SYUUK!SYUUK!Pandya mencoba menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat berbeda. Dia cukup takjub dengan kondisi tubuhnya saat ini, bahkan otot perutnya terbentuk dengan sempurna. Tubuhnya juga terasa ringan dan jauh lebih bertenaga dari sebelumnya."Bagaimana? Bisa merasakan tenaga dalamnya yang meluap bukan?" tanya Akandra setelah meminum ramuan untuk mengembalikan energinya yang cukup terkuras.Pandya hanya mendengarkan dan masih fokus untuk merasakan tubuhnya yang membuat takjub. Kini dia benar-benar bisa merasakan tenaga dalam miliknya sendiri di dalam tubuhnya. Dia tidak bisa menghentikan bibirnya yang terus tersenyum lebar saking senangnya."Kau sudah bekerja keras! Kini kau sudah memiliki tenaga dalam setara 20 tahun." Akandra mengatakan dengan senyum bangga."Apa? Dua puluh tahun?!" teriak Pandya tidak percaya."Itu hanya perkiraanku. Murid lain yang menyerap Pil Cakra sendiri mungkin hanya bisa menyerap setengahnya," ucap Akandra sambil memperlihatkan deretan giginya.Pandya ya
"Tenanglah! Aku tahu jika kau akan segera pulih. Setelah ini aku berjanji akan membantu mendanai kelompokmu setelah rencana kita berhasil!" Catra mencoba membujuk murid itu.Melihat situasi sudah sesuai, murid bernomor 20 keluar dari ruangan untuk menemui guru pendamping yang sedang berjaga. Dia menjelaskan keadaan yang sedang terjadi sesuai karangannya, agar rencana mereka bisa berjalan lancar. Mendengar hal itu, sang guru penjaga langsung bergegas masuk ke dalam asrama untuk melihat kondisinya.Saat sang guru masuk ke dalam, dia tampak terkejut melihat pedang yang masih tertancap di punggung salah satu murid. Murid itu sudah terlihat sangat pucat dan mulai merintih kesakitan, dengan keringat yang sudah bercucuran karena menahan sakit. Tanpa menunggu lama guru penjaga langsung menggendong si murid dipunggungnya dan berlari dengan ilmu meringankan tubuh.***TOK TOK TOKUntuk kesekian kalinya di tahun ajaran ini—pintu ruang pengobatan diketuk setelah bertahun-tahun tidak ada yang pern
"Organ dalamnya bisa rusak separah ini. Untung saja murid ini memiliki tenaga dalam, jadi tidak butuh waktu lama untuk dapat memulihkannya," ucap tabib Arsa sambil melirik ke arah Pandya yang sedang tidur di pembaringan sebelahnya.Tabib Arsa tahu jika hal itu ada hubungannya dengan Pandya karena hanya dia yang berada di ruangan, tapi dia sendiri tidak yakin jika murid yang tidak memiliki tenaga dalam bisa melakukan hal itu. Walaupun, kini Pandya memiliki tenaga dalam setelah menyerap Pil Cakra yang sudah dibagikan—tidak akan mungkin memiliki tenaga sebesar itu untuk membuat organ dalam murid ini hancur.Setelah menemukan titik yang tepat, tabib Arsa mulai memainkan jarumnya untuk dapat membantu proses penyembuhan murid bernomor 30. Untunglah setelah beberapa jam melakukan teknik akupuntur, murid itu akhirnya tersadar dengan wajahnya yang masih sangat pucat melebihi saat pertama dia masuk ke ruang pengobatan. Dia terlihat cukup ketakutan saat melihat Pandya, yang membuat sang tabib se
Di dalam ruangan salah satu asrama, murid bernomor 30 itu tampak sudah kembali pulih seperti sedia kala. Namun, wajahnya tidak kalah pucat dari sebelumnya. Bahkan, keringat dingin mulai bercucuran di dahi karena ketakutan yang terlihat jelas dari sorot matanya.Saat ini dia sedang bersimpuh di hadapan sang pangeran dari Ajaran Pengintai yang sebelumnya memberikan misi kepadanya. Rasa takutnya kini karena amarah di wajah sang pangeran saat mendengar jika dirinya gagal melakukan misi itu. Namun, dia tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Catra karena dia merasa memiliki informasi yang akan cukup menggemparkan.BUUUUAKK!Suara tendangan yang mengenai tubuh murid itu terdengar sangat jelas, di iringi suara pekikan si murid. Catra benar-benar melampiaskan kemarahannya kepada murid itu, padahal sang murid sudah mencoba memberikan alasan yang masuk akal. Tapi usahanya itu tidak berarti apa-apa, karena Catra tidak pernah memikirkan cara dia melampiaskan kemarahannya akan berpengaru
(Malam sebelumnya)KRIEEETT!TAP TAP TAPSuara langkah kaki yang semakin mendekat, membuat seorang murid terbangun dari tidurnya. Namun, dia berusaha untuk berpura-pura tidur dan tetap menutup matanya dengan rapat—berharap langkah kaki itu tidak berhenti di sampingnya. Tapi, sayangnya langkah kaki yang terdengar tadi tiba-tiba menghilang saat suaranya sudah semakin dekat.Setelahnya dia tidak mendengar ada suara apapun, dan suasana terasa hening yang sedikit membuatnya penasaran. Dia sudah menduga jika suara langkah kaki itu bukanlah tabib yang mengobati sebelumnya. Dan dia merasa jika sesuatu akan terjadi setelah dia mengetahui langkah kaki siapa yang baru saja di dengarnya.Setelah beberapa waktu tetap tidak ada satupun suara yang terdengar, rasa penasaran murid itu menjadi semakin bertambah. Dia ingin tahu siapa orang yang berjalan kearahnya tadi, dan kenapa tidak ada suara setelahnya jika memang ada seseorang yang menghampirinya. Pikirannya semakin berkecamuk untuk memilih tetap be
"Kau masih harus berpura-pura dihadapan orang yang ingin mencelakaiku!" tambah Pandya tegas."Ma-maksud Pangeran?" tanya Dipta mengerutkan dahinya."Kau harus berpura-pura berpihak padanya, dan bilang jika kau gagal melakukan tugas. Terserah kau mau beralasan seperti apa, tapi aku ingin kau menjadi mata dan telingaku saat ini!" tatapan Pandya semakin tajam sambil tangannya mengepal hingga urat-uratnya terlihat.Dipta menelan salivanya dengan susah payah, dia tahu jika melakukan hal itu sama saja nyawanya tidak akan selamat di hadapan pangeran Ajaran Pengintai. Dia tidak tahu harus beralasan seperti apa agar membuat nyawanya tetap selamat. Apalagi, setelahnya dia juga harus menjadi mata-mata yang resikonya jauh lebih besar.Pandya bisa melihat tubuh pengikutnya itu jauh lebih bergetar dari sebelumnya. Dia tahu jika permintaannya itu akan sangat beresiko untuk murid itu, tapi menurutnya itu satu-satunya jalan agar orang yang ingin mencelakainya tidak curiga. Jika salah satu dari 5 calon
Pagi hari sekembalinya Dipta ke asrama, dia kembali mendapatkan perlakuan buruk dari teman-temannya yang lain. Walaupun dia tahu jika itu atas suruhan dari Catra, tapi dia cukup kesal dengan perlakuan itu. Sebenarnya bisa saja dia melawan murid lain yang merindingnya, tapi dia masih teringat akan janji pada Pandya.BUUUKK!PRAAAK!BHUUUM!Sura pukulan dan tendangan terdengar saling bersahutan, sedangkan Dipta hanya bisa diam dan menahan semua rasa sakit itu. Entah dia harus bertahan sampai kapan, tapi jika dia harus berdiam diri seperti itu—dia tidak yakin bisa tetap sadarkan diri dan selamat. Dia sudah menduga jika Catra tidak hanya meminta mereka untuk hanya sekedar melukaiku, tapi dia pasti sudah ingin menyingkirkanku karena kau sudah tidak berguna baginya.Cukup lama pukulan dan tendangan dari beberapa murid itu belum juga berhenti. Kini Dipta sudah tidak sanggup lagi untuk menjaga dirinya tetap sadar. Bahkan, seluruh tubuhnya kini sudah mati rasa dan tidak bisa merasakan seluruh
Siang hari di salah satu asrama, Dipta terlihat baru saja memasuki ruangan. Dengan mendapatkan tatapan tajam dari berbagai arah, dia berusaha untuk bersikap seperti biasa walaupun di dalam hati dia sangat gugup. Dibayangannya dia akan bisa menjalankan misi sebaik mungkin, setelah dia mengingat perkataan Pandya berulang-ulang kali di kepalanya.Namun, pada kenyataannya tidak semudah apa yang dia bayangkan. Karena bukan hanya tatapan tajam yang dia terima, tapi lebih tepat seperti tatapan ingin membunuh. Murid-murid yang lain seperti sudah bersiap untuk memangsanya, tapi mereka tahan karena menunggu sang Pangeran Ajaran Pengintai memberikan perintah.Dipta hanya bisa mengikuti apa yang direncanakan oleh tuannya, dan langsung berjalan menuju Catra yang sedang duduk bersila di pembaringan bagian ujung—dengan tenaga dalam yang mengelilingi tubuhnya. Saat sudah berada di hadapan Catra, dia langsung bersimpuh di hadapannya dan memberi hormat."Hormat saya kepada Pangeran! Saya datang dengan
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar