata dan mulai mengintimidasi pedagang lokal."Jay berdiri, berjalan ke arah jendela kantornya yang menghadap kota Jatayu."Berapa banyak orang yang mereka kirim?"Dia tak mungkin rela wilayahnya direbut pihak lain. Jatayu adalah area utama bermain mereka. Jatayu adalah warisan dari pemimpin-pemimpin terdahulu dan tak boleh hilang dalam kepemimpinan Jay."Sekitar 50 orang, Bos. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk menghindari kecurigaan."Sebagai kepala divisi keamanan, Erlangga bekerja dengan baik dan memberikan data akurat untuk bos besarnya.Jay mengangguk perlahan. "Cerdik. Tapi nggak cukup cerdik." Dia berbalik me
“Gimana? Apa kamu ingin mendengarkan tawaranku?” tanya Jay pada pemimpin Black Virus.Saat ini Razor sedang memindai wajah dan penampilan Jay. Dia berusaha mencari sosok yang sama dalam ingatannya. Apakah ada?“Oke, tawaran macam apa itu, Jek?” Razor ingin mendengar.Jay tidak keberatan dengan cara Razor memanggilnya walau itu terkesan tidak menghormati yang lebih tua. Tapi dia memaklumi karena Razor masih sangat muda. Dia bisa menebak usia Razor di kisaran 24 tahun.“Aku ingin menawarkan Black Virus bergabung dengan milikku,” ucap Jay sambil menggoyangkan pelan wine di gelasnya. “Anggap aja, anak cabang. Gimana menurutmu?”Razor terus menatap pria di depannya dengan penuh perhatian. Dia mencoba mengenali wajah itu, namun tidak ada satu pun petunjuk yang mengarahkannya. "Bukankah itu artinya aku harus tunduk padamu, Jek? Kenapa aku harus begitu?" Razor bertanya, nadanya masih penuh kecurigaan.Jay tetap tenang. Semua reaksi Razor sudah ada dalam prediksinya.“Aris, aku mengetahui yang
“Apa maksudnya disergap?” tanya Razor dengan seruan gusar.“Jangan! Arrghh!” Penelepon di seberang meraung sebelum akhirnya hening setelah bunyi benturan terdengar.Namun, tak sampai menit berganti, sudah ada yang bicara lagi dari ponsel itu, “Razor, semua anak buahmu di Jatayu sudah musnah. Ada 56 orang totalnya, benar?”Setelah itu, sambungan dimatikan dari seberang. Razor mendelik tak percaya. Sebanyak 56 anak buah terbaik dia sudah mati? Secara serempak? Padahal mereka semua berbekal senjata api, tapi … disergap dan semua musnah?Secara instingtif, Razor menoleh ke depan, menatap Jay yang tersenyum tenang di kursinya. Mendadak, keluar keringat dingin dari pori-pori tubuhnya. Dia … dia salah langkah. Dia terlalu meremehkan kekuatan PhantomClaw.“Kamu … ini pasti ulahmu, kan Jek?” Suara Razor bergetar, antara takut dan murka.“Well, anak muda, aku udah mencoba memperingatkanmu, tapi darah mudamu sepertinya terlalu susah dikendalikan. Kamu tadi menginginkan area pinggiran Jatayu untu
“Membawa Rabbit ke Astronesia?” Dragon sampai menaikkan kedua alisnya tinggi-tinggi.Pria paruh baya itu tidak menyangka bahwa hal yang diminta darinya dari Jay adalah salah satu putrinya yang kebetulan sedang dihukum.“Benar, Tuan Dragon. Itu pun jika Anda berkenan.” Jay menatap lurus ke mata Dragon.Bahkan Phoenix saja sampai membelalakkan matanya ketika mendengarnya. Berani sekali Jay meminta sesuatu sejauh itu!“Tuan Jay, bukankah permintaan Anda terlalu berlebihan? Kenapa Anda menginginkan anak saya yang itu untuk Anda bawa ke negara Anda?” tanya Dragon sembari menyipitkan matanya.Nada suaranya rendah dan berat, dengan membawa sekilas raut wajah curiga.Supaya tidak menimbulkan asumsi liar dari Dragon, maka Jay lekas mengatakan alasannya. “Tuan Dragon, saya tidak bermaksud ingin menyakiti atau berbuat hal yang sekiranya berlawanan dengan norma. Saya hanya ingin menjadikan dia salah satu anak buah saya. Itu pun jika Anda memperbolehkan.”Mendengar penjelasan dari Jay, Dragon diam
“Jay!” Zafia terkejut ketika tubuhnya diangkat sang suami dan mulai direbahkan di kasur besar nan mewah di sana.Jay bergerak cekatan melucuti celana jins istrinya, beserta kain segitiga mungil berwarna putih, dan menikmati pemandangan luar biasa indah yang tergolek pasrah di atas ranjang.Mata Zafia basah dengan mulut terbuka sedikit, menimbulkan sensasi birahi tersendiri untuk Jay.“Fi … kamu keterlaluan godain aku kayak gitu.” Jay mulai mengurai semua lapisan pakaiannya sendiri dan menjatuhkan secara sembarangan di lantai.Dia sudah tak sabar ingin menjadikan Zafia miliknya, utuh dan sempurna.“Hi hi! Aku ingin belajar menggoda kamu, Jay.” Zafia tersenyum binal sambil menggigit jarinya. Mata mengerling nakal ke Jay. "Gimana? Apakah udah lulus?"Yang membuat jantung Jay serasa digedor palu Thor, ketika Zafia membuka kedua kakinya dan memperlihatkan keutuhan dari surga dunia pada Jay, meski kemudian dia merayapkan tangan untuk menutupi lembah suburnya, menaikkan rasa penasaran Jay.“
“Zafia?” Betapa terkejutnya Jay ketika mendengar nama istrinya disebutkan.Karena Dragon menghargai Jay, maka Zafia tentu saja diizinkan masuk ke ruangan.“Silakan, Nona.” Pelayan membungkuk, mempersilakan Zafia masuk.Ketika Jay melihat kedatangan istrinya yang dirindukan, dia langsung maju. “Fi ….” Kemudian dia memeluk erat Zafia.Sebenarnya Zafia sudah bersiap untuk bertempur mati-matian andaikan memang diharuskan jika dia dipersulit bertemu Jay.“Jay ….” Zafia membalas pelukan erat suaminya. Matanya terpejam dengan pelupuknya basah oleh air mata.Dia lega, sangat lega karena ternyata Jay baik-baik saja, tidak terluka ataupun tersandera.Setelah pelukan itu diurai satu sama lain, Jay memperkenalkan Zafia. “Tuan Dragon, Phoenix, perkenalkan … ini istriku, Zafia.”Ada kilat keterkejutan di mata Phoenix, meski setelah itu reda dengan cepat.“Wah, selamat datang kepada Nyonya Jay.” Dragon menyambut disertai senyuman.Atas kuasa Dragon, Jay dan Zafia diberikan kamar tamu yang layak. Bag
“Ayah!” jerit Phoenix.Sayang sekali, Phoenix terlalu jauh untuk menjangkau ayahnya.Burfhh!Sebuah sapuan energi kuat melanda tubuh Tiger, menyebabkan dia terpental cukup jauh ke belakang. Ternyata itu Jay yang menghantamkan energi kanuragannya ke Tiger.“Buhaahh!” Tiger berteriak kaget.Brakk!Tiger jatuh dengan kedua lutut terlebih dahulu mendarat ke lantai dengan keras.“Arrghhh!” Tiger meraung kesakitan disertai bunyi retakan renyah di bagian kedua lututnya.Di saat dia sedang dalam kondisi paling lemah karena belum pulihnya energi tenaga dalam dia, justru mendapatkan tragedi pada lututnya.“Hui’er!” seru Dragon pada putranya dengan mata melebar.Dia lekas mendekat ke Tiger dengan raut wajah cemas. Putra tercinta mengalami keretakan tulang di kedua lutut, akan sesakit apa itu?“Arrghhh! Sialan kalian semua! Jek, awas saja kamu! Akan kubuat NeoTech milikmu hancur! Arghhh! Kultivasiku! Dantianku pecah! Arghhh!” Tiger berteriak-teriak penuh amarah.Dia menatap nyalang ke Jay yang be
Jay paham dan menebaskan telapak tangannya di udara, seakan memutus sesuatu.Swuung!Dari atas, tiba-tiba saja muncul sebuah jaring yang jatuh di atas Tiger, sedangkan Phoenix sudah menyingkir.“Apa maksudmu ini?” Tiger marah karena sadar bahwa itu jaring khusus pelemah tenaga dalam.Ini sama halnya dengan jarum yang diterima Jay sebelumnya, hanya saja kekuatan pelemahannya lebih kuat sehingga Tiger yang sudah kalah dominasi, semakin tak berdaya.“Kamu harus menerima hukuman mati, Tiger!” seru Phoenix.Meski Tiger merupakan half brother dia, tapi apa yang sudah dilakukan Tiger sudah terlalu jauh untuk bisa dimaafkan.Sementara, Rabbit yang sedang bertarung melawan Jay, melihat kakak tercintanya terkena jaring pelemah tenaga dalam. “Kakak!” serunya.Rabbit menembakkan energinya untuk bisa terlepas dari dominasi Jay. Dia bermaksud ingin menolong kakaknya.“Argh!” Rabbit berteriak ketika mendadak saja kakinya terjerat sesuatu. “Sialan!”Dia berteriak ketika menyadari bahwa ada tali energ
Rabbit mendekat dan ikut berbicara, “Ayah, jangan salahkan kami. Jangan bilang kami kejam karena meracuni Ayah, yah! Ini semua karena kebodohan Ayah sendiri. Sudah jelas Kak Tiger lebih hebat dan lebih mampu mengurus organisasimu, tapi Ayah justru melimpahkan kuasa penerus ke wanita sialan itu.”Dengan lancarnya, Rabbit mengakui dosanya di depan Dragon.“Ayah, jangan khawatir, kalau kamu kesepian di alam baka, aku akan mengirim si sialan anak jalang itu untuk menemanimu.” Kemudian Tiger terkekeh.Dia benar-benar menyampaikan semua kejahatannya di hadapan Dragon, bahkan tersirat mengenai rencana hendak membunuh Phoenix pula. Sedangkan Rabbit tertawa kecil di sebelah kakaknya.Yang mengejutkan, mendadak saja mereka saling tatap dan kemudian berciuman mesra seakan itu bukan hal aneh lagi bagi mereka. Tiger mndekap erat pinggang adiknya.Sedangkan Rabbit mengalungkan lengannya ke leher kakaknya dengan sikap manja agresifnya.“Kamu sepertinya sudah melupakan kakakmu ini, bermain dengan bud
“Satu hal penting lainnya, Tuan Dragon … bahwa Anda patut waspada terhadap putra Anda, Tiger.” Jay tidak menahan diri dari menyampaikan informasi ini.Mata Dragon menyala akan keterkejutan. Mana pernah dia menyangka bahwa dia diminta waspada pada salah satu anaknya?!“Tuan Jay dari Astronesia, bukankah Anda sudah keterlaluan, hanya karena Tiger menindasmu?” Suara berat Dragon keluar disertai wajah curiganya.“Ayah, aku sudah melihat memorinya ketika dia menguping pembicaraan Tiger dengan pelayanku yang berkhianat.Kemudian, Phoenix menceritakan apa yang dia dengar dari berbagi ingatan dengan Jay. Raut wajah Dragon semakin terkejut atas apa yang dituturkan putrinya.Rasanya Dragon tidak ingin percaya tapi ketika putrinya ini sudah meyakini sesuatu hal, tak ada alasan baginya untuk menyangsikannya. Phoenix merupakan orang yang paling teliti dan bisa diandalkan dari semua orang di sekelilingnya. Itulah kenapa Dragon memilih Phoenix menjadi penerusnya.Dragon mengembuskan napas panjang se
“Mau ayahmu sembuh?” ulang Jay di telinga Phoenix.Jay tak mau setengah-setengah bertindak jika ingin lekas kembali ke Astronesia dengan selamat dan utuh. Dia butuh akses dari Phoenix, dan semoga pilihannya tidak keliru.“Ke-keluar!” geram Phoenix dengan suara rendah.Tubuhnya bergetar akibat telinganya yang tertiup napas Jay ketika pria itu berbicara lirih sambil memeluknya.“Ya, Nona?” Pelayannya bingung, mengira salah dengar.Jay menyangka dirinya yang dihardik untuk keluar.“Kubilang, keluar!” Phoenix melirik tajam pelayannya.Ternyata Phoenix berbicara pada pelayannya dan bukan ke Jay. Maka, si pelayan pun bergegas keluar sebelum membuat kesal sang majikan.“Apa yang kamu tunggu?” ucap Phoenix sambil melirik ke samping.Jay terkekeh dan mulai melepaskan pelukannya. Setelah yakin hanya ada mereka berdua dan sang pasien, maka Jay pun memunculkan keberadaan fisiknya.“Baiklah! Aku akan memulai.” Jay berjalan ke meja nakas di samping kepala ayah Phoenix.Dia mengambil tempat bakar du
“Hei!” Phoenix mengenali suara Jay dan lekas menoleh.Jay tersenyum nakal di belakang Phoenix yang terkejut.“Kau lagi!” geram Phoenix sambil menatap tajam ke Jay. “Keluar!”Phoenix bangkit dari duduknya. Hanya ada mereka saja berdua di kamar itu, ditambah dengan ayah Phoenix yang sedang dalam kondisi vegetative.“Tidak mau!” tegas Jay sambil menahan senyum.Melihat gelagat Phoenix yang ingin menyerang, Jay buru-buru menahan tangan wanita itu.“Aku mendengar sesuatu yang menarik dari Tiger dan orang yang kau suruh mengundang tabib Wu.” Jay lekas mengatakannya sebelum tangan Phoenix terbebas dari genggamannya.Seperti perkiraan Jay, mata Phoenix langsung menyala akan keingintahuan yang besar.“Apa?” Akhirnya, Phoenix mulai tenang.Karenanya, Jay pun melepaskan genggamannya sehingga kini mereka berdiri berhadapan. Jay menatap Phoenix yang sudah mengenakan cheongsam putih. Phoenix memang serasi dan manis dalam balutan busana semacam itu.Karena Phoenix sudah setuju untuk mendengarkan, ma