Renata duduk di hadapan Rendy di dalam helikopter, atmosfer di antara mereka terasa tegang. Hening sejenak setelah kata-kata Rendy, dan hanya terdengar dengung mesin helikopter yang menyiapkan diri untuk terbang. Renata, yang biasanya tenang dan percaya diri, kini terlihat sedikit gelisah.“Aku tahu,” jawab Renata pelan, matanya menatap langsung ke arah Rendy. “Kamu tidak memanggilku ke sini hanya untuk urusan biasa.”Rendy mengangguk, matanya dingin namun fokus. “Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi, Renata. Bukan hanya tentang James Chung atau Vera Huang. Mereka hanya pion di dalam permainan yang lebih luas.”“Aura pembunuh di Jamuan Makan Malam Emas,” lanjut Renata, mengikuti alur pikiran Rendy. “Aku juga merasakannya. Tapi aku tidak bisa menentukan siapa di antara para tamu yang membawanya.”Rendy menatap Renata dengan lebih serius, tanda bahwa mereka sedang berada di ambang bahaya yang lebih dalam dari yang diperkirakan. "Itu bukan sekadar aura pembunuh biasa. Ada kek
Renata tetap berada di Kota Chindo, memantau segala pergerakan Sheila Tanoto yang mulai membangun markas di Kota Javali. Sheila memang cerdik, tetapi Renata lebih waspada dan punya jaringan pengawasan yang luas. Di balik semua itu, Renata tahu bahwa rencana besar ini bukan hanya soal menundukkan Sheila, tetapi juga menggagalkan sosok misterius yang mengendalikan Sheila dari balik layar.Setelah melihat dan mengawasi Rendy di Equator Cafe & Resto, Renata merasa sudah waktunya menghubungi Katrin Chow, Jessy Liu, dan Kristin Chen, tiga wanita yang bukan hanya sekadar sekutu, tetapi juga bagian dari kelompok Elemental Naga, yang memiliki kekuatan khusus. Mereka adalah kunci untuk menyelesaikan pertarungan ini.Saat Rendy tengah berpura-pura lengah dan jatuh ke dalam rencana Sheila, Renata yang berada di seberang ruangan dengan tenang memperhatikan. Dia tahu persis apa yang dilakukan Rendy—membiarkan Sheila berpikir bahwa dia sudah menang. Dengan Pil Pemusnah Jiwa milik Sheila, Rendy tampa
Tak lama kemudian, Sheila tiba dengan beberapa pasukan yang dibentuknya di Khatulistiwa untuk melihat kondisi Naga Perang. Namun yang dilihatnya adalah Naga Perang yang sudah sadar sepenuhnya serta dikelilingi empat wanita yang berdiri di sampingnya.Tentu saja ia terkejut melihat kondisi Naga Perang yang sehat dan bugar, padahal Racun Pemusnah Jiwa dari pil yang dimasukkannya ke minuman Naga Perang telah mempengaruhi tubuhnya dan membuatnya lemah tak berdaya. Belum sempat ia bicara, sudah terdengar suara keras dari Elemental Naga."Sheila Tanoto! Beraninya kamu menggunakan cara licik untuk menangkap Naga Perang!" seru Katrin yang berpakaian serba merah."Dasar wanita jahat! Naga Perang telah mengampunimu tapi begini balasan yang didapatkannya darimu?" tanya Jessy yang berpakaian serba hitam."Jendral Wang akan menghancurkanmu kali ini, Sheila! Aku akan minta Presiden menurunkan titah untuk menyerang Negeri Malam dan menghancurkannya!" ancam Kristin yang berpakaian serba biru."Berani
Bangunan kosong itu masih sunyi, dikelilingi reruntuhan dan bayang-bayang senja yang mulai memudar. Sheila berdiri tegak di depan Naga Perang, matanya tak goyah sedikit pun meski kekuatan besar yang meliputi musuhnya tampak menguasai sekitarnya. Ucapan mereka tentang pasukan Elemental Naga yang sudah mengepung Kota Javali seolah angin lalu baginya. Pandangannya menyapu sekeliling, namun ia tidak melihat satu sosok pun."Sekarang, Sheila... apa kamu mau menyerah?" Naga Perang menantang, senyuman licik terlukis di wajahnya.Sheila mendengus sinis. "Menyerah padamu? Cih! Di Negeri Malam, kamu bukan apa-apa. Legenda di Khatulistiwa mungkin menyebutmu hebat, tapi kami memiliki sosok yang jauh lebih kuat!" Ia bicara penuh keyakinan, keangkuhan terpancar di setiap kata.Naga Perang hanya tertawa pendek. "Aku bukan yang terhebat. Elemental Naga-lah yang hebat," balasnya datar.Tawa Sheila pecah, menggema di udara yang makin berat. "Kamu terlalu meremehkan Negeri Malam, Naga Perang. Sekarang,
Suara payung Laras bertemu dengan serangan Jessy yang luar biasa kuat menimbulkan getaran kekuatan yang mengalir di udara. Laras terkejut, payungnya hampir terlepas dari tangannya akibat kekuatan pukulan itu. Jessy tersenyum sinis, matanya memancarkan kepuasan. "Apakah ini kekuatan yang kamu banggakan, Empat Penjuru Angin?"Laras mendengus, kembali memperkuat posisinya. "Jangan meremehkan kami!" teriaknya, memutar payungnya dengan cepat dan mengarahkan serangan balik ke arah Jessy.Namun, Jessy hanya melangkah ke samping, dengan mudah menghindari serangan itu. "Lambat," gumamnya sebelum melancarkan tendangan yang mengenai tubuh Laras, melemparkannya ke belakang beberapa meter.Sementara itu, Lena, dengan selendangnya yang melambai-lambai di udara, bergerak maju. "Kami tidak akan menyerah dengan mudah," katanya, suaranya dipenuhi keyakinan. Selendangnya bergerak dengan kecepatan kilat, seperti ular yang melilit, berusaha mengikat Jessy.Tetapi Jessy bergerak lebih cepat, tubuhnya memut
Larasati Wijaya berdiri mematung di bawah langit malam yang mendung, tubuhnya yang ramping berbalut mantel hitam menyatu dengan kegelapan, namun kulitnya—putih bersih, seakan memancarkan cahaya dari dalam—berbeda jauh dari penduduk Negeri Malam di sekelilingnya. Mereka, dengan wajah pucat dan tatapan kosong, bergerak lamban, sementara Laras tersenyum sinis, memperlihatkan gigi-giginya yang biasa, tidak seperti taring tajam yang sering muncul di wajah warga Negeri Malam saat berbicara."Katrin Chow," Laras memulai dengan suara yang hampir berbisik, tapi penuh arti. Udara di sekitar mereka terasa dingin, menusuk tulang. "Aku sudah lama mengagumi caramu berbisnis. Bagaimana dalam waktu singkat, Wang Industries menelan habis semua yang ada di hadapannya, seperti monster yang lapar tak terpuaskan. Tapi aku tak pernah menyangka, selain pengusaha, kau juga petarung hebat. Pasukan Bayanganmu... mengerikan. Mereka bisa membantai pasukan Negeri Malam tanpa berkedip. Jika saja kita bukan musuh,
Laras mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, tatapannya tajam dan dingin. “Bagaimana kalau suatu hari, kau harus memilih antara Naga Perang dan dirimu sendiri? Apa kau masih akan setia? Atau kau akan menyelamatkan dirimu sendiri?”Kata-kata itu menggantung di udara, berat dan tajam, menusuk malam yang semakin pekat. Katrin tidak segera menjawab. Ia menatap Laras dengan tatapan yang sulit ditebak, seolah menimbang-nimbang makna di balik pertanyaan itu.“Aku tidak pernah memilih antara diriku dan Naga Perang,” jawab Katrin akhirnya, suaranya rendah tapi tegas. “Karena kami adalah satu. Apa yang terjadi pada Naga Perang, terjadi pada kami semua. Kami akan menang atau jatuh bersama.”Laras memandang Katrin dengan mata menyipit, mencoba membaca setiap getaran dalam suara dan gerakan tubuh lawannya. Namun, ia hanya menemukan ketenangan yang tak tergoyahkan, seperti batu karang yang diterjang ombak ribuan kali namun tetap berdiri kokoh.“Sungguh tangguh,” gumam Laras, hampir kepada diri
Di bawah cahaya remang-remang, Jessy berdiri berhadapan dengan Lintang Kalani, salah satu pengawal Sheila yang dikenal sebagai anggota Empat Penjuru Angin. Wajah Lintang memancarkan pesona eksotik, perpaduan kecantikan oriental dan tropis, membuatnya tampak luar biasa memikat. Kulitnya kecokelatan, ciri khas penduduk Kepulauan Tropis di Negeri Khatulistiwa—tempat di mana garis keturunan Khatulistiwa dan Negeri Cakrawala bertemu. Namun, Jessy tidak bisa mengabaikan rasa heran melihat gadis ini bergabung dengan Negeri Malam. Bagaimana bisa gadis yang terlihat begitu polos ini terlibat di dunia kelam itu? Pasti Sang Pewaris yang merekrutnya, mungkin saat pria itu berada di Khatulistiwa.Lintang memang lebih mungil dibandingkan Laras. Rambutnya dikuncir kuda seperti Renata, memberinya kesan manis dan tanpa ancaman. Namun, Jessy tahu lebih baik daripada percaya penampilan. Sebuah bisikan dingin dari Naga Perang mengingatkan, "Jangan tertipu wajahnya yang imut. Lintang jauh lebih berbahaya