Guozhi melayangkan pandangan ke sekitar begitu debu menghilang sepenuhnya. Dia dan seluruh pasukan berbaju zirah kehijauan ala Wuyan berdiri di depan mesin bor besar yang baru saja meledakkan pintu masuk goa.“Wow, ternyata Yenn benar. Ada peradaban manusia di bawah sini,” kata Guozhi dengan takjub. “Dan lihat semua batu Gogonit itu, berserakan di mana-mana. Ini seperti tambang emas.”“Apakah dia baru saja bilang Yenn?” Tanya Yuan pada diri sendiri.Lelaki dengan muka licik itu berjalan maju untuk melihat lebih dekat pemukiman warga. “Ngomong-ngomong di mana wanita itu? Aku tidak melihatnya. Apakah ada di antara kalian yang bernama Yenn Hao Shan?”Wanita yang dipanggil itu muncul dari bilik dinding batu ruangannya dengan wajah dingin. Dia menengadah penuh percaya diri dan berjalan mendekati Guozhi.“Ah, ini dia. Kemarilah. Ayo ambil hadiahmu, jangan malu,” ujar Guozhi dengan nada ceria.“Apa-apaan ini, Yenn?” seru Hongli, merasa terkejut. “Apa kau mengkhianati sukumu sendiri?”Yenn tid
Suasana peperangan kian menjadi intens. Mayat-mayat bergelimpangan memenuhi goa tempat pemukiman Ner’iatu berada. Hongli masih dalam keadaan sekarat saat ini.“Fengyin, cepat kau bawa Hongli ke tempat aman.”Gadis itu sempat ragu meninggalkan Yuan di medan perang dengan dua pisau di kedua tangannya. Tapi tak banyak yang bisa dilakukan Fengyin dalam keadaan ini. Menuruti perintah kekasihnya itu adalah satu-satunya pilihan.Guozhi merasa sangat percaya diri dengan semua perlengkapan yang mereka bawa untuk menggempur pasukan Ner’iatu langsung di rumah mereka sendiri. Walau terlihat ceroboh dan tak berperasaan, gerakan pria itu tidak bisa dibilang amatiran. Dengan lihainya dia mengayunkan pedang seperti berdansa di tengah pertempuran bermandikan darah.Doanghai susah payah melawan dirinya dengan semua teknik yang dia kuasai. Pedang dan pisau mereka berdentang seolah berbunyi paling keras saking intens-nya pertempuran mereka berdua. Walau secara persenjataan, pisau milik Doanghai jauh lebi
Luka di perut Hongli telah dibalut rapi dengan kain oleh Fengyin. Pendarahan yang dia terima akhirnya bisa berhenti. Dia memutuskan untuk keluar dari persembunyian dan melihat apa yang terjadi di medan perang.Mata pria itu terbelalak seperti hendak keluar begitu melihat Yuan berhadapan dengan tiga makhluk raksasa yang berbentuk seperti cacing dengan kepala naga."Apa ... apa yang terjadi di sini? Kenapa Trondallo itu bisa bangkit dari tidurnya?" Suara Hongli bergetar, tak percaya.Beberapa orang Ner’iatu coba memperingatkan Yuan dari jauh untuk segera pergi menyelamatkan diri. Fengyin dan Hongli sudah berlari ke tengah lapangan berusaha membawa pergi bocah itu.Tapi Yuan tahu betul apa yang dia lakukan. Dia mengangkat tangan ke arah mereka berdua sebagai tanda untuk tidak mendekat lebih jauh.“Yuan cepat pergi dari sana!” Fengyin berteriak.Yuan mengangkat tinggi pisau hijaunya yang bergetar dalam frekuensi tinggi. Ketiga monster itu menggeram hebat. Dinding-dinding batu kembali berge
Yuan kini menjadi sosok yang berbeda di mata para Ner’iatu. Dia telah menjelma menjadi manusia suci yang harus dihormati oleh setiap jiwa. Bahkan Hongli, yang sudah melatihnya selama tiga hari terakhir, kini merasa seperti bertemu dengan orang yang sama sekali berbeda.Setelah turun dari kepala naga, Yuan—yang kini dikenal sebagai Saniyala—menggunakan kekuatannya untuk mengarahkan Trondallo kembali ke tempat mereka semula. Ketiga monster itu kembali menggali ke dalam tanah dengan tanduk di jidat, tetapi kali ini mereka tampak tidak akan kembali tertidur. Yuan kemudian mengumandangkan perintah pertamanya.“Para wanita, yang masih bisa bergerak, tolong rawat mereka yang luka-luka. Gunakan tanaman obat yang ada di ruangan Hongli,” perintahnya tegas.Semuanya segera menurut. Satu per satu, wanita-wanita di sana bergerak untuk membawa mereka yang terluka akibat pertempuran sebelumnya, mengarahkan mereka ke tempat perawatan. Yuan kemudian memanggil Doanghai.“Doanghai!” serunya.“Ya, Saniya
Seminggu kemudian setelah penyerangan Wuyan.Setelah penyerangan brutal oleh Wuyan, suasana di wilayah Ner’iatu terasa berat dan menyedihkan. Mereka yang gugur dalam pertempuran terakhir telah dimakamkan dengan penuh hormat di kebun yang dulu diurus oleh Enlai, sebuah tempat yang kini menjadi saksi bisu perjuangan dan pengorbanan mereka. Sebelas orang telah meninggal dalam pertempuran tersebut, termasuk Bunda Ketua, yang sangat dihormati oleh seluruh komunitas. Kehilangan ini merupakan pukulan telak bagi Ner’iatu, terutama karena jumlah anggota mereka memang sudah sedikit sejak awal.Setelah pertempuran, suasana perlahan kembali tenang. Mereka yang terluka mulai pulih dari cedera mereka, dan kesehatan mereka mulai pulih seiring waktu. Hongli, pria besar yang mengalami luka parah di perutnya, perlahan sembuh meski luka tersebut masih terkadang mengeluarkan pendarahan sesekali. Proses pemulihan ini adalah langkah awal yang penting untuk tujuan yang lebih besar ke depannya.Doanghai dan t
“Tunggu, apa? Kenapa kita harus pergi ke kerajaan Bing Qing?” Tanya Tangfei kebingungan.“Kalian tidak tahu kalau sebagian besar mata pencaharian warga Bing Qing adalah bertani karet. Jika ingin mencari getah, di sanalah tempatnya,” jelas Yuan kepada semuanya.“...”Semuanya terdiam. Mereka menangkap ada udang di balik batu di sini.“Katakan pada kami, Saniyala. Kita ke sana tidak hanya untuk mencari getah, iya kan?”Yuan bangkit dari tempat duduk tanpa berucap sepatah kata. Ini menimbulkan rasa curiga pada yang lain. Termasuk Fengyin yang hadir di sana merasa ada yang janggal di sini.“Kita akan bertemu di pintu utama goa dalam sepuluh menit. Persiapkan diri kalian dan bawa semua barang yang diperlukan.”Mereka berlima pergi dari ruangan, termasuk Hongli. Yuan mulai berbenah memasukkan kedua pisaunya ke sarung yang terikat di belakang punggung.“Ah, Fengyin, bisakah kau melakukan sesuatu untukku?”“Apa itu?”“Tolong panggilkan Enlai, aku ingin berbicara dengannya sekarang.”Rasa ragu
Gerobak yang diarak oleh belasan prajurit Wuyan semakin mendekati tempat persembunyian Yuan dan kelompoknya. Salah satu pria yang berjalan paling depan memberi isyarat kepada yang lain untuk berhenti secara tiba-tiba.“Ada apa, Kapten?” tanya seorang anak buah di belakangnya.“Aku mendengar sesuatu dari arah semak di atas sana.”Semua orang menoleh ke arah tempat di mana Yuan dan kawan-kawan bersembunyi. Mereka berusaha berbaring rata di tanah, berharap agar tidak ketahuan.“Aku tidak mendengar apa-apa.”Kapten tiba-tiba mengambil sebuah batu dari bawah kakinya dan melemparkannya ke atas tebing. Baru saja batu itu mengenai kepala Enlai, tiga ekor burung murai terbang melayang ketika mendengar hentakan batu tersebut ke tanah.“Hmm, hanya seekor burung. Ayo lanjutkan perjalanan, semuanya!”Karavan kembali bergerak menuju area perbatasan kerajaan Bing Qing.Enlai mengusap kepalanya yang bengkak tertimpa batu. Melihat gerobak semakin menjauh, Tangfei yang paling semangat untuk melakukan p
Fengyin duduk di atas batu di depan makam, sementara deru air terjun mengisi keheningan. Hati yang sendu mengisi tempat itu, yang kini dipenuhi dengan jiwa-jiwa pejuang dari suku Ner’iatu yang telah gugur.Di hadapan makam Bunda Ketua, Fengyin mengelus batu nisan dengan penuh haru, merindukan kepergian yang tiba-tiba. Suara lembut seorang wanita paruh baya membuyarkan lamunannya.“Fengyin, kau tidak apa-apa? Kenapa kau menangis?”Fengyin cepat-cepat menghapus air mata, “Tidak, aku hanya merenungi tempat ini. Rasanya seperti aku bisa merasakan penderitaan jiwa-jiwa yang ada di sini.”Wanita itu tersenyum sendu, “Kau adalah pacar Saniyala, bukan?”“Aku tunangan Yuan. Kami berencana menikah setelah tiga tahun. Jika saja Wuyan tidak menyerang saat ulang tahun Yuan, kami mungkin akan hidup bahagia tanpa harus menghadapi situasi ini.”“Kau tahu, selain Saniyala, kami juga memiliki suratan takdir untuk seseorang yang bersamanya.”“Apa maksudmu, Wang Jing?”“Perjalanan Saniyala ke depan tidak