Veronica sampai di mejanya. Namun, tak melihat Vincen ada di sana, dia menoleh ke kanan dan kiri, berharap menemukan pria itu tengah duduk di salah satu sudut kafe. Tetapi, upayanya sia-sia, Vincen tak terlihat di mana pun sampai dia keluar dari kafe.
Sambil menggigit bibir bawahnya, Veronica mengeluarkan ponselnya dan bermaksud menghubungi Vincen. Namun, sebelum jari-jarinya menekan tombol panggil, tiba-tiba sopirnya muncul di hadapannya."Nona, Tuan muda Clark tadi meninggalkan pesan pada saya agar Anda pulang terlebih dahulu," ujarnya dengan sopan.Alis Veronica mengerut, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengarnya. "Apa dia tidak bilang mau kemana?" tanyanya dengan nada sedikit meninggi.Sopir menggelengkan kepalanya. "Maaf, Nona. Tuan muda tidak memberi tahu saya."Veronica menghela napas kasar. Dia yakin bahwa Vincen pergi begitu saja karena melihat mantan istrinya yang tiba-tiba muncul di kafe. Sejenak, dia merasa marah dMendengar penjelasan Sebastian, membuat Vincen seketika terdiam dan lebih memilih untuk mencaritahu kebenarannya dengan bertanya langsung pada gurunya.Mobil yang amembawa Vincen menyusuri jalanan kota Aranka yang cukupa padat dengan kendaraan, sebelum akhirnya sampai dijalanan sepi lereng gunung perbatasan kota.Vincen yang baru pertama kali ke tempat tersebut, dia merasa asing dengan pemandangan yang jauh berbeda dengan pusat kota Aranka.Mobil terus melaju ke dalam jalan tersebut, sebelum akhirnya sampai disebuah tempat perguruan beladiri.Saat mobil berhenti, Vincen mendengar suara riuh orang-orang yang sedang berlatih beladiri dari dalam mobil, menandakan kalau tempat tersebut memang untuk berlatih para pengawal Kakeknya."Tuan muda, silahkan," Sebastian membukakan pintu mobil untuk Vincen dengan sopan.Vincen pun lekas turun dari mobil, dia memerhatikan wilayah sekitarnya, tempat tersebut benar-benar mengagumkan dan sangat nyaman menurutnya."Selamat datang tuan muda," sapa Solo
Tatapan mata Vincen terfokus pada buku kuno yang terbuka lebar di tangannya. Buku itu penuh dengan tulisan-tulisan kuno dan gambar yang misterius. Salah satunya adalah gambar Giok darah yang kini sedang mereka bicarakan. Tertera dalam buku itu bahwa Giok darah tersebut milik Klan Ritsu, sesuai dengan marga Ibunya.Giok darah merupakan artefak berharga yang telah menjadi warisan turun-temurun Klan Ritsu. Namun, artefak ini menghilang misterius puluhan tahun yang lalu bersama dengan Klan Ritsu.Vincen menghela napas sejenak sebelum bertanya, "Master, apa yang akan terjadi jika Giok darah ini dimiliki salah satu keluarga tersembunyi yang menginginkannya?""Tuan muda, kekuatan Giok darah ini benar-benar melebihi imajinasi kita. Anda harus tahu resiko apa yang akan kita hadapi kedepannya. Bukan tidak mungkin dunia ini akan menjadi kacau," ujar Solomon yakin sambil menatap Vincen yang duduk dihadapannya dengan mata tajam.Vincen mengangguk mengerti. Dia
Vincen melangkah masuk ke dalam apartemen dengan langkah lelah, setelah seharian memikirkan berbagai informasi yang dia dapat. Warna senja yang mulai memudar di langit seakan mengekor langkahnya.Ponselnya berdering, dan Vincen menghentikan langkahnya sejenak, melihat layar ponsel menunjukkan nama Jessica. Dia menghela napas berat sebelum mengangkat telepon itu, mencoba menenangkan diri dari rasa lelah yang melanda tubuhnya."Ada apa?" tanya Vincen dengan nada yang mencoba terdengar sopan sembari melangkah masuk ke apartemennya."Anu... bisakah kita makan malam sekarang?" suara Jessica di ujung telepon terdengar ragu dan memelas.Vincen menggigit bibirnya, menahan keinginan untuk langsung menolak permintaan tersebut. Dia menatap jendela apartemennya, melihat langit yang kian gelap, seolah menjadi cermin dari perasaan hatinya."Maaf Jessica, aku sedang tidak bisa, sudah dulu yah," jawab Vincen tegas namun halus, berusaha untuk tidak menyakiti perasaan Jessica."Jangan matikan dulu, tol
Tak ada yang menyangka makan malam tersebut akan terusik saat Vincen tiba-tiba masuk ke ruang VIP.Vincen berjalan dengan percaya diri menghampiri Jessica yang sedang duduk sambil menitikkan air mata. Semua anggota keluarga Elias mengerutkan kening, bertanya-tanya siapa pria tersebut."Siapa kau! Berani sekali mengganggu acara keluarga ini?!" bentak Elias sambil berdiri, wajahnya merah padam karena marah. Ia mengepalkan tangannya, siap menghadapi pria asing itu jika diperlukan."Mana keamanan restoran ini? Kenapa memperbolehkan orang asing masuk ke sini!" Ayah Elias meraung marah, mencoba mengendalikan diri agar tidak menghajar pria itu di tempat. Ia menatap tajam pelayan yang berada di dekat pintu, menuntut penjelasan.Sementara itu, ayah Jessica hanya bisa menatap Vincen dengan tatapan tidak percaya. Batinnya berkecamuk, mencoba mencari alasan mengapa Vincen berada di pertemuan tersebut.Vincen menatap mereka semua satu per satu, lalu t
Setelah menikmati makan malam bersama, Vincen dan Jessica berjalan keluar dari restoran dengan langkah yang serasi. Udara malam yang sejuk menyelimuti keduanya, membuat suasana semakin romantis. Jessica, yang penasaran dengan sosok pria yangsedang bersamanya itu, mencuri-curi pandang ke arah Vincen. Dia merasa ada sesuatu yang istimewa dari pria ini, terlebih karena pemilik Howe Grup dan ayahnya seolah takut padanya.Jessica tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Vincen, bisakah kamu memberitahu aku, siapa kamu sebenarnya?" tanyanya dengan suara yang lirih namun berani. Dia menatap mata Vincen dengan penuh harapan, ingin mengetahui jawabannya.Vincen tersenyum tipis, melihat kegigihan Jessica. "Aku? Kamu bisa tanya siapa aku ke Ayahmu, dia cukup mengenalku," jawabnya sembari berjalan ke mobil. "Sudah malam, lebih baik aku antar kamu pulang."Jessica yang berharap jawaban langsung dari Vincen merasa kecewa. Namun, dia juga tidak bisa memaksanya untuk mengungkap identitasnya.Mereka berdu
Vincen baru saja tiba di apartemennya setelah menjalani hari yang panjang dan melelahkan. Langkahnya terasa berat seiring pintu apartemen terbuka, dan ia segera duduk di sofa. Badannya menyenderkan diri pada sandaran sofa, matanya menatap langit-langit yang putih, seolah mencari jawaban atas pertanyaan yang menggelayut di benaknya. "Master belum juga memberikan informasi lanjutan, lebih baik aku fokus ke perusahaan dulu," gumam Vincen pada dirinya sendiri. Merasa tidak bisa lagi terus berdiam diri, Vincen beranjak dari sofa dengan perlahan. Ia menghampiri meja kerjanya yang tertata rapi, lalu duduk di kursi yang telah menunggunya. Dengan sigap, ia membuka laptopnya dan mulai meninjau laporan yang telah dikirimkan oleh bawahannya melalui email. Pria itu terlihat serius memperhatikan layar laptopnya, jemarinya menari-nari di atas keyboard, mengklik dan menggulirkan dokumen yang ditampilkan di layar. Matanya terfokus pada angka-angka dan grafik yang menggambarkan perkembangan ren
Vincen mengerutkan kening saat melihat wanita yang mendekatinya, matanya menyelidik dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia tidak mengenal wanita itu sama sekali. Ia menatapnya dengan tajam seolah mempertanyakan siapa dia sebenarnya. Wanita itu terlihat berani dan percaya diri, wajah orientalnya menarik perhatian Vincen, dan tubuhnya yang proporsional memikat setiap pandangan yang melihatnya."Diamlah, yang penting kamu bisa masuk kedalam," bisik wanita itu sambil tersenyum manis pada pria yang sebelumnya mengolok-olok Vincen. Senyumnya mengandung rahasia yang membuat Vincen semakin penasaran.Pria yang mengolok-olok Vincen sebelumnya, menyipitkan matanya, menatap wanita yang tiba-tiba memanggil Vincen dengan sebutan sayang. Terlihat jelas rasa tertarik dan penasaran dalam sorot matanya, namun sekaligus ada rasa iri yang menyelimuti wajahnya.Vincen mencoba menenangkan diri, menarik nafas dalam-dalam dan merasa bingung akan kehadiran wanita tersebut. Namun, dia memutuskan untuk mengi
Vincen berjalan menuju meja yang berisi berbagai macam minuman. Dengan canggung, ia mengambil segelas jus jeruk dan melangkah gontai menuju sudut ruangan. Di sana, ia duduk seorang diri di kursi yang tak terisi, membiarkan pandangannya mengamati teman-teman sekelasnya dulu yang saling bercanda dan tertawa."Ah, seperti dulu juga... Aku tetap sendirian," gumam Vincen sambil tersenyum kecut, merasakan rasa sepi yang melilit hatinya. Rasa tidak nyaman dan canggung membuatnya merasa semakin terasing di tengah keramaian reuni tersebut.Sejujurnya, Vincen tidak ingin datang ke acara reuni ini. Namun, karena Veronica memintanya datang, ia pun menurut dengan harapan bisa bersenang-senang di sana. Sayangnya, hingga saat ini Veronica belum juga menampakkan diri.Dalam hatinya, Vincen mulai merasa kecewa dan bertanya-tanya mengapa ia harus datang ke tempat ini, merasa dirinya lebih baik berada di rumah saja.Saat semua undangan sudah berkumpul dan Restoran s