Mata Gyle membelalak tak percaya saat melihat pedangnya yang begitu keras itu patah menjadi dua bagian oleh hantaman Vincen.Di atasnya, Vincen masih melayangkan pukulan, raut wajahnya menegaskan kemenangan. Dengan sebuah teriakan yang menggelegar, dia melepaskan energi spiritual yang hebat, membuat udara disekitar menjadi bergetar. Tanah di bawah Gyle bergetar hebat, seakan-akan akan menelan dia bulat-bulat. Gyle merasakan tekanan yang luar biasa dari pukulan energi yang dilepaskan Vincen, seolah-olah ada gunung yang menindihnya. Kaki-kaki Gyle kokoh, kini amblas ke dalam aspal yang retak, tak mampu menahan tubuhnya yang terasa semakin berat. Dia menggertakkan giginya, mencoba bertahan dari serangan dahsyat itu, tetapi dia tahu ini adalah pertarungan yang tidak bisa dia menangkan dengan mudah."Kau tak akan pernah mengalahkanku!" teriak Gyle penuh emosi, sambil berusaha menahan serangan Vincen dengan sisa tenaga yang ada.Namun, Vincen
Vincen kembali ke mobilnya bersama Lotar, tergesa-gesa untuk menangkap John yang ditempat persembunyiannya. Sementara Noel yang terluka parah dibawa ke rumah sakit terdekat, dibantu Elma yang daritadi merawat luka-lukanya.Mobil melaju kencang, angin berdesir keras di telinga mereka. "Vincenzo," ucap Lotar dengan nada serius, "kamu harus lebih waspada mulai dari sekarang. Pecahan giok darah yang dimiliki nenekmu... ada yang mencuri."Kening Vincen berkerut, bingung. "Maksud Kakek...?"Menghela napas kasar, Lotar pun menjelaskan. "Nenekmu dan aku masing-masing menyimpan pecahan giok darah, sebagai peninggalan keluarga kita. Tetapi kemarin saat kami pergi untuk mengambil pecahan giok darah yang ada di rumah nenekmu, ada seseorang yang mengambilnya terlebih dahulu dan dia sepertinya bukan orang biasa."Mendengar penjelasan sang Kakek. Vincen hanya bisa mengepalkan tangan hingga mengeluarkan suara gemeretak. Ia tahu betul kekuatan yang terkandung dala
Vincen tiba di rumah sakit, terlihat dia tergesa-gesa masuk ke ruang perawatan Kakeknya. Para pengawal yang berjaga didepan ruangan itu mbungkuk saat melihat Vincen. Begitu pintu ruangan terbuka, suasana haru menyelimuti ruangan tersebut.Veronica dan Kakeknya yang tengah duduk di samping ranjang, menjaga Pak tua Clark, langsung berdiri ketika melihat Vincen yang datang bersama Lotar. Wajah mereka tampak sedih, mencerminkan kekhawatiran yang mendalam."Bagaimana keadaan Kakek?" tanya Vincen lirih sembari mendekat ke Pak tua Clark yang masih berbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan alat-alat medis yang menempel di tubuhnya."Aku baik-baik saja," jawab Pak tua Clark dengan suara parau sambil berusaha tersenyum, menyembunyikan rasa sakit yang menghantui tubuhnya.Vincen berdiri di samping Kakeknya, menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Mau sampai kapan Kakek menyembunyikan semua ini padaku? Apa Kakek tidak pernah memikirkan perasaanku?" ucapnya
Di kamar Pak tua Clark yang dipenuhi kenangan, Vincen duduk di kursi kayu tua milik kakeknya, mengelus-elus foto yang terletak di atas meja samping tempat tidur. Setiap inci ruangan itu mengingatkannya pada sosok yang telah banyak memberikan pelajaran hidup kepadanya.Veronica, dengan penuh perhatian, duduk di samping Vincen, mencoba menawarkan secercah kenyamanan. "Vin... dari kemarin kamu belum makan, makanlah ini," ucapnya lembut, sambil menyodorkan roti hangat yang baru saja dibelinya.Vincen melirik roti tersebut dan kemudian memandang Veronica. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum pahit, matanya berkaca-kaca. "Aku tidak apa-apa, jangan khawatirkan aku," katanya, suaranya serak karena berusaha menahan emosi.Veronica menggelengkan kepalanya, rasa frustrasi dan keprihatinan bercampur menjadi satu. "Kamu harus makan, Vin. Kakekmu pasti tidak ingin melihatmu seperti ini," ujarnya sambil berusaha menahan air mata yang mulai menetes.
Saat kabar kematian Pak tua Clark, pebisnis tersebar, kantor Central Clark Capital langsung dipenuhi kekacauan. Para pegawai bergumam, ada yang mencoba tetap fokus pada monitor mereka namun mata mereka sering teralihkan ke pintu kantor yang seolah-olah bisa dibuka oleh setiap orang yang ingin mengambil alih.Di negara lain, beberapa orang yang selama ini dikenal sebagai pesaing Pak tua Clark, terlihat sedang berkumoul bersama disebuah Restoran. "Kalian tentunya sudah dengan, bukan? Pak tua Clark akhirnya mati juga." seorang pesaing berkata sambil tersenyum licik. "Aku sudah dengar, ini kesempatan emas buat kita." teman sebelahnya berkata dengan semangat, "Kita harus manfaatkan situasi ini dan segera bergerak cepat." "Kamu benar, kalau kita bisa pengaruhi sahamnya sekarang, kita bisa ambil alih pasarnya." timpal yang lain."Aku setuju! Kita segera buat strategi yang matang. Ini saatnya kita jatuhkan saham Central Clark Capital!" sahut y
Melihat Vincen mendekat ke arahnya, perasaan ketakutan mulai menyelinap di dalam hati Loyd. Dia melirik ke sekeliling dengan cemas, menutup matanya rapat-rapat saat Vincen mengulurkan tangannya ke arahnya. Akan tetapi, Loyd tak merasakan hal yang buruk terjadi. Dengan ragu, dia membuka matanya perlahan dan menyaksikan Vincen tengah meluruskan kerah jasnya. "Jangan pernah menyebarkan rumor yang kebenarannya belum terbukti," tegas Vincen sambil menatap Loyd tajam, tangannya yang mengatur kerah Loyd berubah menjadi cengkeraman erat, lalu dia melanjutkan. "Kita di sini bekerja sebagai pebisnis, bukan wartawan yang menyebarkan gosip-gosip tak jelas saat perusahaan sedang dalam keadaan sulit. Ingat, kamu tidak perlu cemas tentang masalah perusahaan, karena aku sudah mengurus semuanya." Vincen melepaskan cengkramannya pada kerah Loyd, membuat pria paruh baya itu jatuh terduduk kembali ke kursinya. Namun, di tengah rasa takut yang memenuhi dirinya, Loyd tidak bisa menyembunyikan rasa p
Serdan, yang telah mempercayai Vincen sepenuhnya dan menjadi penanggung jawab proyek baru yang sedang berlangsung, tiba-tiba berdiri dengan geram. Dengan emosi memuncak, ia menggebrak meja dengan begitu keras hingga membuat semua orang terkejut. Tatapannya menembus ke dalam jiwa Loyd. "Loyd, kau brengsek! Tidak heran setiap kali aku berusaha melobi pemerintah, selalu saja gagal. Jadi, ternyata ini semua karena ulahmu!" teriak Serdan penuh amarah, sambil meremas berkas perjanjian kontrak antara Loyd dan pemerintah. "Aku benar-benar tidak menyangka, kau ternyata tidak berbeda dengan John," lanjutnya dengan wajah yang semakin menghitam. Vincen dengan tenang mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada Serdan untuk tenang. Serdan duduk kembali, namun wajahnya masih terlihat geram dan penuh kebencian terhadap Loyd. Vincen menatap Loyd yang mulai terlihat ketakutan. Semakin yakin akan dugaannya, lantas bertanya. "Jadi, apa kau masih mau mengelak, Loyd Sanders?" Loyd mengepalkan ta
Mendengar penjelasan dari Solomon, Vincen tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya dan segera beranjak bangkit dari duduknya. "Master, apa kau serius?" tanyanya dengan ekspresi tak percaya. Solomon mengangguk pelan. "Tuan muda, saya akan menjelaskannya saat kita di perjalanan," ucapnya dengan nada tegas. Vincen menoleh ke Norman dan Veronica, memberikan senyum singkat sebelum pamit dan bergegas meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan, tampak Vincen bergumul dengan kegelisahan. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana sang kakek yang memiliki kekuatan luar biasa dalam pertarungan bisa terluka parah.Kegelisahan itu semakin menjadi ketika Solomon menceritakan bahwa dirinya dan anak buahnya sama sekali tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, sebab saat mereka menemukan Lotar, pria tua itu sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri.***Tak lama kemudian, mobil tiba di depan rumah sakit tempat Lotar dir
Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,
Sementara itu, di kediaman keluarga Clark, suasana hati para penghuni rumah sedang riang gembira. Vincen menemui keluarga pujaan hatinya, Veronica, ditemani oleh Nenek Elma yang kini menjadi wali untuknya."Kami semua sudah sepakat untuk menggelar pernikahan mereka berdua satu Minggu lagi, bagaimana pendapat Anda, Nyonya Ritsu?" tanya Pak Tua Shancez dengan penuh antusias, sebagai wakil pembicaraan keluarga Shancez."Jika itu keinginan kalian, aku tidak keberatan sama sekali. Malahan, aku juga ingin segera memiliki cicit dari mereka berdua," jawab Elma sambil tersenyum hangat, melirik Vincen dan Veronica yang duduk bersebelahan.Semua anggota keluarga Shancez tersenyum bahagia, merasa lega karena tidak ada penolakan dari pihak keluarga Vincen.Veronica terlihat sangat bahagia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia akan dapat bersanding dengan pria yang telah mencuri hatinya selama ini.Mereka pun melanjutkan obrolan dengan santai, sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya temaram yang melapisi bukit pinggiran kota Helsia.Solomon dan para bawahannya bergerak cepat saat sudah sampai diwilayah tujuan, menuruni jalan setapak yang berliku, memenuhi perintah Vincen. Daun-daun kering berderak di bawah tapak sepatu mereka, mengumumkan kedatangan mereka kepada siapa pun yang mungkin mendengar.Di kejauhan, Solomon melihat siluet Lotar, Harley, dan Face yang bersembunyi di balik semak-semak, mengintai gerak-gerik kelompok pemuja kekuatan Iblis. Mereka tampak tegang, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan yang mencurigakan.Solomon memberi isyarat kepada bawahannya untuk bergerak lebih hati-hati. Mereka merunduk, menghindari siluet yang bisa terlihat oleh musuh. Udara dingin malam semakin menambah ketegangan.Sesampainya di posisi yang lebih dekat, Solomon dan timnya bergabung dengan Lotar dan yang lainnya. Lotas berbisik. "Ada dua belas orang yang kemungkinan akan melakukan ritual di sana," ujarnya sambil menun
Harley pun akhirnya setuju untuk bersembunyi, walau sebenarnya dia ingin bertarung dengan orang-orang tersebut.Mereka segera mencari tempat persembunyian yang aman di ruangan tersebut. Lotar melirik ke sekeliling, menemukan ruang kecil di belakang tumpukan kotak kayu tua. Ia memberi isyarat pada Harley dan Face untuk mengikutinya ke sana."Ssst, jangan berisik," bisik Lotar saat mereka memasuki ruang kecil itu, bersembunyi di balik kotak-kotak kayu.Harley dan Face menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara apa pun. Mereka melihat sekelompok orang berpakaian hitam itu berkumpul di tengah ruangan, berbicara dengan suara yang pelan dan serius. Lotar mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka, mencari informasi penting yang bisa digunakan nanti.Salah satu orang berpakaian hitam melihat ke arah tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Lotar berdegup kencang. Namun, untungnya orang itu tidak mendekati mereka dan melanjutkan percakapannya dengan yang lain.Tiba-tiba, seorang pr