Hongli memutuskan untuk menyuruh Yuan istirahat malam ini dan melanjutkan latihan esok pagi. Dia juga ingin bertanya langsung kepada Yenn mengenai rencananya yang sebenarnya.Yuan dan Fengyin kembali ke ruangan tempat Yuan pingsan sebelumnya, ruangan dengan batu Gogonit yang banyak. Secara tak resmi, tempat itu adalah rumah bagi Saniyala dan kekasihnya. Yuan terkulai lemas di meja batu hijau, sementara Fengyin memutuskan untuk memeriksa keadaan mereka yang sakit.“Sepertinya kau lelah. Tidurlah, dan simpan tenagamu untuk besok,” kata Fengyin sambil memainkan musik lembut untuk menenangkan Yuan.“Kau belum mau tidur?”“Aku masih ingin melihat-lihat keadaan mereka yang sakit. Mungkin saja aku bisa berbuat sesuatu.”Fengyin memainkan lantunan musik bernada rendah untuk mengantar Yuan menuju tidurnya. Setelah memastikan Yuan tidur, Fengyin diam-diam pergi untuk membantu Enlai mengolah tanaman obat yang baru mereka kumpulkan.Dalam tidurnya, Yuan ternyata tidak bisa dibiarkan tenang.Suara-
“Apa aku tidak salah dengar?” Yuan gemetar mendengar ucapan Hongli. Suaranya terdengar penuh kebingungan dan ketidakpercayaan.“Aku juga tidak tahu apa-apa soal ini. Apa yang terjadi, Hongli?” Doanghai menimpali, terlihat cemas.“Aku terpaksa mengambil keputusan ini. Bunda Ketua memutuskan untuk mengusirmu jika aku tidak segera bertindak. Dia mengira kalau kau, Yuan Qiancheng, lebih banyak membawa petaka daripada berkah ke dalam suku ini. Ini tidak sesuai dengan ramalan yang terdengar. Atau seperti itulah yang dia katakan. Aku tidak berani mengatakan ini padanya, tapi aku rasa Bunda Ketua takut kepadamu.”“Takut kepadaku?” Yuan tidak bisa menahan rasa herannya. “Itu tidak masuk akal. Kenapa dia harus takut?”“Dia mungkin takut akan kekuatanmu yang begitu besar, Yuan.”“Tapi itu bukan alasan yang tepat untuk membuatku saling bunuh denganmu. Berarti latihan yang kita lakukan dari kemarin … kau sengaja menyiapkan aku untuk membunuhmu.”Hongli terdiam sejenak, menggaruk kepalanya dengan c
Yuan dan Fengyin bergerak hati-hati, mengintai sosok wanita tinggi bernama Yenn di depan mereka. Yenn tampak mencurigakan sejak pertemuan mereka di permukaan kemarin malam. Dari jauh, Enlai terlihat membawa keranjang penuh sayur-sayuran, memperhatikan gerak-gerik kedua orang yang mengendap-endap seperti pencuri.“Apa yang sedang mereka lakukan?” batin Enlai penuh rasa penasaran.Pangeran Yuan dan kekasihnya Fengyin bersandar pada dinding di samping pintu masuk goa. Mereka menatap ke arah anak tangga yang menanjak, namun Yenn sudah menghilang dari pandangan mereka.“Apa yang kalian lakukan?”Fengyin melompat kaget, “Enlai! Kau membuatku terkejut!”“Maaf, aku tidak bermaksud. Kalian sedang mengamati apa?”“Kami mengikuti Yenn,” jawab Yuan. “Sepertinya dia pergi ke permukaan lagi.”“Lagi? Apa yang dia lakukan di luar sana?”“Tidak tahu. Itulah sebabnya kami mengikuti dia.”Mereka bertiga sepakat untuk naik anak tangga menuju permukaan. Pintu masuk goa sedikit terbuka, menunjukkan bahwa se
Yuan berlatih giat dari pagi hingga malam bersama Hongli. Dalam dua hari latihan, kemajuan yang ditunjukkannya sangat signifikan. Gerakan-gerakan rumit yang diajarkan oleh pemimpin Ner’iatu tersebut tampaknya sudah dikuasai dengan sangat mudah oleh Yuan, seakan-akan dia sudah menguasai teknik-teknik tersebut sejak lama.“Luar biasa,” puji Hongli, “kau belajar dengan cepat. Semua gerakan-gerakan sulit yang bahkan untuk orang asli Ner’iatu sendiri bisa dengan mudah kau kuasai.”“Aku juga terkejut. Semua teknik yang kau ajarkan padaku, entah kenapa terasa sangat familiar. Tubuhku cepat beradaptasi seakan aku pernah melakukan ini sebelumnya. Aku seperti Deja vu.”“Seorang Saniyala memang harus menguasai teknik bertarung kami, karena pada dasarnya kau adalah bagian dari Ner’iatu itu sendiri. Aku semakin yakin kau adalah orang yang diramalkan.”“Semoga saja itu benar,” ujar Yuan dengan penuh harapan.“Baiklah, kita istirahat sejenak. Aku mulai kelelahan,” kata Hongli sambil menghapus kering
Guozhi melayangkan pandangan ke sekitar begitu debu menghilang sepenuhnya. Dia dan seluruh pasukan berbaju zirah kehijauan ala Wuyan berdiri di depan mesin bor besar yang baru saja meledakkan pintu masuk goa.“Wow, ternyata Yenn benar. Ada peradaban manusia di bawah sini,” kata Guozhi dengan takjub. “Dan lihat semua batu Gogonit itu, berserakan di mana-mana. Ini seperti tambang emas.”“Apakah dia baru saja bilang Yenn?” Tanya Yuan pada diri sendiri.Lelaki dengan muka licik itu berjalan maju untuk melihat lebih dekat pemukiman warga. “Ngomong-ngomong di mana wanita itu? Aku tidak melihatnya. Apakah ada di antara kalian yang bernama Yenn Hao Shan?”Wanita yang dipanggil itu muncul dari bilik dinding batu ruangannya dengan wajah dingin. Dia menengadah penuh percaya diri dan berjalan mendekati Guozhi.“Ah, ini dia. Kemarilah. Ayo ambil hadiahmu, jangan malu,” ujar Guozhi dengan nada ceria.“Apa-apaan ini, Yenn?” seru Hongli, merasa terkejut. “Apa kau mengkhianati sukumu sendiri?”Yenn tid
Suasana peperangan kian menjadi intens. Mayat-mayat bergelimpangan memenuhi goa tempat pemukiman Ner’iatu berada. Hongli masih dalam keadaan sekarat saat ini.“Fengyin, cepat kau bawa Hongli ke tempat aman.”Gadis itu sempat ragu meninggalkan Yuan di medan perang dengan dua pisau di kedua tangannya. Tapi tak banyak yang bisa dilakukan Fengyin dalam keadaan ini. Menuruti perintah kekasihnya itu adalah satu-satunya pilihan.Guozhi merasa sangat percaya diri dengan semua perlengkapan yang mereka bawa untuk menggempur pasukan Ner’iatu langsung di rumah mereka sendiri. Walau terlihat ceroboh dan tak berperasaan, gerakan pria itu tidak bisa dibilang amatiran. Dengan lihainya dia mengayunkan pedang seperti berdansa di tengah pertempuran bermandikan darah.Doanghai susah payah melawan dirinya dengan semua teknik yang dia kuasai. Pedang dan pisau mereka berdentang seolah berbunyi paling keras saking intens-nya pertempuran mereka berdua. Walau secara persenjataan, pisau milik Doanghai jauh lebi
Luka di perut Hongli telah dibalut rapi dengan kain oleh Fengyin. Pendarahan yang dia terima akhirnya bisa berhenti. Dia memutuskan untuk keluar dari persembunyian dan melihat apa yang terjadi di medan perang.Mata pria itu terbelalak seperti hendak keluar begitu melihat Yuan berhadapan dengan tiga makhluk raksasa yang berbentuk seperti cacing dengan kepala naga."Apa ... apa yang terjadi di sini? Kenapa Trondallo itu bisa bangkit dari tidurnya?" Suara Hongli bergetar, tak percaya.Beberapa orang Ner’iatu coba memperingatkan Yuan dari jauh untuk segera pergi menyelamatkan diri. Fengyin dan Hongli sudah berlari ke tengah lapangan berusaha membawa pergi bocah itu.Tapi Yuan tahu betul apa yang dia lakukan. Dia mengangkat tangan ke arah mereka berdua sebagai tanda untuk tidak mendekat lebih jauh.“Yuan cepat pergi dari sana!” Fengyin berteriak.Yuan mengangkat tinggi pisau hijaunya yang bergetar dalam frekuensi tinggi. Ketiga monster itu menggeram hebat. Dinding-dinding batu kembali berge
Yuan kini menjadi sosok yang berbeda di mata para Ner’iatu. Dia telah menjelma menjadi manusia suci yang harus dihormati oleh setiap jiwa. Bahkan Hongli, yang sudah melatihnya selama tiga hari terakhir, kini merasa seperti bertemu dengan orang yang sama sekali berbeda.Setelah turun dari kepala naga, Yuan—yang kini dikenal sebagai Saniyala—menggunakan kekuatannya untuk mengarahkan Trondallo kembali ke tempat mereka semula. Ketiga monster itu kembali menggali ke dalam tanah dengan tanduk di jidat, tetapi kali ini mereka tampak tidak akan kembali tertidur. Yuan kemudian mengumandangkan perintah pertamanya.“Para wanita, yang masih bisa bergerak, tolong rawat mereka yang luka-luka. Gunakan tanaman obat yang ada di ruangan Hongli,” perintahnya tegas.Semuanya segera menurut. Satu per satu, wanita-wanita di sana bergerak untuk membawa mereka yang terluka akibat pertempuran sebelumnya, mengarahkan mereka ke tempat perawatan. Yuan kemudian memanggil Doanghai.“Doanghai!” serunya.“Ya, Saniya
Untuk beberapa hari ke depan cerita ini akan berhenti update untuk sementara dikarenakan akan ada perbaikan alur cerita.Begitu semuanya sudah diperbaiki, ceritanya akan kembali berlanjut.Pantengin terus ya :D
Malam hari yang gelap, memancarkan hawa dingin dari rembulan biru tertutup setengah paras oleh awan. Distrik Qingchong menjadi sunyi dan sepi tanpa ada tanda-tanda kehidupan sosial. Yuan dan kawan-kawan menyelinap dari satu tempat ke tempat lain dalam bayangan kegelapan. Mereka bertujuh berusaha berkamuflase sebisa mungkin agar tak ketahuan oleh siapapun, terutama oleh mereka para prajurit yang sedang berpatroli.“Kalian mencium sesuatu?” Tanya Tangfei pada yang lain.“Iya, ini bau bensin. Pastinya bukan cuma aku yang mencium ini dari tadi di sepanjang jalan.” Jelas Hongli.“Hati-hati saja jangan sampai ketahuan oleh para pasukan yang sedang berjaga,” kata Yuan.Mereka melanjutkan merayap menyusuri kegelapan di belakang bangunan distrik Qingchong. Makin lama bau bensin kian menyengat, namun hidup mereka semua perlahan bisa beradaptasi. Bau bensin ini sudah tidak mengganggu bagi hidung mereka lagi.Dalam jarak seratus meter lebih, balai kota tempat di mana anak dan istri milik Xueyi d
Pada keesokan harinya, sebuah rombongan prajurit Wuyan berjajar rapi di jalanan berbatu yang menuju ke Bing Qing. Matahari pagi memancarkan cahaya keemasan, menyinari kereta yang diangkut oleh dua kuda hitam berkilat. Kereta itu terlihat megah dengan ukiran-ukiran rumit pada kayunya dan hiasan bendera kebesaran Wuyan yang berkibar anggun di sepanjang jalan. Semua prajurit, mengenakan armor logam berwarna hijau yang mengkilap, meningkatkan kewaspadaan di atas kuda mereka, berbaris dengan disiplin menuju kerajaan dagang internasional. Ternyata, rumor mengenai Kaisar Wuyan hendak berkunjung ke Bing Qing bukanlah isapan jempol belaka. Kereta yang diangkut oleh dua kuda berwarna hitam pekat itu bergerak dengan tenang, roda kereta yang terbuat dari kayu kokoh berderak lembut di atas jalan yang ditutupi lapisan debu halus. Di dalam kereta, sosok yang sangat penting sedang berada, menambah aura misterius pada perjalanan tersebut.Yuan dan kawan-kawan sedang bersembunyi di dalam hutan jauh d
Yuan coba membaca surat yang ada di tangan pamannya. Bunyinya:“Jika kau mau anak dan istrimu selamat, temui kami di balai kota distrik Qingchong. Bawa tiga orang terbaik bersamamu. Kami akan menyambut kalian.Tertanda: Xu Yanzhi.”Semua orang sepakat siapa yang harus pergi ke tempat itu malam ini. Xueyi, Yuan dan Hongli.Ketiganya tanpa pikir panjang berlari menuju tempat yang dijanjikan dalam gelap malam. Sementara Tangfei dan yang lainnya mengawasi dari kejauhan.Begitu tiba, empat prajurit sudah menunggu di pintu masuk.. Xueyi langsung disambut oleh Xu Yanzhi.“Selamat datang, wahai samurai dan kawan-kawan. Akhirnya kau datang.”“Dimana anak dan istriku?”Pria berpakaian emas itu menggeser diri dari pintu, memperlihatkan pemandangan mengerikan di dalam ruangan Lian dan dua anaknya sedang diikat pada sebuah tiang. Mulut mereka disumpal dengan kain yang membuat mereka tak bisa berbicara.Teriakan mereka tak terdengar, tapi ekspresi mereka menunjukkan ketakutan.Xueyi mengerang pelan
Yuan bergerak dengan hati-hati, matanya meneliti setiap sudut lemari di ruangan. Dia hampir saja mengambil lencana terakhir ketika sebuah bayangan di cermin menarik perhatiannya. Sosok Guozhi, tampak jelas berdiri di tengah pesta bersama beberapa rekannya.“Guozhi!” bisik Yuan, matanya membesar. “Lihat, itu Guozhi!”Dia memberi isyarat pada Hongli, yang tengah tenggelam dalam kegembiraan pesta, dikelilingi oleh tiga wanita cantik dengan minuman di tangan. Hongli tampak tersenyum kikuk, pikirannya melayang jauh dari situasi sekitar.“Sial, pria ini terlalu mabuk untuk sadar!” pikir Yuan, cemas.Guozhi, yang sedang mengambil minuman, mengamati pria besar di sofa dengan tatapan tajam. “Rasanya aku kenal kau….”Hongli tersenyum lebar, masih setengah teler. “Ah, aku dikenal banyak orang. Menjadi selebriti sepertiku memang melelahkan, hahaha!”Guozhi tertawa ringan, “Hahaha, aku paham rasanya. Aku juga sering merasa tak nyaman dikenali di sini.”Yuan mengamati dari jauh dengan penuh kekhawa
Yuan memperhatikan pamannya berdiri di depan pintu dalam keadaan yang tak bisa ditebak. Mukanya nyaris tak berekspresi sama sekali, namun senar yang keluar dari tubuhnya menggeliat penuh kemarahan. Penuh dendam. Penuh ambisi. Dan setitik rasa sedih. Hanya Yuan dengan mata ajaibnya yang bisa melihat apa yang dirasakan oleh Xueyi.“Kau tidak apa-apa, Paman?” Yuan bertanya sambil menepuk pundaknya dari belakang.“Yeah, aku baik-baik saja,” jawab Xueyi dengan senyum terpaksa yang sulit disembunyikan.“Berapa banyak sisa uang yang kau punya sekarang?”“Tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk satu atau dua hari ke depan.”“Baiklah, karena kita nampaknya tak ada lagi yang bisa dilakukan di Bing Qing, ada yang mau pergi ke Wuyan?”“Apa yang akan kita lakukan di sana?” tanya Hongli,“Banyak hal. Kita bisa mengecek bagaimana perkembangan situasi di sana. Dan juga, merampas beberapa koin emas dari prajurit di sana.”Xueyi nampak setuju dengan rencana itu. Tangfei, Zhenwu, Dwei, dan Xiao juga ter
“Ayah?!” teriak Yuan dan teman-temannya dengan kaget.Pintu rumah terbuka, dan seorang wanita muda muncul. Rambutnya yang lurus sebahu tergerai di atas gaun biru sederhana yang tampak mewah jika dibandingkan dengan tetangga di sekitar rumah.“Xueyi, akhirnya kau pulang juga. Selamat datang,” ucap wanita itu dengan senyuman ramah.Teman-teman Xueyi dari Ner’iatu masih kebingungan, tidak bisa mengikuti apa yang sedang terjadi. “Hai Sayang, aku membawa tamu. Kenalkan, ini adalah Lian Hua, istriku, dan dua anak ini adalah anakku,” kata Xueyi, memperkenalkan keluarganya.Yuan, dengan mulut yang masih menganga, mencoba mencerna kenyataan bahwa paman mereka memiliki istri dan anak. “Apa yang terjadi? Sejak kapan ini terjadi? Bagaimana ini bisa terjadi?”“Halo semuanya, sebaiknya kita mengobrol di dalam saja. Mari masuk,” kata Lian Hua, tuan rumah yang baik hati, sambil mengundang mereka masuk.Di dalam rumah, suasananya tampak normal dan sederhana, namun tertata rapi dan nyaman. Meja makan
Teriakan tangisan bayi Trondallo di ruangan Bunda Ketua semakin kencang. Wang Jing, yang bertugas menggantikan tugas Fengyin merasa kebingungan tak tahu harus berbuat apa. Kedua bayi itu tidak mau diam.“Ada apa dengan mereka?” tanya Yuan kepada Wang Jing.“Saniyala, aku juga tidak tahu. Tiba-tiba mereka menangis tanpa alasan yang jelas. Aku tidak tahu harus berbuat apa.”Yuan memeriksa kedua bayi dengan cermat. Dengan mata hijaunya, ia bisa merasakan ketidaknyamanan yang dialami bayi-bayi tersebut.“Mereka sakit. Suhu tubuh mereka jauh lebih tinggi dari biasanya.”“Sakit? Penyakit apa yang bisa mengganggu bayi Trondallo?” tanya Wang Jing.“Ini lebih kepada sakit psikis,” jawab Yuan. “Mereka tampaknya terganggu oleh kepergian Fengyin.”Enlai menambahkan, “Mungkin mereka merasakan apa yang dirasakan Fengyin saat ini?”“Jika benar, berarti Fengyin dalam keadaan yang sangat buruk di penjara Bing Qing.”Tiba-tiba, tanah bergetar hebat. Seekor ular raksasa muncul dari dalam tanah, mengangk
Brak!!!“Argh!”Belum sempat kapten dan pasukannya merayakan kemenangan, pisau Yuan sudah menusuk punggungnya sampai menembus dada melalui zirah besi. Suara pria itu bungkam dengan darah menggumpal di mulut, menyekat tenggorokan.“Si-siapa kau….”Tanya sang kapten dengan sisa nyawa yang ada.Dari balik topengnya, Yuan berkata, “aku adalah sang penebus dosa. Begitu bertemu dengan Tuhan di akhirat, katakan padanya aku sedang berusaha menjalankan tugas darinya.”“Ugh!”Pisau ditarik dengan gerakan tajam dari tubuh kapten, diikuti dengan jatuhnya beberapa prajurit yang tersisa dihabisi oleh anggota tim Yuan yang lain. Dengan begini, Saniyala secara tidak langsung mengklaim kemenangannya. Dia berdiri sendirian di tengah mayat pasukan dari dua kerajaan, tampak seperti penguasa medan perang.Melihat bocah itu, Hongli dan yang lainnya merasakan aura mengerikan yang menyelimuti Yuan. Mulutnya tidak pernah berhenti tersenyum, seolah menikmati setiap kematian yang berserakan di bawah kakinya. Na