Pengemudi itu tersentak ketika seseorang menegurnya dan mencengkeram lengannya. Dia menoleh ke belakang, mengernyitkan dahi seraya melihat sosok pemuda tampan berdiri di sana, tenang dan tegas.
"Lepaskan dia! Tindakanmu sudah keterlaluan," ujar Vincen, nada suaranya keras namun terkendali. "Siapa kau?! Jangan campuri urusanku!" teriak si pengemudi, wajahnya bersemu merah karena marah. Namun, Vincen tidak bergeming, melihat pria tersebut tetap tidak berniat melepaskan gadis yang sedang dipaksa masuk ke mobil. Dengan gerakan cepat, dia memilintir tangan si pengemudi dan menghimpitnya ke mobil. "Argh!" Si pengemudi menjerit kesakitan dan terpaksa melepaskan gadis itu. Gadis yang tampak ketakutan segera berlari menjauh, sempat memandang pria yang menolongnya dengan penuh terima kasih. "Brengsek! Lepaskan aku! Apa kau tidak tahu siapa aku?!" sahut si pengemudi ketDalam perjalanan pulang ke apartemen, tampak wajah Vincen begitu serius, seolah sedang memikirkan sesuatu. "Tuan muda, gadis itu memanggil Anda, sepertinya ingin berkenalan, apa Anda tidak mau kembali?" tanya Noel saat mobil sudah berada di jalan raya. "Tidak perlu, Paman. Kita pulang saja," sahut Vincen, suaranya cepat dan tegas. Noel menghela napas panjang sebelum berkata, "Tuan muda, jangan terlalu kaku begitu. Mengejar beberapa wanita itu biasa saja, apalagi gadis tadi sangat cantik dan kelihatannya tertarik padamu. Setidaknya beritahu dia nama Anda." Wajah Vincen tampak datar ketika menjawab, "Dia bukan gadis sembarangan, Paman." Noel terkejut dan penasaran, "Maksud Anda, Tuan Muda?" Vincen melanjutkan dengan wajah serius, "Saat tadi pihak rumah sakit meminta identitas gadis itu sebelum memproses penanganannya, mereka terperanjat melihat data yang tersimpan di komputer. Sikap mereka lan
Orang yang datang adalah Sebastian dan bawahannya. Mereka segera melaju ke sana setelah Noel menghubunginya. "Noel, apa yang terjadi?" tanya Sebastian dengan wajah tercengang, mendekati rekannya tersebut. "Apa kau yang melakukan semua ini?" Noel menoleh, matanya menerawang tak percaya, sambil menatap Sebastian. Dalam ketegangan, dia menelan ludah, terkejut oleh apa yang baru saja ia saksikan. Dari sudut pandangnya, Noel tahu pasti bahwa Vincen baru saja menggunakan Teknik Pernapasan Alam, sebuah teknik beladiri kuno yang hanya diketahui oleh segelintir orang terpilih. Andai saja Noel tak cukup beruntung menyaksikan seorang ahli beladiri legendaris memperagakan teknik itu di masa lalu, mungkin dia sama sekali tak akan tahu apa-apa mengenai kemampuan itu! Noel pun bertanya dalam hati, bagaimana mungkin Vincen, yang selama ini hidup sebagai orang biasa, mampu mengetahui dan bahkan m
Mendengar namanya disebut, Veronica sontak tersentak dan wajah cantiknya bersemangat. "Kamu mengingatku, Vincen?" tanyanya setengah berseru.Namun, Vincen menautkan alis dan tampak bingung. Kenapa pula dia mengetahui nama wanita itu?Akhirnya, ekspresi Veronica kembali berubah sendu. “Sepertinya, tidak ….” Dia tersenyum pahit. “Tidak masalah, kau bisa mengingatnya secara perlahan.”Vincen mengepalkan tangan, lalu berakhir bertanya, “Kenapa kau datang?” Dia menambahkan, “Siapa kau sebenarnya dan apa tujuanmu membantuku sampai sejauh ini?”Veronica tersenyum lembut, pandangan mata merah bata-nya menatap lurus ke mata Vincen yang semakin curiga. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu, seperti dulu," ujarnya pelan, mengalirkan kenangan indah di antara mereka berdua.Vincen mengernyitkan dahi, merasakan keanehan pada kata-kata Veronica. Seolah ada benang tak kasat mata yang menghubungkan mereka berdua. Namun, kenangan itu entah mengapa,
"Vincen ….” “Diam.” “Jangan … seperti ini ….” “Sudah kubilang diam, tidak bisakah kau diam?” gerutu Vincen selagi berusaha melepaskan tangan Veronica dari lehernya. Setelah beberapa saat lalu Veronica berusaha mencium dirinya, Vincen menghindar dan wanita itu pun kehilangan kesadaran untuk sesaat. Akhirnya, Vincen pun menggendong wanita tersebut dan membaringkannya di tempat tidur. Namun, saat Vincen ingin pergi, Veronica kembali terbangun dan tidak membiarkannya pergi! Lelah, Vincen hanya bisa menghela napas dan membiarkan Veronica memeluknya. “Aku tidak mau berpisah lagi darimu …” gumam wanita itu seraya menyandarkan kepalanya di dada Vincen. Melihat Veronica begitu tidak waspada di hadapannya, Vincen tak elak membatin dalam hati, "Wanita yang ceroboh. Padahal tidak kuat minum, lalu kenapa menghabiskan bergelas-gelas alkohol? Kalau orang lain yang melihatmu seperti ini, mau jadi apa kamu?” Saat Veronica akhirnya kembali tenang, Vincen pun membaringkan tubuh wanita itu di ra
Mendengar perkataan Vincen yang seolah menantang, Sarah dan kedua temannya mengerutkan dahi sambil berbalik menghadapinya. Dengan langkah penuh percaya diri, Vincen mendekati ketiganya, memandang mereka tajam dari atas ke bawah. Ia ingin memastikan dugaannya benar. "Mau apa kau, pecundang!" bentak Sarah keras, wajahnya memerah penuh kemarahan, sembari mundur menjauh dari Vincen. Lantunan suara Sarah membuat seisi kafe seakan berhenti sejenak, dengan karyawan dan pengunjung lain yang sedang berada di sana menoleh ke arah mereka. "Wah, bukankan itu Nona Sarah Loin, kekasih Tuan Samuel, HRD kita?" gumam salah satu karyawan pada rekan di sampingnya."Iya, kamu benar! Itu Nona Sarah!" sahut rekannya, matanya melotot terkejut. "Siapa pria itu? Berani sekali dia menyinggungnya!"Para karyawan yang melihat kejadian itu mulai berbisik-bisik, merasa kasihan dengan Vincen yang berurusan dengan orang yang salah. Mereka semua ta
"Ternyata benar itu kamu, Vincen," ujar pria sepuh yang ternyata adalah Solomon Rondon, sambil menatap tajam ke arahnya.Vincen tertunduk, matanya berkaca-kaca karena perasaan bersalah, lalu bersimpuh di hadapan Solomon sambil berkata, "Master, mohon maafkan saya."Dengan sigap dan penuh kasih, Solomon segera memapah Vincen untuk bangkit, tidak ingin muridnya terlihat direndahkan, terlebih mereka berada di tempat umum."Mari kita bicara sambil duduk saja," ucap Solomon dengan suara lembut, penuh kebijaksanaan.Vincen mengangguk, lalu menggiring Solomon menuju meja yang telah dipesan oleh Noel. Meski bergelar tuan muda Clark, Vincen sangat menghormati Solomon karena sosoknya yang merupakan guru bela dirinya dimasa lalu.Wajah Vincen terlihat bangga seiring mengenang saat dirinya berlatih bela diri dengan Solomon sejak masa SMP. Kisah itu bermula ketika Vincen tidak sengaja bertemu Solomon, saat ia sedang diganggu oleh teman sekelasnya.
Vincen Adama, baru saja kembali dari mengantarkan paket dengan kemeja yang basah oleh keringat. Meski lelah, ia tetap terlihat bersemangat. "Vincen! Aku ingin kamu segera mengirimkan paket ini!" Manajer meninggikan suaranya, dia tidak peduli jika Vincen baru saja kembali dan masih basah kuyup oleh keringat. "Baik Pak," jawab Vincen langsung, walau dia lelah tetapi berusaha untuk tetap produktif. "Paket ini untuk pelanggan VIP, jika kamu bisa memuaskan mereka, aku akan mempertimbangkan untuk memberi kamu promosi!" Kata manajer itu sambil menyerahkan sebuah kotak paket. Mata Vincen berbinar dan dipenuhi harapan. "Anda yakin Pak?" tanyanya memastikan. “Tentu saja! Kapan aku pernah berbohong padamu?” Manajer itu menjawab sambil tersenyum. "Terima kasih Pak!" ucap Vincen bersemangat, lalu bergegas mengantarkan paket tersebut. Meski baru kembali, dia tetap ingin menjalankan perintah dengan baik. Dalam hatinya, Vincen tidak peduli dengan promosi. Alasan antusiasmenya adalah kare
Vincen merasa dadanya sesak ketika melihat adegan di depan mata. Tidak ada bayangan sedikit pun dalam benaknya bahwa Lidia, sang istri tercinta, sedang bermesraan dengan pria lain. Dengan sangat intim pula! "Lidia!" seru Vincen lantang, selagi tubuhnya bergetar penuh amarah. Berjalan masuk ke dalam rumah tersebut, menarik perhatian semua orang di ruangan itu. Pria yang sedang bersama Lidia menoleh, menyipitkan matanya menatap Vincen yang mengenakan seragam kurir. Senyum sinis tersungging di wajahnya. "Lidia, lihat siapa yang datang," ujar pria itu dengan suara lembut. Lidia yang telah mabuk, wajahnya merah, tampak kesal saat pria itu menghentikan aktivitasnya. "Ada apa sih?" gerutunya. Namun begitu melihat sosok Vincen yang sudah ada di hadapannya, mata Lidia membulat kaget, "V-Vincen, kenapa kau ada di sini?!" Meski hati hancur, cinta Vincen untuk Istrinya masih sangat kuat. Dengan langkah tegap dia menghampiri sang istri, meraih tangannya. "Ayo kita pulang, Lidia," bis