Dalam perjalanan pulang ke apartemen, tampak wajah Vincen begitu serius, seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Tuan muda, gadis itu memanggil Anda, sepertinya ingin berkenalan, apa Anda tidak mau kembali?" tanya Noel saat mobil sudah berada di jalan raya. "Tidak perlu, Paman. Kita pulang saja," sahut Vincen, suaranya cepat dan tegas. Noel menghela napas panjang sebelum berkata, "Tuan muda, jangan terlalu kaku begitu. Mengejar beberapa wanita itu biasa saja, apalagi gadis tadi sangat cantik dan kelihatannya tertarik padamu. Setidaknya beritahu dia nama Anda." Wajah Vincen tampak datar ketika menjawab, "Dia bukan gadis sembarangan, Paman." Noel terkejut dan penasaran, "Maksud Anda, Tuan Muda?" Vincen melanjutkan dengan wajah serius, "Saat tadi pihak rumah sakit meminta identitas gadis itu sebelum memproses penanganannya, mereka terperanjat melihat data yang tersimpan di komputer. Sikap mereka lanOrang yang datang adalah Sebastian dan bawahannya. Mereka segera melaju ke sana setelah Noel menghubunginya. "Noel, apa yang terjadi?" tanya Sebastian dengan wajah tercengang, mendekati rekannya tersebut. "Apa kau yang melakukan semua ini?" Noel menoleh, matanya menerawang tak percaya, sambil menatap Sebastian. Dalam ketegangan, dia menelan ludah, terkejut oleh apa yang baru saja ia saksikan. Dari sudut pandangnya, Noel tahu pasti bahwa Vincen baru saja menggunakan Teknik Pernapasan Alam, sebuah teknik beladiri kuno yang hanya diketahui oleh segelintir orang terpilih. Andai saja Noel tak cukup beruntung menyaksikan seorang ahli beladiri legendaris memperagakan teknik itu di masa lalu, mungkin dia sama sekali tak akan tahu apa-apa mengenai kemampuan itu! Noel pun bertanya dalam hati, bagaimana mungkin Vincen, yang selama ini hidup sebagai orang biasa, mampu mengetahui dan bahkan m
Mendengar namanya disebut, Veronica sontak tersentak dan wajah cantiknya bersemangat. "Kamu mengingatku, Vincen?" tanyanya setengah berseru.Namun, Vincen menautkan alis dan tampak bingung. Kenapa pula dia mengetahui nama wanita itu?Akhirnya, ekspresi Veronica kembali berubah sendu. “Sepertinya, tidak ….” Dia tersenyum pahit. “Tidak masalah, kau bisa mengingatnya secara perlahan.”Vincen mengepalkan tangan, lalu berakhir bertanya, “Kenapa kau datang?” Dia menambahkan, “Siapa kau sebenarnya dan apa tujuanmu membantuku sampai sejauh ini?”Veronica tersenyum lembut, pandangan mata merah bata-nya menatap lurus ke mata Vincen yang semakin curiga. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu, seperti dulu," ujarnya pelan, mengalirkan kenangan indah di antara mereka berdua.Vincen mengernyitkan dahi, merasakan keanehan pada kata-kata Veronica. Seolah ada benang tak kasat mata yang menghubungkan mereka berdua. Namun, kenangan itu entah mengapa,
"Vincen ….” “Diam.” “Jangan … seperti ini ….” “Sudah kubilang diam, tidak bisakah kau diam?” gerutu Vincen selagi berusaha melepaskan tangan Veronica dari lehernya. Setelah beberapa saat lalu Veronica berusaha mencium dirinya, Vincen menghindar dan wanita itu pun kehilangan kesadaran untuk sesaat. Akhirnya, Vincen pun menggendong wanita tersebut dan membaringkannya di tempat tidur. Namun, saat Vincen ingin pergi, Veronica kembali terbangun dan tidak membiarkannya pergi! Lelah, Vincen hanya bisa menghela napas dan membiarkan Veronica memeluknya. “Aku tidak mau berpisah lagi darimu …” gumam wanita itu seraya menyandarkan kepalanya di dada Vincen. Melihat Veronica begitu tidak waspada di hadapannya, Vincen tak elak membatin dalam hati, "Wanita yang ceroboh. Padahal tidak kuat minum, lalu kenapa menghabiskan bergelas-gelas alkohol? Kalau orang lain yang melihatmu seperti ini, mau jadi apa kamu?” Saat Veronica akhirnya kembali tenang, Vincen pun membaringkan tubuh wanita itu di ra
Mendengar perkataan Vincen yang seolah menantang, Sarah dan kedua temannya mengerutkan dahi sambil berbalik menghadapinya. Dengan langkah penuh percaya diri, Vincen mendekati ketiganya, memandang mereka tajam dari atas ke bawah. Ia ingin memastikan dugaannya benar. "Mau apa kau, pecundang!" bentak Sarah keras, wajahnya memerah penuh kemarahan, sembari mundur menjauh dari Vincen. Lantunan suara Sarah membuat seisi kafe seakan berhenti sejenak, dengan karyawan dan pengunjung lain yang sedang berada di sana menoleh ke arah mereka. "Wah, bukankan itu Nona Sarah Loin, kekasih Tuan Samuel, HRD kita?" gumam salah satu karyawan pada rekan di sampingnya."Iya, kamu benar! Itu Nona Sarah!" sahut rekannya, matanya melotot terkejut. "Siapa pria itu? Berani sekali dia menyinggungnya!"Para karyawan yang melihat kejadian itu mulai berbisik-bisik, merasa kasihan dengan Vincen yang berurusan dengan orang yang salah. Mereka semua ta
"Ternyata benar itu kamu, Vincen," ujar pria sepuh yang ternyata adalah Solomon Rondon, sambil menatap tajam ke arahnya.Vincen tertunduk, matanya berkaca-kaca karena perasaan bersalah, lalu bersimpuh di hadapan Solomon sambil berkata, "Master, mohon maafkan saya."Dengan sigap dan penuh kasih, Solomon segera memapah Vincen untuk bangkit, tidak ingin muridnya terlihat direndahkan, terlebih mereka berada di tempat umum."Mari kita bicara sambil duduk saja," ucap Solomon dengan suara lembut, penuh kebijaksanaan.Vincen mengangguk, lalu menggiring Solomon menuju meja yang telah dipesan oleh Noel. Meski bergelar tuan muda Clark, Vincen sangat menghormati Solomon karena sosoknya yang merupakan guru bela dirinya dimasa lalu.Wajah Vincen terlihat bangga seiring mengenang saat dirinya berlatih bela diri dengan Solomon sejak masa SMP. Kisah itu bermula ketika Vincen tidak sengaja bertemu Solomon, saat ia sedang diganggu oleh teman sekelasnya.
Malam harinya, dikediaman keluarga Helas tampak Marko sedang bersiap untuk menghadiri pesta yang diselenggarakan oleh Veronica. Karena mereka juga salah satu keluarga terpandang di kota Aranka, sehingga mendapatkan undangan. Marko tampak gagah mengenakan setelan jas hitam yang rapi. Di sisi lain, Markus juga tampak berkarisma dengan pakaian formalnya. Di sudut ruangan, terlihat Lidia sedang merapikan rambutnya yang panjang dan berkilau. Ia menatap Marko dengan senyum tipis di wajahnya, namun ada sedikit kekhawatiran terpancar dari matanya. "Bagaimana, apa kau sudah menemui Kars?" tanya Markus sebelum memasuki mobil, menatap Marko dengan tajam. Marko tersenyum menenangkan, "Ayah jangan khawatir, Kars akan mengurus pecundang itu, aku sudah memberitahunya kalau dia kemungkinan akan datang ke acara pesta Nona Sanchez!" jawab Marko yakin, merujuk pada Vincen yang sebelumnya sempat menjadi masalah bagi mereka. Markus mengerutkan keningnya, mencoba menenangkan perasaan yang membara. "J
Ketika Vincen turun dari mobil, suasana menjadi hening sejenak. Semua orang menatap dengan penuh harap ke arahnya. Namun, ekspresi mereka berubah ketika sosok yang keluar dari mobil ternyata seorang pemuda mengenakan jas khas bodyguard, bukan Tuan Muda Clark yang mereka nantikan."Apa itu Tuan Muda Clark?" tanya seorang pria yang berdiri di dekat pagar."Sepertinya bukan," sahut seorang wanita yang berdiri di sampingnya, "mustahil cucu Tuan besar Clark mengenakan pakaian bodyguard!""Kalau bukan dia, terus mana Tuan Muda Clark?" tanya seorang wanita paruh baya dengan nada penasaran.Mereka tidak menyadari bahwa pemuda yang mengenakan jas serupa bodyguard itu sebenarnya adalah Tuan Muda Clark yang mereka cari. Noel yang mendengar perkataan orang-orang di sana hanya menggelengkan kepalanya dengan pasrah. Dengan senyum di bibirnya, Vincen menikmati kebingungan yang terpancar dari wajah-wajah orang di sekelilingnya. Matanya yang tajam memand
Marko mengernyitkan dahi saat mendengar Noel memanggil Vincen dengan sebutan 'Tuan Muda'. Dia yakin tidak salah dengar, dan melihat sikap patuh Noel terhadap Vincen membuat Marko terkesiap."Tidak mungkin, dia hanyalah seorang Bodyguard," gumam Marko, sambil melirik Noel yang tampak tak ragu.Lidia juga memperhatikan ekspresi Vincen yang berbeda kali ini. Seolah-olah bukan Vincen yang biasanya. Keresahan mulai mencuat dalam benak Lidia, merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Vincen yang biasanya tak berani seperti ini.Sementara itu, Noel sudah naik ke panggung dan membisikkan sesuatu pada pembawa acara yang sedang memulai acara.Pembawa acara tampak terkejut saat Noel selesai berbisik, memberi isyarat akan perubahan dalam acara.Pak Tua Clark, yang sedang bersama keluarga Veronica, melihat Noel dari kejauhan. Mereka penasaran dengan apa yang sedang dilakukan salah satu pengawal setianya itu."Tielman, bukankah itu Noel? Apa yang
Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,
Sementara itu, di kediaman keluarga Clark, suasana hati para penghuni rumah sedang riang gembira. Vincen menemui keluarga pujaan hatinya, Veronica, ditemani oleh Nenek Elma yang kini menjadi wali untuknya."Kami semua sudah sepakat untuk menggelar pernikahan mereka berdua satu Minggu lagi, bagaimana pendapat Anda, Nyonya Ritsu?" tanya Pak Tua Shancez dengan penuh antusias, sebagai wakil pembicaraan keluarga Shancez."Jika itu keinginan kalian, aku tidak keberatan sama sekali. Malahan, aku juga ingin segera memiliki cicit dari mereka berdua," jawab Elma sambil tersenyum hangat, melirik Vincen dan Veronica yang duduk bersebelahan.Semua anggota keluarga Shancez tersenyum bahagia, merasa lega karena tidak ada penolakan dari pihak keluarga Vincen.Veronica terlihat sangat bahagia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia akan dapat bersanding dengan pria yang telah mencuri hatinya selama ini.Mereka pun melanjutkan obrolan dengan santai, sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya temaram yang melapisi bukit pinggiran kota Helsia.Solomon dan para bawahannya bergerak cepat saat sudah sampai diwilayah tujuan, menuruni jalan setapak yang berliku, memenuhi perintah Vincen. Daun-daun kering berderak di bawah tapak sepatu mereka, mengumumkan kedatangan mereka kepada siapa pun yang mungkin mendengar.Di kejauhan, Solomon melihat siluet Lotar, Harley, dan Face yang bersembunyi di balik semak-semak, mengintai gerak-gerik kelompok pemuja kekuatan Iblis. Mereka tampak tegang, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan yang mencurigakan.Solomon memberi isyarat kepada bawahannya untuk bergerak lebih hati-hati. Mereka merunduk, menghindari siluet yang bisa terlihat oleh musuh. Udara dingin malam semakin menambah ketegangan.Sesampainya di posisi yang lebih dekat, Solomon dan timnya bergabung dengan Lotar dan yang lainnya. Lotas berbisik. "Ada dua belas orang yang kemungkinan akan melakukan ritual di sana," ujarnya sambil menun
Harley pun akhirnya setuju untuk bersembunyi, walau sebenarnya dia ingin bertarung dengan orang-orang tersebut.Mereka segera mencari tempat persembunyian yang aman di ruangan tersebut. Lotar melirik ke sekeliling, menemukan ruang kecil di belakang tumpukan kotak kayu tua. Ia memberi isyarat pada Harley dan Face untuk mengikutinya ke sana."Ssst, jangan berisik," bisik Lotar saat mereka memasuki ruang kecil itu, bersembunyi di balik kotak-kotak kayu.Harley dan Face menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara apa pun. Mereka melihat sekelompok orang berpakaian hitam itu berkumpul di tengah ruangan, berbicara dengan suara yang pelan dan serius. Lotar mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka, mencari informasi penting yang bisa digunakan nanti.Salah satu orang berpakaian hitam melihat ke arah tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Lotar berdegup kencang. Namun, untungnya orang itu tidak mendekati mereka dan melanjutkan percakapannya dengan yang lain.Tiba-tiba, seorang pr