Luka di perut Hongli telah dibalut rapi dengan kain oleh Fengyin. Pendarahan yang dia terima akhirnya bisa berhenti. Dia memutuskan untuk keluar dari persembunyian dan melihat apa yang terjadi di medan perang.Mata pria itu terbelalak seperti hendak keluar begitu melihat Yuan berhadapan dengan tiga makhluk raksasa yang berbentuk seperti cacing dengan kepala naga."Apa ... apa yang terjadi di sini? Kenapa Trondallo itu bisa bangkit dari tidurnya?" Suara Hongli bergetar, tak percaya.Beberapa orang Ner’iatu coba memperingatkan Yuan dari jauh untuk segera pergi menyelamatkan diri. Fengyin dan Hongli sudah berlari ke tengah lapangan berusaha membawa pergi bocah itu.Tapi Yuan tahu betul apa yang dia lakukan. Dia mengangkat tangan ke arah mereka berdua sebagai tanda untuk tidak mendekat lebih jauh.“Yuan cepat pergi dari sana!” Fengyin berteriak.Yuan mengangkat tinggi pisau hijaunya yang bergetar dalam frekuensi tinggi. Ketiga monster itu menggeram hebat. Dinding-dinding batu kembali berge
Yuan kini menjadi sosok yang berbeda di mata para Ner’iatu. Dia telah menjelma menjadi manusia suci yang harus dihormati oleh setiap jiwa. Bahkan Hongli, yang sudah melatihnya selama tiga hari terakhir, kini merasa seperti bertemu dengan orang yang sama sekali berbeda.Setelah turun dari kepala naga, Yuan—yang kini dikenal sebagai Saniyala—menggunakan kekuatannya untuk mengarahkan Trondallo kembali ke tempat mereka semula. Ketiga monster itu kembali menggali ke dalam tanah dengan tanduk di jidat, tetapi kali ini mereka tampak tidak akan kembali tertidur. Yuan kemudian mengumandangkan perintah pertamanya.“Para wanita, yang masih bisa bergerak, tolong rawat mereka yang luka-luka. Gunakan tanaman obat yang ada di ruangan Hongli,” perintahnya tegas.Semuanya segera menurut. Satu per satu, wanita-wanita di sana bergerak untuk membawa mereka yang terluka akibat pertempuran sebelumnya, mengarahkan mereka ke tempat perawatan. Yuan kemudian memanggil Doanghai.“Doanghai!” serunya.“Ya, Saniya
Seminggu kemudian setelah penyerangan Wuyan.Setelah penyerangan brutal oleh Wuyan, suasana di wilayah Ner’iatu terasa berat dan menyedihkan. Mereka yang gugur dalam pertempuran terakhir telah dimakamkan dengan penuh hormat di kebun yang dulu diurus oleh Enlai, sebuah tempat yang kini menjadi saksi bisu perjuangan dan pengorbanan mereka. Sebelas orang telah meninggal dalam pertempuran tersebut, termasuk Bunda Ketua, yang sangat dihormati oleh seluruh komunitas. Kehilangan ini merupakan pukulan telak bagi Ner’iatu, terutama karena jumlah anggota mereka memang sudah sedikit sejak awal.Setelah pertempuran, suasana perlahan kembali tenang. Mereka yang terluka mulai pulih dari cedera mereka, dan kesehatan mereka mulai pulih seiring waktu. Hongli, pria besar yang mengalami luka parah di perutnya, perlahan sembuh meski luka tersebut masih terkadang mengeluarkan pendarahan sesekali. Proses pemulihan ini adalah langkah awal yang penting untuk tujuan yang lebih besar ke depannya.Doanghai dan t
“Tunggu, apa? Kenapa kita harus pergi ke kerajaan Bing Qing?” Tanya Tangfei kebingungan.“Kalian tidak tahu kalau sebagian besar mata pencaharian warga Bing Qing adalah bertani karet. Jika ingin mencari getah, di sanalah tempatnya,” jelas Yuan kepada semuanya.“...”Semuanya terdiam. Mereka menangkap ada udang di balik batu di sini.“Katakan pada kami, Saniyala. Kita ke sana tidak hanya untuk mencari getah, iya kan?”Yuan bangkit dari tempat duduk tanpa berucap sepatah kata. Ini menimbulkan rasa curiga pada yang lain. Termasuk Fengyin yang hadir di sana merasa ada yang janggal di sini.“Kita akan bertemu di pintu utama goa dalam sepuluh menit. Persiapkan diri kalian dan bawa semua barang yang diperlukan.”Mereka berlima pergi dari ruangan, termasuk Hongli. Yuan mulai berbenah memasukkan kedua pisaunya ke sarung yang terikat di belakang punggung.“Ah, Fengyin, bisakah kau melakukan sesuatu untukku?”“Apa itu?”“Tolong panggilkan Enlai, aku ingin berbicara dengannya sekarang.”Rasa ragu
Gerobak yang diarak oleh belasan prajurit Wuyan semakin mendekati tempat persembunyian Yuan dan kelompoknya. Salah satu pria yang berjalan paling depan memberi isyarat kepada yang lain untuk berhenti secara tiba-tiba.“Ada apa, Kapten?” tanya seorang anak buah di belakangnya.“Aku mendengar sesuatu dari arah semak di atas sana.”Semua orang menoleh ke arah tempat di mana Yuan dan kawan-kawan bersembunyi. Mereka berusaha berbaring rata di tanah, berharap agar tidak ketahuan.“Aku tidak mendengar apa-apa.”Kapten tiba-tiba mengambil sebuah batu dari bawah kakinya dan melemparkannya ke atas tebing. Baru saja batu itu mengenai kepala Enlai, tiga ekor burung murai terbang melayang ketika mendengar hentakan batu tersebut ke tanah.“Hmm, hanya seekor burung. Ayo lanjutkan perjalanan, semuanya!”Karavan kembali bergerak menuju area perbatasan kerajaan Bing Qing.Enlai mengusap kepalanya yang bengkak tertimpa batu. Melihat gerobak semakin menjauh, Tangfei yang paling semangat untuk melakukan p
Fengyin duduk di atas batu di depan makam, sementara deru air terjun mengisi keheningan. Hati yang sendu mengisi tempat itu, yang kini dipenuhi dengan jiwa-jiwa pejuang dari suku Ner’iatu yang telah gugur.Di hadapan makam Bunda Ketua, Fengyin mengelus batu nisan dengan penuh haru, merindukan kepergian yang tiba-tiba. Suara lembut seorang wanita paruh baya membuyarkan lamunannya.“Fengyin, kau tidak apa-apa? Kenapa kau menangis?”Fengyin cepat-cepat menghapus air mata, “Tidak, aku hanya merenungi tempat ini. Rasanya seperti aku bisa merasakan penderitaan jiwa-jiwa yang ada di sini.”Wanita itu tersenyum sendu, “Kau adalah pacar Saniyala, bukan?”“Aku tunangan Yuan. Kami berencana menikah setelah tiga tahun. Jika saja Wuyan tidak menyerang saat ulang tahun Yuan, kami mungkin akan hidup bahagia tanpa harus menghadapi situasi ini.”“Kau tahu, selain Saniyala, kami juga memiliki suratan takdir untuk seseorang yang bersamanya.”“Apa maksudmu, Wang Jing?”“Perjalanan Saniyala ke depan tidak
Fengyin menatap Yuan dengan mata terbuka lebar, merasa seolah seluruh dunia terbalik dalam sekejap. Keringat dingin mengalir di dahinya dan telapak tangannya mulai gemetar. Trondallo, dengan ukuran besar dan aura kekuatan yang mengerikan, menatapnya dengan mata kuning berkilauan."Jadi, aku harus menjadi Bunda Ketua dan juga merawat bayi-bayi naga ini?" Tanya Fengyin, suaranya hampir tak terdengar.Yuan mengangguk serius. "Ya, itu tanggung jawab yang berat. Namun, dengan melakukannya, kau akan membantu menjaga keseimbangan kekuatan di sini. Jika bayi-bayi naga ini tumbuh kuat seperti induknya, itu akan sangat berguna untuk kekuatan militer kita. Kau akan berperan penting, Fengyin."Fengyin memandang Trondallo, yang kini tampak lebih tenang, seolah mengerti bahwa dirinya harus membuat keputusan. "Tapi aku tidak tahu apa-apa tentang merawat naga. Bagaimana aku bisa melakukannya?"Yuan tersenyum lembut dan menyentuh dahi gadis itu, memberikan getaran kecil ke dalam otaknya, seperti seran
Keesokan paginya, hari baru dimulai dengan penuh aktivitas. Dengan Fengyin kini menjabat sebagai Bunda Ketua dan mengasuh bayi naga, kalangan kaum hawa di pemukiman bawah tanah juga memiliki kesibukan baru mereka. Hal ini memberikan Yuan ketenangan tambahan saat dia meninggalkan Fengyin untuk menjalankan misi di permukaan.Peralatan tempur mereka sudah diperbaiki sepenuhnya. Zirah yang ditempa oleh Doanghai dan rekan-rekannya kini siap digunakan. Dengan bantalan lentur di dalam dan area tajam yang telah diperbaiki, mobilitas pemakainya tidak terpengaruh secara signifikan. Mereka bisa bergerak bebas di balik perlindungan besi Kraiman yang kokoh.Yuan, Hongli, Zhenwu, Dwei, Xiao, Tangfei, dan Enlai berkumpul di depan pintu masuk goa, siap melanjutkan misi mereka. Jika sebelumnya mereka hanya melakukan pengintaian, kali ini mereka berencana untuk merampok gerobak muatan yang dikirim ke Wuyan secara langsung. Dengan peralatan yang memadai, mereka memutuskan bahwa inilah saatnya untuk bera
Untuk beberapa hari ke depan cerita ini akan berhenti update untuk sementara dikarenakan akan ada perbaikan alur cerita.Begitu semuanya sudah diperbaiki, ceritanya akan kembali berlanjut.Pantengin terus ya :D
Malam hari yang gelap, memancarkan hawa dingin dari rembulan biru tertutup setengah paras oleh awan. Distrik Qingchong menjadi sunyi dan sepi tanpa ada tanda-tanda kehidupan sosial. Yuan dan kawan-kawan menyelinap dari satu tempat ke tempat lain dalam bayangan kegelapan. Mereka bertujuh berusaha berkamuflase sebisa mungkin agar tak ketahuan oleh siapapun, terutama oleh mereka para prajurit yang sedang berpatroli.“Kalian mencium sesuatu?” Tanya Tangfei pada yang lain.“Iya, ini bau bensin. Pastinya bukan cuma aku yang mencium ini dari tadi di sepanjang jalan.” Jelas Hongli.“Hati-hati saja jangan sampai ketahuan oleh para pasukan yang sedang berjaga,” kata Yuan.Mereka melanjutkan merayap menyusuri kegelapan di belakang bangunan distrik Qingchong. Makin lama bau bensin kian menyengat, namun hidup mereka semua perlahan bisa beradaptasi. Bau bensin ini sudah tidak mengganggu bagi hidung mereka lagi.Dalam jarak seratus meter lebih, balai kota tempat di mana anak dan istri milik Xueyi d
Pada keesokan harinya, sebuah rombongan prajurit Wuyan berjajar rapi di jalanan berbatu yang menuju ke Bing Qing. Matahari pagi memancarkan cahaya keemasan, menyinari kereta yang diangkut oleh dua kuda hitam berkilat. Kereta itu terlihat megah dengan ukiran-ukiran rumit pada kayunya dan hiasan bendera kebesaran Wuyan yang berkibar anggun di sepanjang jalan. Semua prajurit, mengenakan armor logam berwarna hijau yang mengkilap, meningkatkan kewaspadaan di atas kuda mereka, berbaris dengan disiplin menuju kerajaan dagang internasional. Ternyata, rumor mengenai Kaisar Wuyan hendak berkunjung ke Bing Qing bukanlah isapan jempol belaka. Kereta yang diangkut oleh dua kuda berwarna hitam pekat itu bergerak dengan tenang, roda kereta yang terbuat dari kayu kokoh berderak lembut di atas jalan yang ditutupi lapisan debu halus. Di dalam kereta, sosok yang sangat penting sedang berada, menambah aura misterius pada perjalanan tersebut.Yuan dan kawan-kawan sedang bersembunyi di dalam hutan jauh d
Yuan coba membaca surat yang ada di tangan pamannya. Bunyinya:“Jika kau mau anak dan istrimu selamat, temui kami di balai kota distrik Qingchong. Bawa tiga orang terbaik bersamamu. Kami akan menyambut kalian.Tertanda: Xu Yanzhi.”Semua orang sepakat siapa yang harus pergi ke tempat itu malam ini. Xueyi, Yuan dan Hongli.Ketiganya tanpa pikir panjang berlari menuju tempat yang dijanjikan dalam gelap malam. Sementara Tangfei dan yang lainnya mengawasi dari kejauhan.Begitu tiba, empat prajurit sudah menunggu di pintu masuk.. Xueyi langsung disambut oleh Xu Yanzhi.“Selamat datang, wahai samurai dan kawan-kawan. Akhirnya kau datang.”“Dimana anak dan istriku?”Pria berpakaian emas itu menggeser diri dari pintu, memperlihatkan pemandangan mengerikan di dalam ruangan Lian dan dua anaknya sedang diikat pada sebuah tiang. Mulut mereka disumpal dengan kain yang membuat mereka tak bisa berbicara.Teriakan mereka tak terdengar, tapi ekspresi mereka menunjukkan ketakutan.Xueyi mengerang pelan
Yuan bergerak dengan hati-hati, matanya meneliti setiap sudut lemari di ruangan. Dia hampir saja mengambil lencana terakhir ketika sebuah bayangan di cermin menarik perhatiannya. Sosok Guozhi, tampak jelas berdiri di tengah pesta bersama beberapa rekannya.“Guozhi!” bisik Yuan, matanya membesar. “Lihat, itu Guozhi!”Dia memberi isyarat pada Hongli, yang tengah tenggelam dalam kegembiraan pesta, dikelilingi oleh tiga wanita cantik dengan minuman di tangan. Hongli tampak tersenyum kikuk, pikirannya melayang jauh dari situasi sekitar.“Sial, pria ini terlalu mabuk untuk sadar!” pikir Yuan, cemas.Guozhi, yang sedang mengambil minuman, mengamati pria besar di sofa dengan tatapan tajam. “Rasanya aku kenal kau….”Hongli tersenyum lebar, masih setengah teler. “Ah, aku dikenal banyak orang. Menjadi selebriti sepertiku memang melelahkan, hahaha!”Guozhi tertawa ringan, “Hahaha, aku paham rasanya. Aku juga sering merasa tak nyaman dikenali di sini.”Yuan mengamati dari jauh dengan penuh kekhawa
Yuan memperhatikan pamannya berdiri di depan pintu dalam keadaan yang tak bisa ditebak. Mukanya nyaris tak berekspresi sama sekali, namun senar yang keluar dari tubuhnya menggeliat penuh kemarahan. Penuh dendam. Penuh ambisi. Dan setitik rasa sedih. Hanya Yuan dengan mata ajaibnya yang bisa melihat apa yang dirasakan oleh Xueyi.“Kau tidak apa-apa, Paman?” Yuan bertanya sambil menepuk pundaknya dari belakang.“Yeah, aku baik-baik saja,” jawab Xueyi dengan senyum terpaksa yang sulit disembunyikan.“Berapa banyak sisa uang yang kau punya sekarang?”“Tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk satu atau dua hari ke depan.”“Baiklah, karena kita nampaknya tak ada lagi yang bisa dilakukan di Bing Qing, ada yang mau pergi ke Wuyan?”“Apa yang akan kita lakukan di sana?” tanya Hongli,“Banyak hal. Kita bisa mengecek bagaimana perkembangan situasi di sana. Dan juga, merampas beberapa koin emas dari prajurit di sana.”Xueyi nampak setuju dengan rencana itu. Tangfei, Zhenwu, Dwei, dan Xiao juga ter
“Ayah?!” teriak Yuan dan teman-temannya dengan kaget.Pintu rumah terbuka, dan seorang wanita muda muncul. Rambutnya yang lurus sebahu tergerai di atas gaun biru sederhana yang tampak mewah jika dibandingkan dengan tetangga di sekitar rumah.“Xueyi, akhirnya kau pulang juga. Selamat datang,” ucap wanita itu dengan senyuman ramah.Teman-teman Xueyi dari Ner’iatu masih kebingungan, tidak bisa mengikuti apa yang sedang terjadi. “Hai Sayang, aku membawa tamu. Kenalkan, ini adalah Lian Hua, istriku, dan dua anak ini adalah anakku,” kata Xueyi, memperkenalkan keluarganya.Yuan, dengan mulut yang masih menganga, mencoba mencerna kenyataan bahwa paman mereka memiliki istri dan anak. “Apa yang terjadi? Sejak kapan ini terjadi? Bagaimana ini bisa terjadi?”“Halo semuanya, sebaiknya kita mengobrol di dalam saja. Mari masuk,” kata Lian Hua, tuan rumah yang baik hati, sambil mengundang mereka masuk.Di dalam rumah, suasananya tampak normal dan sederhana, namun tertata rapi dan nyaman. Meja makan
Teriakan tangisan bayi Trondallo di ruangan Bunda Ketua semakin kencang. Wang Jing, yang bertugas menggantikan tugas Fengyin merasa kebingungan tak tahu harus berbuat apa. Kedua bayi itu tidak mau diam.“Ada apa dengan mereka?” tanya Yuan kepada Wang Jing.“Saniyala, aku juga tidak tahu. Tiba-tiba mereka menangis tanpa alasan yang jelas. Aku tidak tahu harus berbuat apa.”Yuan memeriksa kedua bayi dengan cermat. Dengan mata hijaunya, ia bisa merasakan ketidaknyamanan yang dialami bayi-bayi tersebut.“Mereka sakit. Suhu tubuh mereka jauh lebih tinggi dari biasanya.”“Sakit? Penyakit apa yang bisa mengganggu bayi Trondallo?” tanya Wang Jing.“Ini lebih kepada sakit psikis,” jawab Yuan. “Mereka tampaknya terganggu oleh kepergian Fengyin.”Enlai menambahkan, “Mungkin mereka merasakan apa yang dirasakan Fengyin saat ini?”“Jika benar, berarti Fengyin dalam keadaan yang sangat buruk di penjara Bing Qing.”Tiba-tiba, tanah bergetar hebat. Seekor ular raksasa muncul dari dalam tanah, mengangk
Brak!!!“Argh!”Belum sempat kapten dan pasukannya merayakan kemenangan, pisau Yuan sudah menusuk punggungnya sampai menembus dada melalui zirah besi. Suara pria itu bungkam dengan darah menggumpal di mulut, menyekat tenggorokan.“Si-siapa kau….”Tanya sang kapten dengan sisa nyawa yang ada.Dari balik topengnya, Yuan berkata, “aku adalah sang penebus dosa. Begitu bertemu dengan Tuhan di akhirat, katakan padanya aku sedang berusaha menjalankan tugas darinya.”“Ugh!”Pisau ditarik dengan gerakan tajam dari tubuh kapten, diikuti dengan jatuhnya beberapa prajurit yang tersisa dihabisi oleh anggota tim Yuan yang lain. Dengan begini, Saniyala secara tidak langsung mengklaim kemenangannya. Dia berdiri sendirian di tengah mayat pasukan dari dua kerajaan, tampak seperti penguasa medan perang.Melihat bocah itu, Hongli dan yang lainnya merasakan aura mengerikan yang menyelimuti Yuan. Mulutnya tidak pernah berhenti tersenyum, seolah menikmati setiap kematian yang berserakan di bawah kakinya. Na