Setelah mengantar Veronica pulang, Vincen terlihat berjalan masuk kedalam rumah Pak tua Clark yang sekarang sudah menjadi rumahnya juga.
"Kau sudah pulang, Vincenzo!" seru Pak tua Clark, "kemarilah, kita bicara sebentar," panggil pria tua itu yang sedang bersama Sebastian.Vincen menurut, menghampiri pria tua itu dan berjalan bersama ke ruang keluarga. "Kakek Lotar dan Nenek Elma kemana?" tanyanya sambil menyapu pandangannya ke berbagai arah.Langkah Vincen terhenti sejenak saat memasuki ruang keluarga. Cahaya lampu kristal yang tergantung di atas membuat ruangan itu tampak lebih megah. Pak tua Clark, yang sudah berdiri di depan perapian, menoleh dan tersenyum."Lotar dan Elma katanya ada urusan, mereka baru akan kembali besok pagi," jelas Pak tua Clark sambil mengelus janggut putihnya yang rimbun. Dia kemudian menunjuk ke sofa. "Duduklah, kita perlu membahas beberapa hal penting."Vincen mengangguk, duduk di samping kursi Pak tua Clark yKe esokan harinya, ketika Vincen hendak berangkat ke kantor, Lotar dan Elma yang baru saja pulang menahan langkah Vincen di depan rumah dengan ekspresi cemas yang menyelimuti wajah mereka."Kakek, Nenek, ada kalian sudah pulang?" tanya Vincen saat melihat kedua sosok yang berharga baginya itu ada didepannya."Vincenzo, kita harus bergegas, jika tidak akan terjadi sesuatu yang besar," ujar Elma dengan suara penuh kekhawatiran.Kening Vincen berkerut seiring rasa penasarannya yang terus menggelora. "Ada apa, Nenek? Ada yang terjadi?" tanyanya mencoba untuk menggali informasi lebih jauh."Pecahan Giok darah yang selama ini dijaga oleh nenekmu, telah dicuri oleh seseorang yang tak dikenal," ungkap Lotar dengan nada berat sebelum sang istri sempat menjawab.Vincen sontak tercengang, belum sempat ia memproses informasi yang diterimanya. Ternyata Neneknya juga memiliki benda yang terdapat energi supernatural luar biasa didalamnya itu.D
Vincen akhirnya tiba di Central Clark Capital dengan, terlihat dia melangkah keluar dari mobilnya saat Noel, pengawal setianya membukakan pintu dengan hormat."Paman Noel, tolong panggilkan Tuan John ke ruanganku," perintah Vincen dengan nada lembut namun tegas, menunjukkan kewibawaannya sebagai pemimpin baru.Noel mengangguk dan menjawab dengan patuh. "Baik, Tuan Muda."Saat Vincen memasuki gedung perusahaan, tampak semua karyawan yang melihatnya sedikit membungkukkan badan saat berpapasan dengannya. Mereka memberikan penghormatan pada pemimpin baru mereka yang sudah mulai mengurus segala sesuatu di Central Clark Capital.Vincen tersenyum hangat pada mereka sambil mengeluarkan ponselnya dan mulai menghubungi seseorang di seberang telepon, wajahnya tampak sangat serius saat dia masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke ruangannya.Sesampainya di ruangannya, Vincen disambut oleh sang asisten yang telah menunggu di sana, sedang memegang b
John menatap Vincen dengan tatapan tajam, penuh emosi yang tidak terbaca. Tiba-tiba, dia meledakkan tawa keras yang bergema di seluruh ruangan. "Hahahaha...." Vincen mengerutkan kening, jelas terkejut dengan reaksi John yang sama sekali tidak sesuai dengan ekspektasinya. Ia mengira John akan mengakui perbuatannya dan meminta maaf, namun nyatanya pria itu malah tertawa seperti orang gila. Tawa John perlahan mulai reda, dan suasana hatinya yang tadinya panas, kembali menemukan ketenangan. Dengan tatapan tajam, ia menatap Vincen yang tampak semakin geram. "Jikapun saya mengakui semuanya, apa gunanya untuk Anda? Karena semua dewan direksi sudah berpihak pada saya, tuan muda Vincenzo," ujar John sambil menyeringai sinis. "Apa maksudmu, John Sanders?" tanya Vincen dengan nada dingin yang menyiratkan kemarahan yang tertahan. "Anda benar, tuan muda. Perusahaan-perusahaan ini memang hanyalah untuk menguras keuangan Central Clark Capital. Namun, apa yang Anda lakukan sekarang, meski ko
Sementara itu ditempat Vincen, dia mengepalkan tangannya erat-erat, seolah mencoba menahan rasa sakit yang merasuk dalam hatinya.Terlihat Sebastian dan Noel saling pandang dengan mata yang berkaca-kaca, berdiri di sampingnya yang siap mendukung. Ruang tunggu UGD dipenuhi perasaan cemas, menunggu kabar Pak tua Clark yang terkena serangan jantung mendadak.Saat dokter berjalan keluar dari ruang UGD dengan wajah serius, Vincen seperti tersadar dari lamunan pahit. Ia bergegas mendekati dengan langkah yang gontai namun terburu-buru, "Bagaimana keadaan kakekku, dok?" suaranya bergetar, mencerminkan kekhawatiran yang mendalam.Dokter itu memandang Vincen sejenak, matanya penuh empati sebelum akhirnya menghela napas berat. "Jika telat sedikit saja nyawa tuan besar dalam bahaya, tapi sekarang kondisi beliau sudah stabil, meski harus melakukan perawatan lebih lanjut." Kata-kata dokter bagaikan oasis di tengah padang pasir, memberikan sedikit kel
Vincen pergi bersama Noel ke lokasi John berada sesuai informasi yang diberikan bawahan Noel. Terlihat dia sangat serius, karena tidak mau membiarkan John begitu saja.Mata Vincen terpaku pada jalan di depan, alisnya menyatu tanda fokus tinggi. Dia tidak banyak bicara, hanya sesekali menatap Noel yang sedang mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Wajah Noel tampak tegang dan jari-jarinya yang menggenggam kemudi terlihat memutih karena tekanan kuat."Kalian, tetap waspada, mereka mungkin sudah menyadari kita akan ke sana," ujar Noel tanpa mengalihkan pandangan dari jalan pada bawahannya lewat alat komunikasi.Tiba-tiba, sebuah belokan tajam muncul. Noel memutar setir dengan cepat dan mobil mengerem keras, membuat suara derit yang memekakan telinga.Setelah berhasil melewati belokan, Noel menurunkan kecepatan sedikit dan berkata, "Kita hampir sampai. Tuan muda, bersiaplah." Vincen hanya mengangguk, matanya yang tajam menatap lurus ke
Para pengawal keluarga Clark menyerang Gyle dan Norn secara bersamaan. Namun, Gyle dengan cepat melesat ke arah mereka dengan teknik pedang yang ia kuasai. Dengan gerakan yang lincah, Gyle melompat ke tengah lingkaran para pengawal keluarga Clark yang mengepungnya. Pedangnya berkilau di bawah terik sinar matahari, seolah-olah siap untuk menuai nyawa. Setiap hentakan pedangnya menghasilkan suara yang nyaring, membelah udara sebelum akhirnya menancap ke daging. Darah menyembur ke udara, mewarnai aspal dengan warna merah pekat. Norn, yang berdiri beberapa meter di belakang Gyle, memandangi adegan itu dengan tatapan tajam, bersiap untuk melakukan serangan, jikalau Gyle membutuhkan bantuan. Para pengawal yang semula menyerang dengan penuh semangat, kini satu demi satu roboh dengan luka parah yang tidak bisa ditolong lagi. Suasana di sekitar menjadi hening sejenak, hanya suara desis pedang Gyle yang terdengar. Orang-orang yang baru saja turun dari mobil terdiam, mati langkah, seola
Noel, dengan tubuh yang sudah penuh luka dan darah, terkapar lemah di tanah yang keras. Nafasnya tersengal, matanya meredup namun ada sepercik tekad yang masih belum padam. Dia mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, menggerakkan tubuhnya yang terasa berat bagai timah.Perlahan, dengan susah payah, dia mencoba untuk berdiri, menggenggam erat tanah di bawahnya sebagai penopang.Di kejauhan, Norn yang menyaksikan upaya Noel untuk bangkit, merasakan amarah yang membuncah di dadanya. Matanya menyipit, penuh kebencian.Dengan kekuatan yang terkumpul, dia menghentakkan kaki ke tanah, menghasilkan getaran yang memecah kesunyian. Dari retakan tanah, sebuah bongkah batu besar terlempar ke udara. Dengan sebuah tendangan yang kuat, Norn mengarahkan batu itu dengan kejam ke arah Noel."Pergilah kau, ke neraka!" teriak Norn dengan nada sinis.SwuzzSuara gesekan bongkahan batu yang membelah angin terdengar nyaring. Batu itu melesat cepat menuju Noel, yang sudah tidak memiliki kekuatan untuk me
Mata Gyle membelalak tak percaya saat melihat pedangnya yang begitu keras itu patah menjadi dua bagian oleh hantaman Vincen.Di atasnya, Vincen masih melayangkan pukulan, raut wajahnya menegaskan kemenangan. Dengan sebuah teriakan yang menggelegar, dia melepaskan energi spiritual yang hebat, membuat udara disekitar menjadi bergetar. Tanah di bawah Gyle bergetar hebat, seakan-akan akan menelan dia bulat-bulat. Gyle merasakan tekanan yang luar biasa dari pukulan energi yang dilepaskan Vincen, seolah-olah ada gunung yang menindihnya. Kaki-kaki Gyle kokoh, kini amblas ke dalam aspal yang retak, tak mampu menahan tubuhnya yang terasa semakin berat. Dia menggertakkan giginya, mencoba bertahan dari serangan dahsyat itu, tetapi dia tahu ini adalah pertarungan yang tidak bisa dia menangkan dengan mudah."Kau tak akan pernah mengalahkanku!" teriak Gyle penuh emosi, sambil berusaha menahan serangan Vincen dengan sisa tenaga yang ada.Namun, Vincen
Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,
Sementara itu, di kediaman keluarga Clark, suasana hati para penghuni rumah sedang riang gembira. Vincen menemui keluarga pujaan hatinya, Veronica, ditemani oleh Nenek Elma yang kini menjadi wali untuknya."Kami semua sudah sepakat untuk menggelar pernikahan mereka berdua satu Minggu lagi, bagaimana pendapat Anda, Nyonya Ritsu?" tanya Pak Tua Shancez dengan penuh antusias, sebagai wakil pembicaraan keluarga Shancez."Jika itu keinginan kalian, aku tidak keberatan sama sekali. Malahan, aku juga ingin segera memiliki cicit dari mereka berdua," jawab Elma sambil tersenyum hangat, melirik Vincen dan Veronica yang duduk bersebelahan.Semua anggota keluarga Shancez tersenyum bahagia, merasa lega karena tidak ada penolakan dari pihak keluarga Vincen.Veronica terlihat sangat bahagia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia akan dapat bersanding dengan pria yang telah mencuri hatinya selama ini.Mereka pun melanjutkan obrolan dengan santai, sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya temaram yang melapisi bukit pinggiran kota Helsia.Solomon dan para bawahannya bergerak cepat saat sudah sampai diwilayah tujuan, menuruni jalan setapak yang berliku, memenuhi perintah Vincen. Daun-daun kering berderak di bawah tapak sepatu mereka, mengumumkan kedatangan mereka kepada siapa pun yang mungkin mendengar.Di kejauhan, Solomon melihat siluet Lotar, Harley, dan Face yang bersembunyi di balik semak-semak, mengintai gerak-gerik kelompok pemuja kekuatan Iblis. Mereka tampak tegang, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan yang mencurigakan.Solomon memberi isyarat kepada bawahannya untuk bergerak lebih hati-hati. Mereka merunduk, menghindari siluet yang bisa terlihat oleh musuh. Udara dingin malam semakin menambah ketegangan.Sesampainya di posisi yang lebih dekat, Solomon dan timnya bergabung dengan Lotar dan yang lainnya. Lotas berbisik. "Ada dua belas orang yang kemungkinan akan melakukan ritual di sana," ujarnya sambil menun
Harley pun akhirnya setuju untuk bersembunyi, walau sebenarnya dia ingin bertarung dengan orang-orang tersebut.Mereka segera mencari tempat persembunyian yang aman di ruangan tersebut. Lotar melirik ke sekeliling, menemukan ruang kecil di belakang tumpukan kotak kayu tua. Ia memberi isyarat pada Harley dan Face untuk mengikutinya ke sana."Ssst, jangan berisik," bisik Lotar saat mereka memasuki ruang kecil itu, bersembunyi di balik kotak-kotak kayu.Harley dan Face menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara apa pun. Mereka melihat sekelompok orang berpakaian hitam itu berkumpul di tengah ruangan, berbicara dengan suara yang pelan dan serius. Lotar mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka, mencari informasi penting yang bisa digunakan nanti.Salah satu orang berpakaian hitam melihat ke arah tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Lotar berdegup kencang. Namun, untungnya orang itu tidak mendekati mereka dan melanjutkan percakapannya dengan yang lain.Tiba-tiba, seorang pr