Vincen berjalan cepat, membuka pintu ruangan kerja Kakeknya dengan tiba-tiba. Tanpa menunggu, Vincen langsung menghampiri mereka berdua, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa kalian mengenal orang-orang itu?" tanya Vincen dengan nada penuh penekanan, ingin segera memastikan kebenaran. Sebastian tampak gugup, menundukkan kepalanya, dan tidak berani menjawab pertanyaan Vincen. Sementara itu, Pak Tua Clark menghela napas panjang sebelum membuka suara. "Sebastian, tinggalkan kita berdua," perintahnya dengan nada yang tegas namun lembut. "Baik tuan besar," jawab Sebastian patuh. Dengan langkah ragu, ia meninggalkan ruangan tersebut, menutup pintu di belakangnya. Setelah Sebastian telah meninggalkan ruangan, hanya Vincen dan kakeknya yang tersisa. Vincen segera bertanya dengan rasa ingin tahu yang mendalam. "Jelaskan semuanya Kek, siapa orang-orang yang memiliki kekuatan luar biasa dan siapa keluarga Clarkson!"
Vincen tidak mengetahui kalau sekarang bukan hanya tahtanya saja yang sedang di incar, tetapi nyawanya juga dalam bahaya, mengingat Lehman memerintahkan seseorang yang sangat kejam.Di ruangan Vincen, tampak pria itu sedang duduk di kursinya sambil menatap keluar jendela, mencoba memahami apa yang sedang terjadi pada kehidupannya sekarang."Kenapa mereka baru muncul sekarang? Bukankah jika mereka ingin menguasai harta Kakek, harusnya sudah bergerak sebelum kemunculanku? Seharusnya itu lebih mudah untuk mereka," gumam Vincen yang penasaran dengan tindakan keluarga Clarkson. Mata Vincen membelalak. "Tunggu dulu, bukankah Kakek mencariku setelah di vonis hidupnya tidak lama lagi? Apa mereka mengetahuinya?"Vincen yakin jika keluarga Clarkson pasti mengetahui hal tersebut, sebelum semuanya jatuh ke tangannya, mereka mencoba untuk merebut terlebih dahulu.Karena itulah mereka butuh tanda tangan dirinya atau bukti lainnya, mereka sadar jika Vincenlah sumber masalah mereka untuk mendapatkan
Vincen melangkah keluar dari ruangannya, ekspresi serius menghiasi wajahnya. Sebastian sudah siap menunggu di depan pintu, badannya membungkuk dalam hormat. "Apa Paman sudah menghubunginya?" tanya Vincen sambil melangkah, kepalanya menatap kedepan berpikir keras. "Sudah, Tuan Muda. Dia mulai menggerakkan bawahannya sesuai perintah Anda," jawab Sebastian mantap, langkahnya seirama dengan Vincen."Bagus," Vincen menggenggam tangannya erat, "Jika Red Channel berpikir bisa bermain-main denganku, akan kubuat dia terjebak dalam permainan ini."Ungkapan penuh tekanan itu membuat Sebastian merasa seperti terpental kembali ke masa lalu, saat Pak Tua Clark muda tak membiarkan siapa pun mengusik kehidupan mereka. Dia memandangi punggung Vincen sambil merasakan denyut kebanggaan mendalam. 'Tuan besar, darah Anda mengalir deras di tubuh Tuan Muda. Anda tak perlu khawatir soal perusahaan,' gumam Sebastian dalam hati, senyuman mengembang di sudut bib
Vincen baru saja melangkah keluar dari lift lobi Central Clark Capital, langkahnya terhenti saat melihat Selena berdiri tak jauh dari situ. Ia bersikap biasa saja, melanjutkan langkahnya, berharap Selena tidak menyadari kehadirannya.Namun, nasib berkata lain. Selena menoleh dan menatap Vincen dengan tatapan tajam. Vincen merasa tidak nyaman dengan tatapan itu, namun ia tetap berusaha melanjutkan langkahnya.Tiba-tiba, Selena melangkah cepat menghadang Vincen, membuat pria itu terpaksa menghentikan langkahnya dan menatap Selena dengan muka cemberut.Selena menatap Vincen dengan tatapan tajam, lalu berkata, "untuk perkataanmu yang mengatakan semua wanita sama, memang itu benar adanya. Karena sejatinya wanita tidak mau diajak hidup susah. Namun, kamu juga harus tahu, di antara wanita yang seperti itu, masih ada wanita yang rela hidup susah demi pria yang mereka cintai."Vincen terdiam, menatap Selena dengan alis bertaut. Selena melanjutkan. "Jadi, sebelum kamu menghakimi dan menggeneral
Negara Parszcak, tepatnya di ruang CEO Adelray Grup, terdapat tiga orang yang sedang saling berhadapan.Calvert Adelray, pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih, duduk dengan tenang di kursi CEO. Dia adalah Ayah Zaky Adelray. Di sebelahnya, terdapat seorang asisten yang sedang berdiri mengamati.Sementara di seberang, tampak Paman Veronica, Doma Sanchez, pria berusia 40-an yang memiliki jenggot tebal dan raut wajah yang tegas."Doma, aku sudah meminta anakku untuk pulang dari Aldasia, kita tidak perlu memperpanjang masalah ini, bukan?" tanya Calvert dengan nada dingin yang menusuk. Ia menatap Doma dengan ekspresi datar, seolah tak ada rasa takut sedikit pun terhadap pria yang berada di hadapannya.Doma mencibir, matanya menyala penuh amarah. "Jika aku tidak datang kemari, kau dan anakmu pasti akan bertingkah seolah dia yang terkuat di Parszcak, ingatlah Calvert, Keluarga Sanchez masih berkuasa di sini," ujarnya dengan suara yang keras dan
Pelayan wanita itu berjalan mendekti meja dengan langkah gontai. Saat Vincen dan Veronica langsung menoleh bersamaan.Wajah Vincen berubah menjadi dingin saat melihat pelayan tersebut yang tidak lain adalah Lidia, mantan Istrinya.Lidia menaruh pesanan mereka di meja dengan sikap profesional, lalu berkata dengan suara ragu."Silahkan dinikmati." Dia bergegas meninggalkan tempat tersebut, namun langkahnya terhenti ketika Vincen berkata dengan nada sinis, "Kenapa, apa kau malu bekerja di tempat seperti ini, dan bertemu denganku?"Lidia berhenti melangkah, tubuhnya terasa kaku seketika. Dia memegang nampan erat di tangannya, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. Dia tidak mengira akan bertemu dengan Vincen di tempat ini, apalagi saat dia sedang bekerja sebagai pelayan."Kau mengenalnya?" tanya Veronica penasaran, sembari menatap pelayan tersebut.Namun, Vincen tidak mendengarkannya. Dia terus menatap Lidia dengan tatapan tajam, membuat Lidia semakin merasa terpojok. Lidia menundu
Veronica sampai di mejanya. Namun, tak melihat Vincen ada di sana, dia menoleh ke kanan dan kiri, berharap menemukan pria itu tengah duduk di salah satu sudut kafe. Tetapi, upayanya sia-sia, Vincen tak terlihat di mana pun sampai dia keluar dari kafe.Sambil menggigit bibir bawahnya, Veronica mengeluarkan ponselnya dan bermaksud menghubungi Vincen. Namun, sebelum jari-jarinya menekan tombol panggil, tiba-tiba sopirnya muncul di hadapannya."Nona, Tuan muda Clark tadi meninggalkan pesan pada saya agar Anda pulang terlebih dahulu," ujarnya dengan sopan.Alis Veronica mengerut, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengarnya. "Apa dia tidak bilang mau kemana?" tanyanya dengan nada sedikit meninggi.Sopir menggelengkan kepalanya. "Maaf, Nona. Tuan muda tidak memberi tahu saya."Veronica menghela napas kasar. Dia yakin bahwa Vincen pergi begitu saja karena melihat mantan istrinya yang tiba-tiba muncul di kafe. Sejenak, dia merasa marah d
Mendengar penjelasan Sebastian, membuat Vincen seketika terdiam dan lebih memilih untuk mencaritahu kebenarannya dengan bertanya langsung pada gurunya.Mobil yang amembawa Vincen menyusuri jalanan kota Aranka yang cukupa padat dengan kendaraan, sebelum akhirnya sampai dijalanan sepi lereng gunung perbatasan kota.Vincen yang baru pertama kali ke tempat tersebut, dia merasa asing dengan pemandangan yang jauh berbeda dengan pusat kota Aranka.Mobil terus melaju ke dalam jalan tersebut, sebelum akhirnya sampai disebuah tempat perguruan beladiri.Saat mobil berhenti, Vincen mendengar suara riuh orang-orang yang sedang berlatih beladiri dari dalam mobil, menandakan kalau tempat tersebut memang untuk berlatih para pengawal Kakeknya."Tuan muda, silahkan," Sebastian membukakan pintu mobil untuk Vincen dengan sopan.Vincen pun lekas turun dari mobil, dia memerhatikan wilayah sekitarnya, tempat tersebut benar-benar mengagumkan dan sangat nyaman menurutnya."Selamat datang tuan muda," sapa Solo
Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,
Sementara itu, di kediaman keluarga Clark, suasana hati para penghuni rumah sedang riang gembira. Vincen menemui keluarga pujaan hatinya, Veronica, ditemani oleh Nenek Elma yang kini menjadi wali untuknya."Kami semua sudah sepakat untuk menggelar pernikahan mereka berdua satu Minggu lagi, bagaimana pendapat Anda, Nyonya Ritsu?" tanya Pak Tua Shancez dengan penuh antusias, sebagai wakil pembicaraan keluarga Shancez."Jika itu keinginan kalian, aku tidak keberatan sama sekali. Malahan, aku juga ingin segera memiliki cicit dari mereka berdua," jawab Elma sambil tersenyum hangat, melirik Vincen dan Veronica yang duduk bersebelahan.Semua anggota keluarga Shancez tersenyum bahagia, merasa lega karena tidak ada penolakan dari pihak keluarga Vincen.Veronica terlihat sangat bahagia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia akan dapat bersanding dengan pria yang telah mencuri hatinya selama ini.Mereka pun melanjutkan obrolan dengan santai, sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya temaram yang melapisi bukit pinggiran kota Helsia.Solomon dan para bawahannya bergerak cepat saat sudah sampai diwilayah tujuan, menuruni jalan setapak yang berliku, memenuhi perintah Vincen. Daun-daun kering berderak di bawah tapak sepatu mereka, mengumumkan kedatangan mereka kepada siapa pun yang mungkin mendengar.Di kejauhan, Solomon melihat siluet Lotar, Harley, dan Face yang bersembunyi di balik semak-semak, mengintai gerak-gerik kelompok pemuja kekuatan Iblis. Mereka tampak tegang, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan yang mencurigakan.Solomon memberi isyarat kepada bawahannya untuk bergerak lebih hati-hati. Mereka merunduk, menghindari siluet yang bisa terlihat oleh musuh. Udara dingin malam semakin menambah ketegangan.Sesampainya di posisi yang lebih dekat, Solomon dan timnya bergabung dengan Lotar dan yang lainnya. Lotas berbisik. "Ada dua belas orang yang kemungkinan akan melakukan ritual di sana," ujarnya sambil menun
Harley pun akhirnya setuju untuk bersembunyi, walau sebenarnya dia ingin bertarung dengan orang-orang tersebut.Mereka segera mencari tempat persembunyian yang aman di ruangan tersebut. Lotar melirik ke sekeliling, menemukan ruang kecil di belakang tumpukan kotak kayu tua. Ia memberi isyarat pada Harley dan Face untuk mengikutinya ke sana."Ssst, jangan berisik," bisik Lotar saat mereka memasuki ruang kecil itu, bersembunyi di balik kotak-kotak kayu.Harley dan Face menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara apa pun. Mereka melihat sekelompok orang berpakaian hitam itu berkumpul di tengah ruangan, berbicara dengan suara yang pelan dan serius. Lotar mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka, mencari informasi penting yang bisa digunakan nanti.Salah satu orang berpakaian hitam melihat ke arah tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Lotar berdegup kencang. Namun, untungnya orang itu tidak mendekati mereka dan melanjutkan percakapannya dengan yang lain.Tiba-tiba, seorang pr