Mendengar pujian dari Jay, maka Zafia membalas, “Kayaknya aku harus kasi suamiku ini hadiah karena udah muji aku, deh! Sini, ambil hadiahmu!”Kerlingan mata jenaka Zafia beserta senyumannya terlihat menyenangkan di mata Jay.Maka, Jay pun merunduk untuk ‘menerima’ hadiah dari istrinya.Bibir mereka saling bertemu dan mulai memagut satu sama lain, memberikan stimulus-stimulus membahagiakan di jiwa mereka, laksana hormon endorphin.“Fi … hmmchh ….” Jay mendesahkan nama istrinya.Satu tangannya digunakan untuk meremas bongkahan aset sang istri yang terasa kenyal dan empuk di tangannya.“Angghh … Jay ….” Zafia melenguh manja ketika dadanya diremas lembut oleh tangan kokoh suaminya.Ciuman Jay berlanjut ke telinga Zafia yang sensitif akan sentuhan. Wanita itu menggelinjang saat lidah nakal suaminya bermain menggelitik sembari membawa nuansa seduktif di sana.Desahan demi desahan berlompatan keluar dari mulut Zafia seraya matanya terpejam dan tangannya meremas bahu Jay.“Terus keluarin suar
Siang itu di penjara Albis—tempat para narapidana kelas kakap dan penjahat berbahaya ditempatkan, seorang pria berada di Ruang Pembebasan setelah selesai melakukan pemeriksaan medis di Ruang Kesehatan.“Apakah ini sudah semuanya?” Suara bariton keluar dari narapidana yang hari itu dibebaskan, lebih cepat dari tuntutan 5 tahun yang seharusnya, dikarenakan berkelakuan baik dan mendapatkan remisi.Dia merupakan sosok pria setinggi 187 cm yang bertubuh atletis meski tidak memiliki massa otot berlebihan. Wajahnya memiliki gurat ketampanan maskulin dengan kulit warna cokelat terang. Rambut lurus sepanjang tengkuknya tertata asal-asalan. Mata tajamnya selaras dengan aura wibawa dan juga berbahaya yang menguar darinya.“Sudah, Jay.” Sipir penjara menjawab.Kemudian, Jay melangkah keluar setelah berganti pakaian ke baju kasual dan pergi dengan perahu motor yang akan membawanya keluar pulau.Penjara Albis terletak di Pulau Kaswatu, pulau khusus di Negara Astronesia untuk bangunan penjara terbes
Jay menghela napas. Seharusnya dia sudah menduga akan seperti ini reaksi dari mertuanya. “Ma, aku bebas lebih cepat dari pen—““Ah, udah! Nggak usah banyak bacot nggak guna! Mendingan kamu pergi aja daripada aku mual setiap melihat wajahmu! Dasar pembawa sial!” maki Bonita ke Jay.Jay masih bersabar karena memandang Bonita adalah ibu mertuanya. Dia cepat memahami kenapa Bonita memotong ucapannya, karena tak ingin tetangga sekitar mengetahui dia sebagai mantan narapidana.“Ma, mana Vanya?” Jay menanyakan istrinya.Bukannya langsung menjawab, Bonita justru melotot lebih galak dan kedua tangan berada di pinggang.“Masih punya muka menanyakan putri berhargaku? Dia susah payah bekerja jadi karyawan biasa di perusahaan orang lain gara-gara punya suami nggak becus sepertimu!” omel Bonita.Jay merenung sejenak. Dia menyesal karena terlalu sibuk melakukan banyak misi untuk PhantomClaw sampai mengabaikan istrinya yang kini sepertinya menderita. Mau bagaimana lagi?Dia bertemu dengan Hagar—pemim
“Vanya, hei!” seru Jay dengan emosi yang berusaha dia tahan sekuat mungkin.Tidak pernah terkira dalam imaji liarnya sekalipun bahwa istrinya—Vanya, merupakan si wanita dalam aktivitas ‘mobil goyang’ yang bagi Jay sangat memalukan jika menilik dari mewahnya mobil tersebut.Menarik napas panjang, Jay mengetuk kaca jendela agar Vanya yang saat itu sedang bergerak aktif di atas tubuh seorang pria seumuran ayahnya, mau berhenti. “Vanya! Vanya!”Namun, bukannya Vanya terlihat malu karena terpergok olehnya dalam situasi yang sangat memalukan, wanita itu justru menurunkan setengah dari kaca jendela tanpa sungkan. Padahal penampilannya sudah kacau meski tidak telanjang bulat.“Apa sih, Jay?!” bentak Vanya tanpa takut, justru matanya mendelik karena kesenangannya diganggu.Ketika pria di bawah Vanya hendak berpindah posisi, Vanya justru mencegah.“Kenapa kamu di sini dan … dan melakukan hal gini?” Jay sampai tak sanggup mengucapkan hal apa yang sedang dilakukan istrinya.Hati Jay terluka begit
“Pak Atin, kumpulkan informasi rahasia mengenai para elit di Kota Jatayu.” Jay mengucapkannya di suatu pagi.Atin yang menjadi penasihatnya sedikit terkejut.“Apakah ada yang ingin kamu hancurkan, Jek?”Atin bukannya meragukan kemampuan Jay, hanya ingin memastikan tekad pria itu saja.“Ya, beberapa.” Suara Jay terdengar santai.Sesekali dia akan menyeruput kopi hitamnya yang pahit sembari asap membelai ujung hidungnya.“Apakah ini berkaitan dengan perceraianmu dengan putri keluarga Sagara?” tanya Atin, langsung ke sasaran.Sebagai orang yang melatih ilmu medis tradisional dan ilmu kanuragan ke Jay sejak pemuda itu direkrut PhantomClaw, Atin leluasa bicara seperti ayah ke anaknya. Dan Jay tidak keberatan.“Sebagiannya begitu. Dan sebagian lainnya karena rencanaku berikutnya.” Jay melirik Atin. “Aku mengandalkanmu, Pak!”Atin mengangguk dan keluar dari ruang pribadi Jay.Esoknya, Atin menemui Jay bersama empat panglima organisasinya.“Aku ingin kalian memilih anak buah kalian yang pandai
Mendengar teriakan seorang wanita, secara otomatis Jay berlari ke sumber suara.“Hei!” Jay meneriaki sekumpulan preman berjumlah mencapai 11 orang.Mereka semua menoleh ke Jay yang ada di ujung gang.“Bung, jangan ikut campur!” Salah satu preman bertubuh besar berujar ke Jay.Seorang wanita muda berpakaian setelan blazer merah dan celana panjang hitam sederhana namun elegan sedang dikepung 11 preman. Meski begitu, sikapnya masih terlihat tenang dan ini cukup menggelitik benak Jay.Dia tadi melihat wanita itu dengan cekatan menghindari serangan para preman, menunjukkan kemampuan bela diri. Namun, jumlah preman yang terlalu banyak mulai memojokkannya.“Kalian nggak malu keroyokan mengganggu satu wanita kayak gitu?” Jay terus mendekat.“Mau jadi pahlawan, Bro?” teriak preman lainnya dengan tatapan sengit ke Jay.Tanpa pikir panjang, Jay melemparkan karungnya ke samping dan bergegas ke kerumunan itu. Satu tendangan lompatannya mengakibatkan seorang preman terpental dengan cepat, sehingga
“Supreme NeoTech. Gimana menurut Bapak? Namanya keren, kan? Dan terdengar gahar.”Jay memulaskan senyuman pada wajah tampannya yang dingin.Atin mengangguk-angguk sembari tersenyum setuju. “Aku percaya apa pun yang menjadi pemikiranmu. Hanya saja, tetaplah waspada dan berhati-hati atas semua ancaman dari berbagai arah. Kau mewarisi organisasi besar yang punya banyak rival. Mereka tentu berlomba ingin menjatuhkanmu.”Bagaikan seorang ayah, Atin menasehati Jay.“Iya, Pak. Aku tau. Itulah kenapa, aku berusaha nggak menampakkan wajah asliku di depan orang yang bukan anggota kita. Salah satunya untuk menghindari yang Pak Atin cemaskan tadi.”Jay menarik napas panjang, merasa lega sudah menyampaikan salah satu langkah awalnya untuk menapaki jalan ke puncak rantai makanan.“Lalu, apa aja yang kamu butuhkan untuk perusahaanmu, Jek?” tanya Atin.Sebagai guru dan penasihat Jay, dia juga tak sabar ingin mengetahui apa saja langkah-langkah cerdas murid binaannya.“Aku ingin merekrut ilmuwan dan t
“Gimana, Pak? Apakah menurutmu impianku terlalu muluk? Terlalu mengada-ngada?” Jay hanya sekedar bertanya untuk formalitas saja.Andaikan Atin mengatakan dia memang terlalu muluk-muluk, dia tetap akan menjalankan rencananya. Tak ada yang bisa menghentikan dia apabila dia sudah seyakin ini dengan berbagai rencananya.Atin menepuk pundak Jay. "Nggak muluk, Jek. Cuma aku cuma ingin memberimu pesan dan nasehat yang mungkin sering kamu dengar sampai bosan, aku tak peduli. Yaitu … hati-hati dalam segala langkahmu, Jek. Jangan sampai kekuasaan membutakanmu. Ingat selalu tujuan awal kita."Menatap mata teduh menenangkan Atin, Jek merasakan kedamaian. Apakah ini rasanya punya ayah yang bijak?Jay mengangguk. "Tentu, Pak. Aku nggak akan pernah lupa. Semua ini demi Astronesia yang lebih baik dan demi ambisiku sendiri, ha ha ha!"Dia mengucapkannya secara jujur karena yang di depannya adalah Atin, sosok yang sudah mengenalnya luar dalam dengan jelas."Baiklah," ujar Atin. "Aku percaya padamu, Jek