"Seperti yang sudah kalian tahu tentang ujian tahap 3, kita akan memperebutkan papan nama milik para guru. Apa kalian bisa menebak inti dari ujian itu? Mengingat di ujian kedua terdapat perubahan aturan tepat sebelum ujian akan selesai." Pandya memulai pembicaraannya."Saya juga curiga dengan ujian itu. Bukankah terlalu sederhana jika meminta kita melawan para guru, walaupun itu juga bukan hal mudah." Dipta menanggapi dengan pemikirannya."Saya juga yakin ada maksud lain yang terselubung di ujian kali ini!" Atreya ikut menimpali.Dua murid yang tersisa tidak memberikan jawabannya. Mereka berdua memilih fokus untuk bertahan dengan posisinya yang tidak berubah selama beberapa jam. Dengan keringat yang sudah membasahi tubuh mereka walaupun tanpa bergerak.Mereka berlima sedang dalam posisi kuda-kuda milik Pandya yang bertumpu pada tubuh bagian bawah. Sejak awal Pandya hanya meminta mereka untuk bertahan sesuai kemampuan mereka. Namun, nyatanya mereka dapat bertahan cukup lama, walaupun t
(Enam hari kemudian)Pagi itu seluruh penjuru akademi terasa sangat berbeda dari biasanya. Mengingat apa yang telah terjadi selama hampir satu minggu, membuat suasana terasa senyap dan mencekam.Bahkan, tidak terlihat seorang murid pun yang berkeliaran bahkan di halaman utama. Padahal, itu adalah tempat dimana para murid biasa melakukan pelatihan mereka—selain di ruang pelatihan milik pemimpin kelompok kecil.Namun, seperti tidak menghiraukan keadaan, tiga kelompok kecil pengikut Pandya tampak berjalan bergerombol menuju halaman utama. Mereka terlihat bahagia dapat melihat langit cerah, setelah selama hampir satu minggu hanya bisa bolak-balik asrama, area dapur dan ruang pelatihan."Apa benar tidak masalah kita keluar seperti ini?" tanya Dipta pada Atreya yang sudah duduk bersila di salah satu sudut halaman utama."Sepertinya tidak masalah jika hanya sebentar. Lagipula, murid-murid yang lain tampak penat dengan pelatihan selama ini. Lihatlah! Wajah mereka tampak sangat bahagia hanya k
Pemimpin dari gerombolan itu tampak tersenyum dengan lebar, setelah melihat ekspresi panik mereka."Hahaha...Wajah kalian sudah seperti tikus yang sedang terpojok!" ucap murid itu sambil tertawa puas.Puluhan murid yang mengepung bersiap menyerang sembari menunggu aba-aba dari sang pemimpin."Bukankah itu Gala dari Ajaran Sihir?" tanya Atreya memastikan."Benar, Pangeran. Dia pasti sengaja menyiapkan jebakan ini!" jawab Raka yang menatap ke arah Gala dengan tajam."Kami berdua sudah pernah menjadi korban ketamakannya!" sahut Candra dengan tangan yang mengepal.Gala yg melihat mereka saling berbicara dan tidak menghiraukannya menjadi kesal. Belum pernah ada yang berani dengan sengaja mengacuhkannya seperti itu."Sial! Apa kalian meremehkanku?!" teriak Gala dengan wajah memerah menahan amarahnya.CTKKK CTKKKKGala memberi aba-aba kepada pasukannya untuk bersiap. Ketiga murid yang terkepung tampak membelalakkan mata karena terkejut dengan para murid yang semakin mendekat. Atreya semakin
Murid-murid yang lain juga tampak terkejut dengan apa yang mereka lihat, setelah berhasil menyusul Dipta. Mereka melihat Raka yang sudah pingsan, dengan seorang murid yang berdiri di sebelahnya."Apa yang telah kau lakukan?!" teriak Dipta sambil menggenggam tangannya dengan erat.Sosok murid yang membelakangi mereka secara perlahan membalikkan badannya. Dengan senyum menyeringai, dia melakukan peregangan tubuh dengan sengaja. Sikap percaya dirinya membuat Dipta yang melihat semakin tersulut emosi."Akhirnya pengganggu sudah datang, ya?" ucap murid itu tanpa berpindah dari posisinya."Siapa yang kau sebut pengganggu?!" suara Dipta semakin meninggi."Bisa-bisanya kau bicara seperti itu setelah menyerang dengan keroyokan seperti itu!" tambah Dipta sambil menunjuk gerombolan murid yang mengelilingi mereka.Dari arah belakang, Atreya menahan Dipta yang akan menyerang ke arah murid itu. Dipta tercekat melihat Pangeran Atreya ada di belakangnya, dan langsung menghentikan langkahnya."Tenang,
"Seperti yang pemimpin Dipta katakan tadi, aku juga percaya pada Pangeran Pandya." Chandra menimpali pembicaraan itu. "Tapi, bergantung dan hanya menunggunya bukanlah cara yang tepat. Bukankah kita tetap harus melakukan sesuatu yang lebih berguna sebagai bawahannya?"Semua menatap ke arah Chandra dengan serius. Sedangkan yang mendapatkan tatapan dari semua orang itu menjadi panik karena takut salah bicara.Dipta yang mendengar ucapan itu, menatapnya dengan tajam dengan rahang yang mengeras. Chandra yang melihat itu semakin berkeringat dingin."A–apa aku kelewatan? A–aku hanya menyampaikan pemikiranku. Aku juga tidak bermaksud menentang rencana itu," tambah Chandra gugup."Hahaha…!" Dipta tertawa dengan puas.Chandra tercekat dengan perubahan sikap yang tiba-tiba itu. Dia menatap ke arah Dipta dengan ekspresi yang sulit diartikan."Perkataanmu benar! Kita tidak boleh hanya bergantung pada Pangeran Pandya. Kita sebagai bawahan harus tetap berusaha dan terus bergerak!" ucap Dipta dengan
Semua langsung terdiam dan menundukkan kepala, tanpa ada yang berani menatap ke arah Pandya. Jika ditanya seperti itu, mereka semua merasa pantas untuk disalahkan. Tapi, bukan berarti sang pangeran menginginkan jawaban yang seperti itu."Kenapa tidak ada yang menjawab? Bukankah itu pertanyaan mudah?!" Tanya Pandya berbalik menatap semua pengikutnya.Namun, tetap tidak ada yang menanggapi walaupun Pandya mencoba memancing mereka. Melihat hal itu Pandya tersenyum lebar tanpa ada yang menyadarinya."Kenapa kalian bingung, bukankah jelas yang harus disalahkan adalah aku sebagai pemimpin kalian? Aku seharusnya tidak meninggalkan kalian terlalu lama. Jadi kalian tidak perlu menyalahkan diri kalian sendiri!" ucap Pandya santai sambil berbalik dan melanjutkan perjalanannya.Semua terkejut mendengar ucapan itu dan saling memandang satu sama lain, sebelum akhirnya mereka berlari untuk menyusul sang pangeran."Lalu bagaimana dengan keadaan sekarang?" tanya Pandya yang sudah menyadari keberadaan A
Di sudut halaman utama akademi, salah seorang pemimpin kelompok kecil sedang bersandar di salah satu dindingnya. Dia tampak sedang menunggu kedatangan seseorang, sambil terus melihat latihan para pengikut.Dengan senyum puas yang terpampang di wajahnya sejak tadi, dia memainkan sebuah kantong kain kecil di tangannya. Dari dalam kantong itu terdengar seperti beberapa logam yang berbenturan satu sama lain.Tidak lama kemudian, salah seorang murid tampak berlari tergopoh-gopoh mendatangi pemimpin yang sedari tadi sudah menunggunya. Kedatangan murid itu mendapat tatapan marah, yang langsung dijawabnya dengan bungkukan badan dengan rasa penuh hormat."Maafkan saya, Pemimpin Falan! Saya sudah berusaha secepat mungkin datang kemari, setelah mencari cara agar dapat keluar diam-diam dari latihan." Murid itu memberi alasan masih sambil membungkuk."Sudahlah, percuma juga jika aku harus marah padamu. Cepat katakan hasilnya!" perintah Falan sambil mendengus kesal."Seperti yang Pemimpin perintahka
Pandya keluar dari salah satu ruangan milik guru akademi sambil membawa gulungan kertas. Dengan senyum yang mengembang di wajahnya, dia menggunakan jurus meringankan tubuh dan melesat kembali menuju ruang latihan miliknya.SEEEET!TAAAP!Tidak butuh lama untuk dia sampai dan masuk ke dalam ruangan. Saat dia masuk ke dalam ruang latihan, semua pengikutnya sedang bercengkrama dan saling bercanda setelah berlatih selama berjam-jam. Keringat di tubuh mereka terlihat sangat jelas karena semua pakaian mereka sudah basah kuyup.Melihat Pandya yang datang dengan ekspresi bahagia, Dipta mendekat ke arahnya terlebih dahulu."Apa yang membuat Pangeran bahagia seperti itu?" tanya Dipta setelah berada di sebelah Pandya sambil terus berjalan."Apa terlihat jelas? Aku memang sedang bahagia saat ini." Pandya menjawab dengan santai.Murid-murid yang lain menjadi tidak kalah penasarannya, setelah Pandya menjawab pertanyaan Dipta dengan santai dan terus tersenyum. Pandya yang merasakan tatapan semua ora