"H–ha–hanya tanganku yang bisa digerakkan dengan bebas," jawab Pandya dengan tergagap setelah berhasil menelan makanannya dengan susah payah.Pandya sudah merasa sangat panik. Dia tidak menyangka jika kebohongannya akan bisa langsung terbongkar begitu saja. Dia merasa cukup bodoh, karena hanya karena makanan usahanya bisa menjadi sia-sia.Dia melirik ke arah tabib Arsa karena jawabannya tidak mendapat respon. Tapi, setelah melihat ekspresi tabib Arsa—Pandya merasa jika kekhawatirannya itu percuma. Karena bukannya marah dengan kebohongannya, tabib Arsa malah tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya."Baguslah, aku senang melihat perkembangannya. Aku cukup bangga dengan kemampuan pengobatan yang aku miliki," jawab tabib Arsa dengan senyum lebar mengembang di wajahnya.Jawaban itu membuat Pandya tercekat dan terpaku sejenak. Dia merasa sangat sia-sia karena sempat merasa khawatir tadi. Nyatanya tabib Arsa malah memikirkan kemampuannya yang sudah lama tidak pernah tersalurkan selam
Di sepanjang jalan Akandra kembali memikirkan perkataan Agha yang tidak ia duga. Dia kira kedatangan Agha tadi hanya untuk memaksanya berhenti dengan niatannya. Namun, ternyata pikirannya salah dan dengan sikap serta wajah garangnya itu, ternyata Agha memiliki rasa khawatir dan peduli kepadanya.Dengan rumor yang beredar tentang kekuatan besar saat kemampuan penjaga timur dan barat disatukan, semua orang berpikir jika mereka berdua adalah sahabat yang saling melengkapi satu sama lain. Tapi, nyatanya semua itu hanya rumor yang tidak terbukti akan kebenarannya. Mereka malah lebih tepat disebut sebagai musuh, yang sering berdebat untuk masalah sepele dan acuh tak acuh satu sama lain.Dan baru saat ini Agha memperlihatkan rasa pedulinya, yang malah membuat Akandra bergidik ngeri. Karena bahkan sebelum ini, jarang diantara mereka yang mendatangi ruangan satu sama lain, jika bukan hal serius yang menyangkut akademi maupun padepokan. Tapi kali ini Agha datang kepadanya hanya untuk menanyakan
"Bukankah itu aliran energi yang pernah guru perlihatkan sebelumnya?" jawab Pandya ragu."Benar. Kupikir kau akan lupa, hahaha..." tawa Akandra cukup keras yang membuat Pandya bingung dibagian mana titik kelucuan dari perkataannya tadi.TAP TAPTidak lama kemudian, Akandra menghentikan tawanya dan berjalan untuk menyusuri sub ruang itu. Langkah kakinya menggema walaupun terlihat sangat ringan. Pandya yang masih bingung hanya mengikutinya berjalan dibelakang, sambil ikut mengamati keadaan di dalam sub ruang itu.ZHIIING!BAAAST!BWAATS!Akandra memainkan aliran energi di tangannya setelah berhasil menemukan tempat yang nyaman sambil berbalik dan menatap ke arah Pandya. Aliran energi di tangannya itu tampak menjadi tidak beraturan dan arahnya saling bertubrukan. Pandya semakin mengerutkan keningnya, karena tidak paham dengan maksud gurunya melakukan hal itu.Dengan beberapa gerakan, aliran energi tadi berubah warna dan semakin lama menjadi keruh dan tidak berbentuk. Pandya cukup takjub d
"Pasang kuda-kuda terbaikmu!" perintah Akandra yang langsung dilaksanakan oleh Pandya.Sebenarnya Akandra sudah pernah melatih bela diri 3 inti kepada Pandya, sehingga dia tidak meragukan posisi kuda-kuda yang dilakukannya. Tapi kini setelah tahu tentang aliran energi milik Pandya, dia harus melatih kontrol di setiap gerakannya. Karena mengontrol aliran energi dengan tepat akan membuat setiap gerakan menjadi lebih bertenaga.ZZZHIIIIING!Akandra kembali memegang punggung Pandya dan menyalurkan tenaga dalam untuk mengontrol aliran energi milik Pandya. Sedangkan Pandya mulai merasakan perasaan yang berbeda—yang membuat kakinya sebagai tumpuan terasa lebih ringan. Padahal, untuk melakukan posisi kuda-kuda memerlukan pondasi yang kuat dibagian kaki, dan itu membuat beban tersendiri."Rasakan aliran yang aku lakukan saat ini, dan ingat-ingatlah! Itu untuk membuat tumpuan di bagian bawah terasa lebih ringan namun tetap bertenaga."Akandra mengatakannya sambil tetap mengulang kontrol aliran e
Akandra menatap wajah Agha dengan lekat, dia tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan mendadak seperti itu. Padahal, sebelum-sebelumnya Agha akan melewatinya begitu saja dan menganggap dirinya tidak ada disana. Dia bingung apa yang membuat perubahan sikap itu, dan membuatnya merasa aneh seperti sekarang."Entahlah, mungkin kurang dari sepuluh murid. Walaupun tenaga dalam milik mereka sudah cukup bagus, tapi sepertinya ketangkasan dan keseimbangan mereka tidak terlalu bagus," jawab Akandra setelah berpikir sejenak."Lalu bagaimana dengan keponakanmu? Apa ketangkasan dan keseimbangan miliknya lebih baik daripada para murid itu?" Agha kembali mengungkit Pandya untuk melihat respon Akandra."Hah, entah apa niatmu menanyakan hal itu. Tapi aku tidak akan terusik dengan apapun yang akan kau rencanakan. Lebih baik kau fokus saja memimpin akademi di tahun ajaran ini, agar berjalan dengan lancar!" jawab Akandra kemudian berbalik dan meninggalkan Agha yang masih berdiri menatap punggungnya.A
Para calon pewaris dan beberapa murid yang sampai lebih dulu, duduk di bawah sesuai barisan sebelumnya sembari melakukan semedi untuk mengembalikan energi mereka yang cukup terkuras. Agha menatap mereka dari atas dengan senyuman tipis dengan suara tawa sarkas yang lirih. Dia menghitung jumlah murid yang berhasil menyelesaikan pelatihan tahap awal, dan hanya delapan murid yang saat ini bisa dikatakan berhasil tanpa kesalahan."Ternyata tebakannya tidak meleset! Tapi, tidak terlalu buruk jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ucap Agha lirih.Agha dan semua guru pendamping sangat yakin, jika murid yang sampai setelah mereka akan melakukan kesalahan dan harus mendapat hukuman. Karena dengan tenaga yang mereka habiskan sejak awal, membuat tenaga dalam dan aliran energi milik mereka tidak beraturan. Walaupun, mereka sudah mengisi perut dengan makanan—tidak akan ada yang berpengaruh jika harus langsung menggunakan tenaga dalam kembali untuk berusaha menutup kedua tampungan air sambil me
Suara napas yang terengah-engah saling bersahutan di halaman utama akademi. Setelah tadi sempat beristirahat untuk makan malam, akhirnya semua murid berhasil menyelesaikan hukuman mereka. Dan saat ini mereka kembali berbaris sesuai urutan—masih mencoba untuk menetralkan napas.Semua hukuman hanya dipimpin oleh para guru pendamping, tanpa terlihat sosok Agha yang biasanya berada di aula atas tangga. Hingga saat ini, mereka masih belum mengetahui alasan mereka masih dikumpulkan seperti saat ini. Padahal murid yang baru saja selesai menjalani hukumannya sudah sangat mendambakan waktu istirahat.PAAATS!BUUUKK!Agha tiba-tiba terlihat sudah berdiri di atas aula tanpa seorang murid pun yang menyadari kehadirannya. Semua tampak terkejut dan menduga-duga dari mana dia datang tadi. Sedangkan Agha yang menjadi tokoh utama saat ini, hanya menatap kearah para murid dengan postur tubuh penuh percaya diri.Tidak lama kemudian datang Akandra dari arah belakang Agha yang membawa sebuah kotak kayu ke
"Bukalah!" perintah Akandra dengan wajah seriusnya.Pandya langsung menuruti perintah dan membuka kotak itu. Dan saat melihat isinya, keningnya langsung berkerut. Dia tidak mengerti kenapa sang guru memberikan hal itu kepadanya."Kue kering?" tanya Pandya heran."Hahahaha..." Akandra malah tertawa keras tanpa menjawab pertanyaan Pandya.Akandra memang sengaja untuk mempermainkan Pandya sebelum benar-benar memberikan Pil Cakra kepadanya. Sedangkan Pandya yang sudah sangat sering mendapat keisengan dari sang guru hanya bisa menunggu hingga Akandra selesai dengan tawanya. Dia sudah hapal dengan tingkah pamannya, dan dia tidak berencana mengusik kesenangan Akandra yang sederhana itu.Pandya tahu seberapa berat kesulitan yang selama ini pamannya hadapi, dan disaat seperti inilah Akandra dapat tertawa dengan puas. Pandya cukup senang jika bisa melihat sang paman bahagia walau harus mendapat keisengannya. Dan dia juga tahu jika sang paman membuat lelucon seperti itu, tandanya ada suatu hal y
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar