Fajar mulai menyingsing di balik pegunungan, menerangi medan pertempuran yang tampak damai. Namun, ketegangan yang tak kasatmata menggantung di udara, berat, seperti tanda-tanda sebelum badai datang. Rendy Wang dan pasukannya bergerak menuju perbatasan, derap kaki mereka berbaris rapi, menggema di atas tanah keras yang berdebu. Suara peralatan tempur dan derit ransel semakin jelas terdengar, menyatu dengan desiran angin yang dingin di pagi hari. Di tengah keheningan yang begitu mencekam, ketenangan ini terasa seperti ilusi, seakan-akan bahaya sedang menunggu di sudut berikutnya.Di barisan belakang, The Killer yang masih menyamar sebagai dokter lapangan, terus memperhatikan Rendy dengan mata elangnya di balik kacamata tebal. Setiap langkah yang diambil Rendy seperti dihitung, diukur, dan diincar. The Killer tahu, saat ini adalah kesempatan yang sempurna—di mana tak ada jalan keluar bagi targetnya. Jarak antara mereka semakin dekat, dan inilah saatnya. Rendy Wang harus dihabisi, bukan
Rendy mundur beberapa langkah, masih menggenggam pisau yang berlumuran darah di tangannya. Tubuhnya terasa baik-baik saja untuk saat ini, tapi kata-kata The Killer menggema dalam pikirannya—racun sudah menyebar. Apa itu benar? Di mana dan kapan ia terkena racun? Apa ini semacam siasat dari pembunuh bayaran ini untuk membuatnya lemah dan hilang kewaspadaan?Senyum tipis di wajah The Killer perlahan menghilang. Luka di rusuknya serius, tapi dia tetap berdiri tegak, seolah tidak merasakan sakit sedikit pun. Ada keheningan yang menyeramkan saat mereka berdua saling menatap, seolah-olah medan pertempuran di sekitar mereka lenyap, hanya menyisakan pertarungan mental di antara mereka. Aura pembunuh yang sangat kuat di antara keduanya bahkan bisa membuat orang biasa kesakitan apabila berada di sekitar mereka.Beberapa prajurit langsung terjatuh dan tewas seketika sehingga Rendy memerintahkan mereka untuk menjauh dari area pertarungan mereka agar tidak terkena imbas yang serupa.Clara, yang be
"Kalian, lanjutkan perjalanan menuju perbatasan! Kapten Lauw akan memimpin kalian untuk sementara!" perintah Rendy yang disertai anggukan kepala Kapten Lauw dan seluruh anak buahnya.Baru kali ini mereka menyaksikan kehebatan Naga Perang secara langsung sehingga membuat mereka kagum dengan kemampuan hebat pimpinan mereka ini."Kalian dengar perintah pimpinan ... kita lanjutkan perjalanan menuju ke garis batas pertempuran tapi kita menahan diri dulu, menunggu pimpinan kembali!" seru Kapten Jonathan Lauw yang merupakan pria yang lebih senior daripada Rendy tapi sangat menghormati Rendy yang lebih muda karena strategi Naga Perang sangat manjur untuk memenangkan pertempuran."Prajurit Liu, jaga Letnan baik-baik!" lanjut Kapten Lauw, kemudian bergegas pergi meninggalkan mereka karena Rendy menolak untuk dikawal beberapa prajurit.Kapten Lauw menganggukan kepalanya memberi hormat kemudian berlalu dari hadapan Rendy."Kamu memang hebat, Letnan! Bahkan Kapten Lauw yang lebih senior menghormat
Matahari siang menggantung di atas langit cerah, sinarnya memantul di kaca jendela Paradise Hill, mengisi udara dengan kehangatan yang menekan. Rendy memarkir mobil MBenz putih di depan bangunan mewah itu, suara mesin mobil berhenti bersamaan dengan keheningan sesaat. Di sekeliling mereka, aroma bunga bougainvillea yang mekar samar-samar terbawa oleh angin hangat, mengiringi tanya yang keluar dari bibirnya, "Jadi, kamu benar-benar akan pergi dengan James ke acara Naga Perang, Cin?"Cindy berbalik, pandangannya menusuk seperti sinar matahari yang membakar langsung kulit. Keringat kecil mengalir di pelipisnya, bukan hanya karena panas, tapi juga oleh rasa marah yang mendidih di dalam dirinya. "Kabarnya Katrin Chow akan hadir. Pengusaha besar yang jarang muncul di publik. Aku sangat mengaguminya, bukan Katrin temanmu yang terus ikut campur dalam hidup kita!" suaranya tegas, setiap kata seolah dihempaskan dengan keras.Rendy tetap tenang, walaupun di dalam dadanya bergolak. Jika saja Cind
Kota Chindo selalu menggeliat, siang dan malam, tak pernah mengenal lelah. Sinar matahari siang menembus gedung-gedung pencakar langit yang menjulang, sementara jalanan penuh dengan deretan mobil mewah yang melaju mulus di aspal hitam.Kota yang dicap sebagai Kota Miliarder ini memang sangat beralasan karena semuanya serba mewah di Kota Chindo. bagi penggemer kuliner juga disajikan Koki Michelin yang berkelas dengan suguhan makanan berkelas yang mempesona. Tidak ada yang murah di Kota Chindo, serta tidak ada penduduk yang miskin di kota ini. Walaupun bekerja, kekayaan para karyawan ini melebihi karyawan-karyawan yang bekerja di Kartanesia karena kebanyakan eksekutif muda yang bekerja di perkantoran Chindo ini merupakan keturunan miliarder.Berbeda dari Kartanesia yang megah dengan kantor-kantor pemerintahan dan industri raksasa, serta Underground City yang mempesona wisatawan dengan pesona bawah tanahnya, Kota Chindo adalah gabungan dari semuanya—industri, pariwisata, dan hunian. Denyu
Jessy mengangguk, menyeringai melihat antusiasme yang terpancar di wajah Rendy. “Tentu saja, Ketua. Namamu sudah ada di daftar pembalap eksklusif. Mereka tak sabar menunggu aksi Naga Perang di sirkuit,” ucapnya, nada suaranya menggoda.Melihat raut wajah Rendy yang seperti dulu membuat gairah Jessy semakin meningkat. "Aku harus bisa merebut hati Ketua lagi seperti dulu, bukan perempuan yang tidak bisa menghargainya yang sekarang menjadi istrinya."Rendy tersenyum, matanya berbinar-binar. Aroma udara malam yang sejuk terasa menenangkan, namun di balik ketenangan itu, ada denyut adrenalin yang mulai merayap di pembuluh darahnya. Kota Chindo dengan segala kemewahannya bukan sekadar pusat bisnis, tapi juga panggung bagi ambisi dan kebebasan. Ia dapat merasakan ketegangan di dadanya, rasa lapar yang tak tertahankan untuk kembali ke lintasan, mendengar deru mesin mobil yang menggelegar dan menyatu dengan aspal.Mengingat masa lalu membuat semua masalahnya terlupakan untuk sejenak. Bersama J
Begitu keluar dari gerbang perumahan, Rendy menambah gas. Mobil itu merespon dengan cepat, melesat maju dengan tenaga yang luar biasa. Jalanan Kota Chindo yang biasanya ramai kini tampak lebih sepi, sempurna untuk uji coba pertama mobil supernya. Ia melaju melewati gedung-gedung kaca yang memantulkan bayangan mobil hitam itu seperti kilatan kilat di tengah malam.Papan-papan iklan yang berseliweran di gedung-gedung tinggi dalam bentuk layar televisi yang biasa disebut Videotron membuat jalanan lebih terang di malam hari.Para miliarder di Kota Chindo tengah menghadiri Jamuan Makan Malam Naga Perang agar bisa berinteraksi langsung dengan sosok yang melegenda itu sehingga jalanan Kota Chindo agak sepi malam ini.Tangan Rendy dengan lincah memainkan perpindahan gigi, membuat setiap akselerasi terasa lebih mulus namun bertenaga. Udara malam masuk melalui celah kecil jendela, membawa aroma aspal yang baru basah oleh embun malam. Suara angin yang memecah di sekitar mobil menjadi latar belak
James Chung tiba di Paradise Hill dengan elegan, mengendarai mobil B-M-W hitam yang mengilap, seolah-olah memotong malam yang sejuk dengan sorot lampu yang memancar tajam. Setiap detik perjalanan terasa penuh keyakinan. Matanya menatap ke depan, membayangkan Cindy Huang—wanita yang akan ia nikahi. Cindy, yang belum tersentuh oleh Rendy, memberinya keyakinan bahwa dialah pria yang akan mempersuntingnya, bukan sekadar pewaris janda dari pernikahan yang gagal.Saat James mematikan mesin dan keluar dari mobilnya, Vera Huang terlihat terburu-buru keluar dari rumah besar itu. Tumitnya berdetak di atas lantai marmer teras, menimbulkan suara yang bergaung di udara malam yang hening. Wajahnya terlihat riang, tapi ada ketergesaan yang tersembunyi di balik senyuman lebarnya. Matanya berbinar, penuh harap."James... kamu tampan sekali malam ini," katanya, suaranya manis namun sarat dengan kegembiraan yang penuh perhitungan. Pujian yang terlontar seperti gula, manis tapi penuh niat.James tersenyu