Tak ada yang menyangka makan malam tersebut akan terusik saat Vincen tiba-tiba masuk ke ruang VIP.Vincen berjalan dengan percaya diri menghampiri Jessica yang sedang duduk sambil menitikkan air mata. Semua anggota keluarga Elias mengerutkan kening, bertanya-tanya siapa pria tersebut."Siapa kau! Berani sekali mengganggu acara keluarga ini?!" bentak Elias sambil berdiri, wajahnya merah padam karena marah. Ia mengepalkan tangannya, siap menghadapi pria asing itu jika diperlukan."Mana keamanan restoran ini? Kenapa memperbolehkan orang asing masuk ke sini!" Ayah Elias meraung marah, mencoba mengendalikan diri agar tidak menghajar pria itu di tempat. Ia menatap tajam pelayan yang berada di dekat pintu, menuntut penjelasan.Sementara itu, ayah Jessica hanya bisa menatap Vincen dengan tatapan tidak percaya. Batinnya berkecamuk, mencoba mencari alasan mengapa Vincen berada di pertemuan tersebut.Vincen menatap mereka semua satu per satu, lalu t
Setelah menikmati makan malam bersama, Vincen dan Jessica berjalan keluar dari restoran dengan langkah yang serasi. Udara malam yang sejuk menyelimuti keduanya, membuat suasana semakin romantis. Jessica, yang penasaran dengan sosok pria yangsedang bersamanya itu, mencuri-curi pandang ke arah Vincen. Dia merasa ada sesuatu yang istimewa dari pria ini, terlebih karena pemilik Howe Grup dan ayahnya seolah takut padanya.Jessica tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Vincen, bisakah kamu memberitahu aku, siapa kamu sebenarnya?" tanyanya dengan suara yang lirih namun berani. Dia menatap mata Vincen dengan penuh harapan, ingin mengetahui jawabannya.Vincen tersenyum tipis, melihat kegigihan Jessica. "Aku? Kamu bisa tanya siapa aku ke Ayahmu, dia cukup mengenalku," jawabnya sembari berjalan ke mobil. "Sudah malam, lebih baik aku antar kamu pulang."Jessica yang berharap jawaban langsung dari Vincen merasa kecewa. Namun, dia juga tidak bisa memaksanya untuk mengungkap identitasnya.Mereka berdu
Vincen baru saja tiba di apartemennya setelah menjalani hari yang panjang dan melelahkan. Langkahnya terasa berat seiring pintu apartemen terbuka, dan ia segera duduk di sofa. Badannya menyenderkan diri pada sandaran sofa, matanya menatap langit-langit yang putih, seolah mencari jawaban atas pertanyaan yang menggelayut di benaknya. "Master belum juga memberikan informasi lanjutan, lebih baik aku fokus ke perusahaan dulu," gumam Vincen pada dirinya sendiri. Merasa tidak bisa lagi terus berdiam diri, Vincen beranjak dari sofa dengan perlahan. Ia menghampiri meja kerjanya yang tertata rapi, lalu duduk di kursi yang telah menunggunya. Dengan sigap, ia membuka laptopnya dan mulai meninjau laporan yang telah dikirimkan oleh bawahannya melalui email. Pria itu terlihat serius memperhatikan layar laptopnya, jemarinya menari-nari di atas keyboard, mengklik dan menggulirkan dokumen yang ditampilkan di layar. Matanya terfokus pada angka-angka dan grafik yang menggambarkan perkembangan ren
Vincen mengerutkan kening saat melihat wanita yang mendekatinya, matanya menyelidik dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia tidak mengenal wanita itu sama sekali. Ia menatapnya dengan tajam seolah mempertanyakan siapa dia sebenarnya. Wanita itu terlihat berani dan percaya diri, wajah orientalnya menarik perhatian Vincen, dan tubuhnya yang proporsional memikat setiap pandangan yang melihatnya."Diamlah, yang penting kamu bisa masuk kedalam," bisik wanita itu sambil tersenyum manis pada pria yang sebelumnya mengolok-olok Vincen. Senyumnya mengandung rahasia yang membuat Vincen semakin penasaran.Pria yang mengolok-olok Vincen sebelumnya, menyipitkan matanya, menatap wanita yang tiba-tiba memanggil Vincen dengan sebutan sayang. Terlihat jelas rasa tertarik dan penasaran dalam sorot matanya, namun sekaligus ada rasa iri yang menyelimuti wajahnya.Vincen mencoba menenangkan diri, menarik nafas dalam-dalam dan merasa bingung akan kehadiran wanita tersebut. Namun, dia memutuskan untuk mengi
Vincen berjalan menuju meja yang berisi berbagai macam minuman. Dengan canggung, ia mengambil segelas jus jeruk dan melangkah gontai menuju sudut ruangan. Di sana, ia duduk seorang diri di kursi yang tak terisi, membiarkan pandangannya mengamati teman-teman sekelasnya dulu yang saling bercanda dan tertawa."Ah, seperti dulu juga... Aku tetap sendirian," gumam Vincen sambil tersenyum kecut, merasakan rasa sepi yang melilit hatinya. Rasa tidak nyaman dan canggung membuatnya merasa semakin terasing di tengah keramaian reuni tersebut.Sejujurnya, Vincen tidak ingin datang ke acara reuni ini. Namun, karena Veronica memintanya datang, ia pun menurut dengan harapan bisa bersenang-senang di sana. Sayangnya, hingga saat ini Veronica belum juga menampakkan diri.Dalam hatinya, Vincen mulai merasa kecewa dan bertanya-tanya mengapa ia harus datang ke tempat ini, merasa dirinya lebih baik berada di rumah saja.Saat semua undangan sudah berkumpul dan Restoran s
Di tengah-tengah reuni kelas yang riuh, tiba-tiba semua percakapan terhenti ketika Vincen dengan santainya mengeluarkan sebuah Black Card dari dompetnya untuk membayar tagihan.Mata semua orang langsung tertuju padanya, suasana berubah menjadi hening sejenak sebelum bisikan mulai memecah keheningan."Tidak mungkin? Bukankah dia hanya kurir? Bagaimana mungkin dia bisa memiliki Black Card?" gumam seorang laki-laki dari sudut ruangan, matanya terbelalak tidak percaya."Aku setuju, Lidia meninggalkannya karena dia miskin. Jika dia kaya, pasti Lidia tidak akan menceraikannya," timpal wanita di sebelahnya, mengangkat alisnya dengan rasa ingin tahu yang mendalam.Para teman sekelas Vincen, yang sebelumnya hanya menyapa singkat atau bahkan mengabaikannya, kini memandangnya dengan rasa bingung. Karena Vincen terkenal dengan sebutan Suami tak berguna.Saat semua teman-temannya sedang membicarakan darimana Vincen bisa memiliki Black card. Tiba-tiba Bili beranjak dari duduknya sambil tepuk tangan
Suasana berubahmenjadi tegang. Bili, yang berdiri dengan postur bingung dan cemas, menyaksikan Veronica yang tampak tenang dan berwibawa. Matanya tak lepas dari Vincen yang dengan santainya berbicara di telepon.“Nona Veronica Shancez, ada apa ini sebenarnya?” suara Bili terdengar lemah, mencoba memahami situasi yang terjadi di depannya. Dia melirik Vincen yang kini sedang menghubungi seseorang penting.Tanpa menunggu jawaban dari Veronica, Bili mendengar Vincen berbicara dengan lantang ditelepon. “Paman Sebastian, hubungi direksi perusahaan, putus kontrak kerja kita dengan Hayden Grup, aku ingin masalah ini segera diatasi sesegera mungkin!” Ucapan itu seperti guntur yang menyambar di siang bolong, membuat Bili semakin bingung."Vincen, kau pikir bisa menakuti aku dengan omong kosongmu?!" raung Bili yang masih tidak percaya dengan Vincen.Namun, Vincen dengan santainya mematikan panggilan dan menaruh kembali ponselnya di saku sambil menatap Bili d
Setelah gelaran reuni yang riuh usai, ruangan kini terasa sepi dengan beberapa kursi yang terguling dan piring kotor bertumpuk di sudut ruangan. Vincen mengambil napas dalam-dalam, mencoba meredakan kelelahan yang menyerang. Ia mengeluarkan Black card-nya untuk membayar tagihan.Ditempat tersebut hanya tersisa Vincen dan Veronica, stelah selesai membayar mereka berdua keluar dari Restoran tersebut.Di luar, angin malam berhembus sejuk, membawa mereka berdua melangkah meninggalkan kebisingan yang telah usai. Veronica, dengan langkah gontai, seolah-olah masih terbebani oleh keramaian tadi berjalan dismaping Vincen. Rambutnya yang terurai menari-nari tertiup angin, matanya menatap Vincen dengan kekhawatiran."Kamu yakin tidak apa-apa, identitasmu diketahui banyak orang, seperti sekarang?" suaranya rendah, nyaris terbawa angin malam.Vincen, yang berjalan di sampingnya, menoleh dengan senyum menawan. "Kamu tidak pru khawatir, lagipula cepat atau lambat semuanya juga akan tahu identitasku
Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,
Sementara itu, di kediaman keluarga Clark, suasana hati para penghuni rumah sedang riang gembira. Vincen menemui keluarga pujaan hatinya, Veronica, ditemani oleh Nenek Elma yang kini menjadi wali untuknya."Kami semua sudah sepakat untuk menggelar pernikahan mereka berdua satu Minggu lagi, bagaimana pendapat Anda, Nyonya Ritsu?" tanya Pak Tua Shancez dengan penuh antusias, sebagai wakil pembicaraan keluarga Shancez."Jika itu keinginan kalian, aku tidak keberatan sama sekali. Malahan, aku juga ingin segera memiliki cicit dari mereka berdua," jawab Elma sambil tersenyum hangat, melirik Vincen dan Veronica yang duduk bersebelahan.Semua anggota keluarga Shancez tersenyum bahagia, merasa lega karena tidak ada penolakan dari pihak keluarga Vincen.Veronica terlihat sangat bahagia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia akan dapat bersanding dengan pria yang telah mencuri hatinya selama ini.Mereka pun melanjutkan obrolan dengan santai, sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya temaram yang melapisi bukit pinggiran kota Helsia.Solomon dan para bawahannya bergerak cepat saat sudah sampai diwilayah tujuan, menuruni jalan setapak yang berliku, memenuhi perintah Vincen. Daun-daun kering berderak di bawah tapak sepatu mereka, mengumumkan kedatangan mereka kepada siapa pun yang mungkin mendengar.Di kejauhan, Solomon melihat siluet Lotar, Harley, dan Face yang bersembunyi di balik semak-semak, mengintai gerak-gerik kelompok pemuja kekuatan Iblis. Mereka tampak tegang, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan yang mencurigakan.Solomon memberi isyarat kepada bawahannya untuk bergerak lebih hati-hati. Mereka merunduk, menghindari siluet yang bisa terlihat oleh musuh. Udara dingin malam semakin menambah ketegangan.Sesampainya di posisi yang lebih dekat, Solomon dan timnya bergabung dengan Lotar dan yang lainnya. Lotas berbisik. "Ada dua belas orang yang kemungkinan akan melakukan ritual di sana," ujarnya sambil menun
Harley pun akhirnya setuju untuk bersembunyi, walau sebenarnya dia ingin bertarung dengan orang-orang tersebut.Mereka segera mencari tempat persembunyian yang aman di ruangan tersebut. Lotar melirik ke sekeliling, menemukan ruang kecil di belakang tumpukan kotak kayu tua. Ia memberi isyarat pada Harley dan Face untuk mengikutinya ke sana."Ssst, jangan berisik," bisik Lotar saat mereka memasuki ruang kecil itu, bersembunyi di balik kotak-kotak kayu.Harley dan Face menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara apa pun. Mereka melihat sekelompok orang berpakaian hitam itu berkumpul di tengah ruangan, berbicara dengan suara yang pelan dan serius. Lotar mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka, mencari informasi penting yang bisa digunakan nanti.Salah satu orang berpakaian hitam melihat ke arah tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Lotar berdegup kencang. Namun, untungnya orang itu tidak mendekati mereka dan melanjutkan percakapannya dengan yang lain.Tiba-tiba, seorang pr