Fengyin, Hongli, dan Doanghai berlari kembali ke dalam Tanur, napas mereka terengah-engah dan ekspresi mereka menunjukkan kepanikan yang jelas. Sesampainya di dalam, mereka mendapati ruangan itu kosong melompong. Hanya ada mesin tempa yang rusak di sana.“Yuan! Apa kau di sini?” teriak Fengyin, suaranya bergetar penuh kecemasan.Hening. Tak ada jawaban sama sekali.“Dia sepertinya tidak ada di sini. Doanghai, kita berdua telah berada di sini sepanjang waktu memperbaiki mesin itu. Aku rasa aku pasti akan tahu jika dia datang menyelinap di belakangku.” “Ya, aura kehadiran anak itu sangat kuat. Mustahil dia bisa keluar masuk tempat ini tanpa kami lihat,” jawab Doanghai, napasnya masih berat dari usaha mengejar.“Kalau begitu, di mana dia sekarang?”“Fengyin? Kemana kau pergi?” seru Hongli, tampak panik, berusaha mengejar langkah cepat gadis itu yang tiba-tiba menghilang.Tenaga anak muda memang tidak bisa ditandingi oleh orang dewasa yang mencoba mengejarnya. Fengyin melesat melewati sem
“Apa yang kalian berdua lakukan di perbatasan malam-malam begini? Pestanya ada di sebelah sana,” kata salah satu prajurit dengan nada menegaskan, tatapannya tajam dan penuh kewaspadaan.Yuan dan Fengyin berdiri membeku, terjebak dalam situasi yang berbahaya. Setiap langkah yang salah bisa berarti kematian bagi mereka.“Tunggu sebentar, apakah kalian warga Wuyan?”“Iya, benar!” jawab Fengyin tanpa berpikir panjang.“Tapi, pakaian kalian? Jorok sekali. Kenapa terlihat begitu compang-camping?”“Ma-maaf, kami adalah anak yatim yang hidup di jalanan. Hanya ini pakaian yang bisa kami kenakan saat ini,” Fengyin menjelaskan dengan suara bergetar.“Bohong! Kami baru saja membebaskan kerajaan ini dari para pengkhianat. Tak mungkin gelandangan dari Wuyan bisa sampai sini. Kalian pasti warga kerajaan Qingce yang selamat dari penyerangan!”“Cepat tangkap mereka berdua!”Tanpa pilihan lain, Yuan melepaskan aura gelap yang mengancam dari tubuhnya. Kedua prajurit itu terdiam, tampak ketakutan dan tida
Yuan, Fengyin, dan seorang wanita asing dari Ner’iatu terpojok di tengah hutan yang gelap. Tanpa senjata atau bantuan, mereka berdiri di hadapan sekelompok prajurit yang mengancam. Tubuh mereka semua gemetar ketakutan, hanya Yuan yang berpikir keras untuk melawan.“Kalian punya dua pilihan,” kata prajurit berbadan paling besar dengan suara mengancam, “ikut kami dengan sukarela atau dengan paksa.”“Fengyin, bersiaplah,” kata Yuan, matanya bersinar tajam. “Kita hanya bisa melawan sampai titik darah penghabisan.”Brak!Sebuah pisau hitam dari Ner’iatu menyusup ke zirah prajurit berbadan besar itu dari belakang.“Argh!” Pria itu terhuyung dan jatuh ke depan, tak bisa bergerak.“Hongli! Doanghai!” seru Fengyin penuh syukur.Menyaksikan kematian temannya dalam sekejap, dua prajurit lainnya segera berbalik menyerang Hongli dan Doanghai. Suara logam bertemu logam menggema nyaring di malam yang tenang.Pisau hitam itu dengan mudah menembus perisai prajurit Wuyan. Baju zirah yang terbuat dari b
“Apa?” Fengyin dan Yuan menganga tak percaya dengan apa yang baru saja diungkapkan Hongli.“Kami baru saja diterima di sini. Aku sampai harus membunuh Gao di dalam duel, apa itu tidak ada artinya?” Yuan komplain merasa tak dihargai sama sekali.“Bunda Ketua menganggap kalian, terutama kau Yuan, adalah pembawa masalah bagi Ner’iatu.”“Tapi bukankah kau sendiri bilang kalau aku ini orang yang diramalkan? Bagaimana jika itu benar tapi aku malah meninggalkan kalian?”“Aku tadi sempat menyinggung soal itu. Tapi melihat dari apa yang telah terjadi selama satu hari ini, dia mulai ragu apakah kau orang yang memang ditakdirkan menjadi Saniyala atau bukan.”“Bagaimana denganmu, apakah kau percaya?”“Dengan segenap jiwa ragaku, aku percaya kalau kau adalah seorang utusan yang diramalkan.”“Kalau begitu, apakah tidak ada cara lain untuk meyakinkan Bunda Ketua?”“Aku sempat membuat kesepakatan dengannya.”“Kesepakatan?”“Satu minggu, dia memberimu waktu satu minggu untuk bisa membuktikan kalau kau
Hongli bertepuk tangan singkat melihat perkembangan Yuan yang cukup memuaskan. Setelah mencoba tiga kali gerakan milik Gao, dia seperti sudah menguasainya.“Bagus sekali, kecepatanmu hampir mirip dengan Gao.”“Apa ini berarti aku sudah menguasai teknik bertarung Ner’iatu.”“Itu baru satu teknik. Masih ada teknik lainnya yang perlu kau pelajari. Tapi untuk sekarang, kita istirahat sebentar,” jawab Hongli sambil tersenyum.Yuan mengambil bajunya dan memasangnya kembali. Di sudut, Fengyin masih sibuk dengan dunianya sendiri. Dengan serulingnya, ia melodi yang lembut di atas batu, terhanyut dalam kesibukan yang tampaknya tak berarti bagi orang lain.“Yuan, kulihat anak itu terus memandangimu dari jauh,” kata Fengyin, menunjuk ke arah seorang anak lelaki yang berdiri di kejauhan, terlihat seusia mereka berdua.“Hmm?” Yuan menoleh, melihat anak tersebut melambai dari jauh dengan senyum lebar dan deretan gigi yang rapi. Anak itu memegang sebuah keranjang berisi sayuran.“Siapa itu, Hongli?” t
Hantaman tongkat kayu berderak di tengah ruangan berdinding batu. Seorang anak muda dan pria berbadan besar melancarkan serangan demi serangan untuk melumpuhkan satu sama lain. Keringat membasahi tubuh mereka berdua dalam kedinginan udara bawah tanah.Yuan dan Hongli terengah-engah kehabisan napas.“Baiklah, kurasa latihannya cukup sampai di sini. Sebaiknya kau istirahat, Yuan.”“Aku belum lelah,” anak itu masih menunjukkan ekspresi penuh semangat.“Bukan kau, tapi aku yang lelah. Kita bisa lanjutkan latihannya esok hari.”Yuan kembali meneguk minuman dari cangkir bambunya. Setelah membersihkan badannya sebentar, dia menoleh ke bawah kaki dan melihat benda hitam berkilau di lantai. Itu adalah seruling milik Fengyin. Dia mengambilnya dengan hati-hati dan mencoba memainkannya sebentar. Suara yang keluar dari seruling itu hampir tak terdengar—seperti anjing yang sedang bersin—jauh berbeda dari melodi merdu yang biasanya diciptakan Fengyin.“Bagaimana dia bisa membuat bunyi yang merdu deng
Hongli memutuskan untuk menyuruh Yuan istirahat malam ini dan melanjutkan latihan esok pagi. Dia juga ingin bertanya langsung kepada Yenn mengenai rencananya yang sebenarnya.Yuan dan Fengyin kembali ke ruangan tempat Yuan pingsan sebelumnya, ruangan dengan batu Gogonit yang banyak. Secara tak resmi, tempat itu adalah rumah bagi Saniyala dan kekasihnya. Yuan terkulai lemas di meja batu hijau, sementara Fengyin memutuskan untuk memeriksa keadaan mereka yang sakit.“Sepertinya kau lelah. Tidurlah, dan simpan tenagamu untuk besok,” kata Fengyin sambil memainkan musik lembut untuk menenangkan Yuan.“Kau belum mau tidur?”“Aku masih ingin melihat-lihat keadaan mereka yang sakit. Mungkin saja aku bisa berbuat sesuatu.”Fengyin memainkan lantunan musik bernada rendah untuk mengantar Yuan menuju tidurnya. Setelah memastikan Yuan tidur, Fengyin diam-diam pergi untuk membantu Enlai mengolah tanaman obat yang baru mereka kumpulkan.Dalam tidurnya, Yuan ternyata tidak bisa dibiarkan tenang.Suara-
“Apa aku tidak salah dengar?” Yuan gemetar mendengar ucapan Hongli. Suaranya terdengar penuh kebingungan dan ketidakpercayaan.“Aku juga tidak tahu apa-apa soal ini. Apa yang terjadi, Hongli?” Doanghai menimpali, terlihat cemas.“Aku terpaksa mengambil keputusan ini. Bunda Ketua memutuskan untuk mengusirmu jika aku tidak segera bertindak. Dia mengira kalau kau, Yuan Qiancheng, lebih banyak membawa petaka daripada berkah ke dalam suku ini. Ini tidak sesuai dengan ramalan yang terdengar. Atau seperti itulah yang dia katakan. Aku tidak berani mengatakan ini padanya, tapi aku rasa Bunda Ketua takut kepadamu.”“Takut kepadaku?” Yuan tidak bisa menahan rasa herannya. “Itu tidak masuk akal. Kenapa dia harus takut?”“Dia mungkin takut akan kekuatanmu yang begitu besar, Yuan.”“Tapi itu bukan alasan yang tepat untuk membuatku saling bunuh denganmu. Berarti latihan yang kita lakukan dari kemarin … kau sengaja menyiapkan aku untuk membunuhmu.”Hongli terdiam sejenak, menggaruk kepalanya dengan c
Untuk beberapa hari ke depan cerita ini akan berhenti update untuk sementara dikarenakan akan ada perbaikan alur cerita.Begitu semuanya sudah diperbaiki, ceritanya akan kembali berlanjut.Pantengin terus ya :D
Malam hari yang gelap, memancarkan hawa dingin dari rembulan biru tertutup setengah paras oleh awan. Distrik Qingchong menjadi sunyi dan sepi tanpa ada tanda-tanda kehidupan sosial. Yuan dan kawan-kawan menyelinap dari satu tempat ke tempat lain dalam bayangan kegelapan. Mereka bertujuh berusaha berkamuflase sebisa mungkin agar tak ketahuan oleh siapapun, terutama oleh mereka para prajurit yang sedang berpatroli.“Kalian mencium sesuatu?” Tanya Tangfei pada yang lain.“Iya, ini bau bensin. Pastinya bukan cuma aku yang mencium ini dari tadi di sepanjang jalan.” Jelas Hongli.“Hati-hati saja jangan sampai ketahuan oleh para pasukan yang sedang berjaga,” kata Yuan.Mereka melanjutkan merayap menyusuri kegelapan di belakang bangunan distrik Qingchong. Makin lama bau bensin kian menyengat, namun hidup mereka semua perlahan bisa beradaptasi. Bau bensin ini sudah tidak mengganggu bagi hidung mereka lagi.Dalam jarak seratus meter lebih, balai kota tempat di mana anak dan istri milik Xueyi d
Pada keesokan harinya, sebuah rombongan prajurit Wuyan berjajar rapi di jalanan berbatu yang menuju ke Bing Qing. Matahari pagi memancarkan cahaya keemasan, menyinari kereta yang diangkut oleh dua kuda hitam berkilat. Kereta itu terlihat megah dengan ukiran-ukiran rumit pada kayunya dan hiasan bendera kebesaran Wuyan yang berkibar anggun di sepanjang jalan. Semua prajurit, mengenakan armor logam berwarna hijau yang mengkilap, meningkatkan kewaspadaan di atas kuda mereka, berbaris dengan disiplin menuju kerajaan dagang internasional. Ternyata, rumor mengenai Kaisar Wuyan hendak berkunjung ke Bing Qing bukanlah isapan jempol belaka. Kereta yang diangkut oleh dua kuda berwarna hitam pekat itu bergerak dengan tenang, roda kereta yang terbuat dari kayu kokoh berderak lembut di atas jalan yang ditutupi lapisan debu halus. Di dalam kereta, sosok yang sangat penting sedang berada, menambah aura misterius pada perjalanan tersebut.Yuan dan kawan-kawan sedang bersembunyi di dalam hutan jauh d
Yuan coba membaca surat yang ada di tangan pamannya. Bunyinya:“Jika kau mau anak dan istrimu selamat, temui kami di balai kota distrik Qingchong. Bawa tiga orang terbaik bersamamu. Kami akan menyambut kalian.Tertanda: Xu Yanzhi.”Semua orang sepakat siapa yang harus pergi ke tempat itu malam ini. Xueyi, Yuan dan Hongli.Ketiganya tanpa pikir panjang berlari menuju tempat yang dijanjikan dalam gelap malam. Sementara Tangfei dan yang lainnya mengawasi dari kejauhan.Begitu tiba, empat prajurit sudah menunggu di pintu masuk.. Xueyi langsung disambut oleh Xu Yanzhi.“Selamat datang, wahai samurai dan kawan-kawan. Akhirnya kau datang.”“Dimana anak dan istriku?”Pria berpakaian emas itu menggeser diri dari pintu, memperlihatkan pemandangan mengerikan di dalam ruangan Lian dan dua anaknya sedang diikat pada sebuah tiang. Mulut mereka disumpal dengan kain yang membuat mereka tak bisa berbicara.Teriakan mereka tak terdengar, tapi ekspresi mereka menunjukkan ketakutan.Xueyi mengerang pelan
Yuan bergerak dengan hati-hati, matanya meneliti setiap sudut lemari di ruangan. Dia hampir saja mengambil lencana terakhir ketika sebuah bayangan di cermin menarik perhatiannya. Sosok Guozhi, tampak jelas berdiri di tengah pesta bersama beberapa rekannya.“Guozhi!” bisik Yuan, matanya membesar. “Lihat, itu Guozhi!”Dia memberi isyarat pada Hongli, yang tengah tenggelam dalam kegembiraan pesta, dikelilingi oleh tiga wanita cantik dengan minuman di tangan. Hongli tampak tersenyum kikuk, pikirannya melayang jauh dari situasi sekitar.“Sial, pria ini terlalu mabuk untuk sadar!” pikir Yuan, cemas.Guozhi, yang sedang mengambil minuman, mengamati pria besar di sofa dengan tatapan tajam. “Rasanya aku kenal kau….”Hongli tersenyum lebar, masih setengah teler. “Ah, aku dikenal banyak orang. Menjadi selebriti sepertiku memang melelahkan, hahaha!”Guozhi tertawa ringan, “Hahaha, aku paham rasanya. Aku juga sering merasa tak nyaman dikenali di sini.”Yuan mengamati dari jauh dengan penuh kekhawa
Yuan memperhatikan pamannya berdiri di depan pintu dalam keadaan yang tak bisa ditebak. Mukanya nyaris tak berekspresi sama sekali, namun senar yang keluar dari tubuhnya menggeliat penuh kemarahan. Penuh dendam. Penuh ambisi. Dan setitik rasa sedih. Hanya Yuan dengan mata ajaibnya yang bisa melihat apa yang dirasakan oleh Xueyi.“Kau tidak apa-apa, Paman?” Yuan bertanya sambil menepuk pundaknya dari belakang.“Yeah, aku baik-baik saja,” jawab Xueyi dengan senyum terpaksa yang sulit disembunyikan.“Berapa banyak sisa uang yang kau punya sekarang?”“Tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk satu atau dua hari ke depan.”“Baiklah, karena kita nampaknya tak ada lagi yang bisa dilakukan di Bing Qing, ada yang mau pergi ke Wuyan?”“Apa yang akan kita lakukan di sana?” tanya Hongli,“Banyak hal. Kita bisa mengecek bagaimana perkembangan situasi di sana. Dan juga, merampas beberapa koin emas dari prajurit di sana.”Xueyi nampak setuju dengan rencana itu. Tangfei, Zhenwu, Dwei, dan Xiao juga ter
“Ayah?!” teriak Yuan dan teman-temannya dengan kaget.Pintu rumah terbuka, dan seorang wanita muda muncul. Rambutnya yang lurus sebahu tergerai di atas gaun biru sederhana yang tampak mewah jika dibandingkan dengan tetangga di sekitar rumah.“Xueyi, akhirnya kau pulang juga. Selamat datang,” ucap wanita itu dengan senyuman ramah.Teman-teman Xueyi dari Ner’iatu masih kebingungan, tidak bisa mengikuti apa yang sedang terjadi. “Hai Sayang, aku membawa tamu. Kenalkan, ini adalah Lian Hua, istriku, dan dua anak ini adalah anakku,” kata Xueyi, memperkenalkan keluarganya.Yuan, dengan mulut yang masih menganga, mencoba mencerna kenyataan bahwa paman mereka memiliki istri dan anak. “Apa yang terjadi? Sejak kapan ini terjadi? Bagaimana ini bisa terjadi?”“Halo semuanya, sebaiknya kita mengobrol di dalam saja. Mari masuk,” kata Lian Hua, tuan rumah yang baik hati, sambil mengundang mereka masuk.Di dalam rumah, suasananya tampak normal dan sederhana, namun tertata rapi dan nyaman. Meja makan
Teriakan tangisan bayi Trondallo di ruangan Bunda Ketua semakin kencang. Wang Jing, yang bertugas menggantikan tugas Fengyin merasa kebingungan tak tahu harus berbuat apa. Kedua bayi itu tidak mau diam.“Ada apa dengan mereka?” tanya Yuan kepada Wang Jing.“Saniyala, aku juga tidak tahu. Tiba-tiba mereka menangis tanpa alasan yang jelas. Aku tidak tahu harus berbuat apa.”Yuan memeriksa kedua bayi dengan cermat. Dengan mata hijaunya, ia bisa merasakan ketidaknyamanan yang dialami bayi-bayi tersebut.“Mereka sakit. Suhu tubuh mereka jauh lebih tinggi dari biasanya.”“Sakit? Penyakit apa yang bisa mengganggu bayi Trondallo?” tanya Wang Jing.“Ini lebih kepada sakit psikis,” jawab Yuan. “Mereka tampaknya terganggu oleh kepergian Fengyin.”Enlai menambahkan, “Mungkin mereka merasakan apa yang dirasakan Fengyin saat ini?”“Jika benar, berarti Fengyin dalam keadaan yang sangat buruk di penjara Bing Qing.”Tiba-tiba, tanah bergetar hebat. Seekor ular raksasa muncul dari dalam tanah, mengangk
Brak!!!“Argh!”Belum sempat kapten dan pasukannya merayakan kemenangan, pisau Yuan sudah menusuk punggungnya sampai menembus dada melalui zirah besi. Suara pria itu bungkam dengan darah menggumpal di mulut, menyekat tenggorokan.“Si-siapa kau….”Tanya sang kapten dengan sisa nyawa yang ada.Dari balik topengnya, Yuan berkata, “aku adalah sang penebus dosa. Begitu bertemu dengan Tuhan di akhirat, katakan padanya aku sedang berusaha menjalankan tugas darinya.”“Ugh!”Pisau ditarik dengan gerakan tajam dari tubuh kapten, diikuti dengan jatuhnya beberapa prajurit yang tersisa dihabisi oleh anggota tim Yuan yang lain. Dengan begini, Saniyala secara tidak langsung mengklaim kemenangannya. Dia berdiri sendirian di tengah mayat pasukan dari dua kerajaan, tampak seperti penguasa medan perang.Melihat bocah itu, Hongli dan yang lainnya merasakan aura mengerikan yang menyelimuti Yuan. Mulutnya tidak pernah berhenti tersenyum, seolah menikmati setiap kematian yang berserakan di bawah kakinya. Na