Veronica yang mendengar perintah mendadak Vincen pada Noel, tentu penasaran apa yang sebenarnya terjadi.
"Vin, apa yang terjadi?" tegurnya dengan nada penuh kekhawatiran, membuat Vincen yang sedikit melamun itu tersentak kaget dan menoleh ke arahnya.Vincen berusaha tersenyum pada Veronica, menenangkan gadis itu. "Tidak ada apa-apa, kamu tenang saja," jawabnya seolah tak ingin mengkhawatirkan Veronica.Namun, Veronica menatap curiga Vincen, tampak jelas kalau pria yang dicintainya itu sedang menyembunyikan sesuatu. "Apa kau menganggapku hanya pengganggu?" tanyanya pelan, hatinya seakan teriris, sembari membuang wajahnya.Vincen mengerutkan keningnya, terkejut dengan pertanyaan Veronica. "Apa maksudmu, Veronica?" tanyanya dengan ekspresi bingung, seolah tak mengerti apa yang tengah dikhawatirkan gadis itu."Lupakan saja, aku memang tak pernah ada di dalam hatimu," ucap Veronica lirih, sambil menatap Vincen dengan senyum getir yang menghiasSetelah mengantar Veronica pulang, Vincen terlihat berjalan masuk kedalam rumah Pak tua Clark yang sekarang sudah menjadi rumahnya juga."Kau sudah pulang, Vincenzo!" seru Pak tua Clark, "kemarilah, kita bicara sebentar," panggil pria tua itu yang sedang bersama Sebastian.Vincen menurut, menghampiri pria tua itu dan berjalan bersama ke ruang keluarga. "Kakek Lotar dan Nenek Elma kemana?" tanyanya sambil menyapu pandangannya ke berbagai arah.Langkah Vincen terhenti sejenak saat memasuki ruang keluarga. Cahaya lampu kristal yang tergantung di atas membuat ruangan itu tampak lebih megah. Pak tua Clark, yang sudah berdiri di depan perapian, menoleh dan tersenyum."Lotar dan Elma katanya ada urusan, mereka baru akan kembali besok pagi," jelas Pak tua Clark sambil mengelus janggut putihnya yang rimbun. Dia kemudian menunjuk ke sofa. "Duduklah, kita perlu membahas beberapa hal penting."Vincen mengangguk, duduk di samping kursi Pak tua Clark y
Ke esokan harinya, ketika Vincen hendak berangkat ke kantor, Lotar dan Elma yang baru saja pulang menahan langkah Vincen di depan rumah dengan ekspresi cemas yang menyelimuti wajah mereka."Kakek, Nenek, ada kalian sudah pulang?" tanya Vincen saat melihat kedua sosok yang berharga baginya itu ada didepannya."Vincenzo, kita harus bergegas, jika tidak akan terjadi sesuatu yang besar," ujar Elma dengan suara penuh kekhawatiran.Kening Vincen berkerut seiring rasa penasarannya yang terus menggelora. "Ada apa, Nenek? Ada yang terjadi?" tanyanya mencoba untuk menggali informasi lebih jauh."Pecahan Giok darah yang selama ini dijaga oleh nenekmu, telah dicuri oleh seseorang yang tak dikenal," ungkap Lotar dengan nada berat sebelum sang istri sempat menjawab.Vincen sontak tercengang, belum sempat ia memproses informasi yang diterimanya. Ternyata Neneknya juga memiliki benda yang terdapat energi supernatural luar biasa didalamnya itu.D
Vincen akhirnya tiba di Central Clark Capital dengan, terlihat dia melangkah keluar dari mobilnya saat Noel, pengawal setianya membukakan pintu dengan hormat."Paman Noel, tolong panggilkan Tuan John ke ruanganku," perintah Vincen dengan nada lembut namun tegas, menunjukkan kewibawaannya sebagai pemimpin baru.Noel mengangguk dan menjawab dengan patuh. "Baik, Tuan Muda."Saat Vincen memasuki gedung perusahaan, tampak semua karyawan yang melihatnya sedikit membungkukkan badan saat berpapasan dengannya. Mereka memberikan penghormatan pada pemimpin baru mereka yang sudah mulai mengurus segala sesuatu di Central Clark Capital.Vincen tersenyum hangat pada mereka sambil mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi seseorang di seberang telepon, wajahnya tampak sangat serius saat dia masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke ruangannya.Sesampainya di ruangannya, Vincen disambut oleh sang asisten yang telah menunggu di sana, sedang memegang b
John menatap Vincen dengan tatapan tajam, penuh emosi yang tidak terbaca. Tiba-tiba, dia meledakkan tawa keras yang bergema di seluruh ruangan. "Hahahaha...." Vincen mengerutkan kening, jelas terkejut dengan reaksi John yang sama sekali tidak sesuai dengan ekspektasinya. Ia mengira John akan mengakui perbuatannya dan meminta maaf, namun nyatanya pria itu malah tertawa seperti orang gila. Tawa John perlahan mulai reda, dan suasana hatinya yang tadinya panas, kembali menemukan ketenangan. Dengan tatapan tajam, ia menatap Vincen yang tampak semakin geram. "Jikapun saya mengakui semuanya, apa gunanya untuk Anda? Karena semua dewan direksi sudah berpihak pada saya, tuan muda Vincenzo," ujar John sambil menyeringai sinis. "Apa maksudmu, John Sanders?" tanya Vincen dengan nada dingin yang menyiratkan kemarahan yang tertahan. "Anda benar, tuan muda. Perusahaan-perusahaan ini memang hanyalah untuk menguras keuangan Central Clark Capital. Namun, apa yang Anda lakukan sekarang, meski ko
Sementara itu ditempat Vincen, dia mengepalkan tangannya erat-erat, seolah mencoba menahan rasa sakit yang merasuk dalam hatinya.Terlihat Sebastian dan Noel saling pandang dengan mata yang berkaca-kaca, berdiri di sampingnya yang siap mendukung. Ruang tunggu UGD dipenuhi perasaan cemas, menunggu kabar Pak tua Clark yang terkena serangan jantung mendadak.Saat dokter berjalan keluar dari ruang UGD dengan wajah serius, Vincen seperti tersadar dari lamunan pahit. Ia bergegas mendekati dengan langkah yang gontai namun terburu-buru, "Bagaimana keadaan kakekku, dok?" suaranya bergetar, mencerminkan kekhawatiran yang mendalam.Dokter itu memandang Vincen sejenak, matanya penuh empati sebelum akhirnya menghela napas berat. "Jika telat sedikit saja nyawa tuan besar dalam bahaya, tapi sekarang kondisi beliau sudah stabil, meski harus melakukan perawatan lebih lanjut." Kata-kata dokter bagaikan oasis di tengah padang pasir, memberikan sedikit kel
Vincen pergi bersama Noel ke lokasi John berada sesuai informasi yang diberikan bawahan Noel. Terlihat dia sangat serius, karena tidak mau membiarkan John begitu saja.Mata Vincen terpaku pada jalan di depan, alisnya menyatu tanda fokus tinggi. Dia tidak banyak bicara, hanya sesekali menatap Noel yang sedang mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Wajah Noel tampak tegang dan jari-jarinya yang menggenggam kemudi terlihat memutih karena tekanan kuat."Kalian, tetap waspada, mereka mungkin sudah menyadari kita akan ke sana," ujar Noel tanpa mengalihkan pandangan dari jalan pada bawahannya lewat alat komunikasi.Tiba-tiba, sebuah belokan tajam muncul. Noel memutar setir dengan cepat dan mobil mengerem keras, membuat suara derit yang memekakan telinga.Setelah berhasil melewati belokan, Noel menurunkan kecepatan sedikit dan berkata, "Kita hampir sampai. Tuan muda, bersiaplah." Vincen hanya mengangguk, matanya yang tajam menatap lurus ke
Para pengawal keluarga Clark menyerang Gyle dan Norn secara bersamaan. Namun, Gyle dengan cepat melesat ke arah mereka dengan teknik pedang yang ia kuasai. Dengan gerakan yang lincah, Gyle melompat ke tengah lingkaran para pengawal keluarga Clark yang mengepungnya. Pedangnya berkilau di bawah terik sinar matahari, seolah-olah siap untuk menuai nyawa. Setiap hentakan pedangnya menghasilkan suara yang nyaring, membelah udara sebelum akhirnya menancap ke daging. Darah menyembur ke udara, mewarnai aspal dengan warna merah pekat. Norn, yang berdiri beberapa meter di belakang Gyle, memandangi adegan itu dengan tatapan tajam, bersiap untuk melakukan serangan, jikalau Gyle membutuhkan bantuan. Para pengawal yang semula menyerang dengan penuh semangat, kini satu demi satu roboh dengan luka parah yang tidak bisa ditolong lagi. Suasana di sekitar menjadi hening sejenak, hanya suara desis pedang Gyle yang terdengar. Orang-orang yang baru saja turun dari mobil terdiam, mati langkah, seola
Noel, dengan tubuh yang sudah penuh luka dan darah, terkapar lemah di tanah yang keras. Nafasnya tersengal, matanya meredup namun ada sepercik tekad yang masih belum padam. Dia mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, menggerakkan tubuhnya yang terasa berat bagai timah.Perlahan, dengan susah payah, dia mencoba untuk berdiri, menggenggam erat tanah di bawahnya sebagai penopang.Di kejauhan, Norn yang menyaksikan upaya Noel untuk bangkit, merasakan amarah yang membuncah di dadanya. Matanya menyipit, penuh kebencian.Dengan kekuatan yang terkumpul, dia menghentakkan kaki ke tanah, menghasilkan getaran yang memecah kesunyian. Dari retakan tanah, sebuah bongkah batu besar terlempar ke udara. Dengan sebuah tendangan yang kuat, Norn mengarahkan batu itu dengan kejam ke arah Noel."Pergilah kau, ke neraka!" teriak Norn dengan nada sinis.SwuzzSuara gesekan bongkahan batu yang membelah angin terdengar nyaring. Batu itu melesat cepat menuju Noel, yang sudah tidak memiliki kekuatan untuk me