Malam semakin larut, angin dingin yang membawa debu gurun menyusup di antara tenda-tenda perkemahan. Di sekitar mereka, para prajurit bergerak dalam hening, menjaga garis pertahanan dengan kewaspadaan tinggi, meskipun sepi, namun ketegangan terasa menekan udara.The Killer, yang masih menyamar sebagai dokter, melangkah perlahan mendekati tenda utama. Setiap gerakannya tampak natural, namun di balik kacamata tebal itu, pikirannya bekerja cepat, menganalisis segala hal yang ada di sekitarnya—posisi prajurit, pola pergerakan mereka, dan terutama, di mana Rendy berada. Ia telah mempelajari targetnya dengan sangat teliti, memahami bahwa Rendy bukanlah musuh biasa. Dan misi ini tidak hanya tentang membunuhnya. Ini tentang menghancurkan seluruh eksistensi sang Dewa Perang.Tadi, Dewa Perang ini mulai mencurigai dirinya jadi dia harus hati-hati dalam bertindak agar bisa melenyapkan sasarannya ini hanya dalam satu serangan saja.Rendy berdiri di dekat peta strategi yang tergelar di atas meja k
Suasana semakin mencekam ketika malam semakin dalam. Udara dingin menyelusup di antara celah-celah tenda, membungkus semuanya dalam kesunyian yang menegangkan. Di sekitar perkemahan, para prajurit mulai bersiap-siap untuk hari esok, namun Rendy tahu, ancaman tidak menunggu pagi tiba. Ancaman itu sudah ada di sini—berada begitu dekat, bernafas di punggungnya. The Killer, sang pembunuh bayaran yang terkenal dengan kemampuan menghilangkan setiap jejak korbannya, berdiri di hadapannya, menyamar sebagai dokter lapangan.Rendy melangkah keluar dari tenda, menghirup dalam-dalam udara yang berbau pasir dan darah yang tertunda. Langit malam di atas Khatulistiwa terasa begitu berat, seolah-olah menekan punggungnya dengan beban yang tidak terlihat. Ia merasakan kehadiran musuh, bukan hanya di luar garis perbatasan, tapi juga di dalam, bersembunyi di antara orang-orang yang ia percayai.Clara Li, yang selama ini bersikap santai, mulai merasa sesuatu yang berbeda. Matanya mengikuti langkah Rendy d
Fajar mulai menyingsing di balik pegunungan, menerangi medan pertempuran yang tampak damai. Namun, ketegangan yang tak kasatmata menggantung di udara, berat, seperti tanda-tanda sebelum badai datang. Rendy Wang dan pasukannya bergerak menuju perbatasan, derap kaki mereka berbaris rapi, menggema di atas tanah keras yang berdebu. Suara peralatan tempur dan derit ransel semakin jelas terdengar, menyatu dengan desiran angin yang dingin di pagi hari. Di tengah keheningan yang begitu mencekam, ketenangan ini terasa seperti ilusi, seakan-akan bahaya sedang menunggu di sudut berikutnya.Di barisan belakang, The Killer yang masih menyamar sebagai dokter lapangan, terus memperhatikan Rendy dengan mata elangnya di balik kacamata tebal. Setiap langkah yang diambil Rendy seperti dihitung, diukur, dan diincar. The Killer tahu, saat ini adalah kesempatan yang sempurna—di mana tak ada jalan keluar bagi targetnya. Jarak antara mereka semakin dekat, dan inilah saatnya. Rendy Wang harus dihabisi, bukan
Rendy mundur beberapa langkah, masih menggenggam pisau yang berlumuran darah di tangannya. Tubuhnya terasa baik-baik saja untuk saat ini, tapi kata-kata The Killer menggema dalam pikirannya—racun sudah menyebar. Apa itu benar? Di mana dan kapan ia terkena racun? Apa ini semacam siasat dari pembunuh bayaran ini untuk membuatnya lemah dan hilang kewaspadaan?Senyum tipis di wajah The Killer perlahan menghilang. Luka di rusuknya serius, tapi dia tetap berdiri tegak, seolah tidak merasakan sakit sedikit pun. Ada keheningan yang menyeramkan saat mereka berdua saling menatap, seolah-olah medan pertempuran di sekitar mereka lenyap, hanya menyisakan pertarungan mental di antara mereka. Aura pembunuh yang sangat kuat di antara keduanya bahkan bisa membuat orang biasa kesakitan apabila berada di sekitar mereka.Beberapa prajurit langsung terjatuh dan tewas seketika sehingga Rendy memerintahkan mereka untuk menjauh dari area pertarungan mereka agar tidak terkena imbas yang serupa.Clara, yang be
"Kalian, lanjutkan perjalanan menuju perbatasan! Kapten Lauw akan memimpin kalian untuk sementara!" perintah Rendy yang disertai anggukan kepala Kapten Lauw dan seluruh anak buahnya.Baru kali ini mereka menyaksikan kehebatan Naga Perang secara langsung sehingga membuat mereka kagum dengan kemampuan hebat pimpinan mereka ini."Kalian dengar perintah pimpinan ... kita lanjutkan perjalanan menuju ke garis batas pertempuran tapi kita menahan diri dulu, menunggu pimpinan kembali!" seru Kapten Jonathan Lauw yang merupakan pria yang lebih senior daripada Rendy tapi sangat menghormati Rendy yang lebih muda karena strategi Naga Perang sangat manjur untuk memenangkan pertempuran."Prajurit Liu, jaga Letnan baik-baik!" lanjut Kapten Lauw, kemudian bergegas pergi meninggalkan mereka karena Rendy menolak untuk dikawal beberapa prajurit.Kapten Lauw menganggukan kepalanya memberi hormat kemudian berlalu dari hadapan Rendy."Kamu memang hebat, Letnan! Bahkan Kapten Lauw yang lebih senior menghormat
Matahari siang menggantung di atas langit cerah, sinarnya memantul di kaca jendela Paradise Hill, mengisi udara dengan kehangatan yang menekan. Rendy memarkir mobil MBenz putih di depan bangunan mewah itu, suara mesin mobil berhenti bersamaan dengan keheningan sesaat. Di sekeliling mereka, aroma bunga bougainvillea yang mekar samar-samar terbawa oleh angin hangat, mengiringi tanya yang keluar dari bibirnya, "Jadi, kamu benar-benar akan pergi dengan James ke acara Naga Perang, Cin?"Cindy berbalik, pandangannya menusuk seperti sinar matahari yang membakar langsung kulit. Keringat kecil mengalir di pelipisnya, bukan hanya karena panas, tapi juga oleh rasa marah yang mendidih di dalam dirinya. "Kabarnya Katrin Chow akan hadir. Pengusaha besar yang jarang muncul di publik. Aku sangat mengaguminya, bukan Katrin temanmu yang terus ikut campur dalam hidup kita!" suaranya tegas, setiap kata seolah dihempaskan dengan keras.Rendy tetap tenang, walaupun di dalam dadanya bergolak. Jika saja Cind
Kota Chindo selalu menggeliat, siang dan malam, tak pernah mengenal lelah. Sinar matahari siang menembus gedung-gedung pencakar langit yang menjulang, sementara jalanan penuh dengan deretan mobil mewah yang melaju mulus di aspal hitam.Kota yang dicap sebagai Kota Miliarder ini memang sangat beralasan karena semuanya serba mewah di Kota Chindo. bagi penggemer kuliner juga disajikan Koki Michelin yang berkelas dengan suguhan makanan berkelas yang mempesona. Tidak ada yang murah di Kota Chindo, serta tidak ada penduduk yang miskin di kota ini. Walaupun bekerja, kekayaan para karyawan ini melebihi karyawan-karyawan yang bekerja di Kartanesia karena kebanyakan eksekutif muda yang bekerja di perkantoran Chindo ini merupakan keturunan miliarder.Berbeda dari Kartanesia yang megah dengan kantor-kantor pemerintahan dan industri raksasa, serta Underground City yang mempesona wisatawan dengan pesona bawah tanahnya, Kota Chindo adalah gabungan dari semuanya—industri, pariwisata, dan hunian. Denyu
Jessy mengangguk, menyeringai melihat antusiasme yang terpancar di wajah Rendy. “Tentu saja, Ketua. Namamu sudah ada di daftar pembalap eksklusif. Mereka tak sabar menunggu aksi Naga Perang di sirkuit,” ucapnya, nada suaranya menggoda.Melihat raut wajah Rendy yang seperti dulu membuat gairah Jessy semakin meningkat. "Aku harus bisa merebut hati Ketua lagi seperti dulu, bukan perempuan yang tidak bisa menghargainya yang sekarang menjadi istrinya."Rendy tersenyum, matanya berbinar-binar. Aroma udara malam yang sejuk terasa menenangkan, namun di balik ketenangan itu, ada denyut adrenalin yang mulai merayap di pembuluh darahnya. Kota Chindo dengan segala kemewahannya bukan sekadar pusat bisnis, tapi juga panggung bagi ambisi dan kebebasan. Ia dapat merasakan ketegangan di dadanya, rasa lapar yang tak tertahankan untuk kembali ke lintasan, mendengar deru mesin mobil yang menggelegar dan menyatu dengan aspal.Mengingat masa lalu membuat semua masalahnya terlupakan untuk sejenak. Bersama J
Dengan kecepatan yang tak terbayangkan, Rendy melesat ke depan seperti kilatan petir yang menyambar langit. Pedang Penakluk Iblis di tangannya bergetar, memancarkan cahaya merah menyala yang menebarkan hawa kematian di sekelilingnya. Dalam satu tebasan, gelombang energi memancar deras, menggetarkan udara dan menciptakan pusaran angin yang menghantam para praktisi keluarga Zhao dengan kekuatan dahsyat."Kalian yang mencari kematian kalian sendiri! Aku telah memberi kalian kesempatan untuk hidup! Kini, kesempatan itu telah hilang!" teriak Rendy yang bergerak dengan sangat cepat sehingga tidak kelihatan oleh mata biasa.Wuuusssh!Clash!Jeritan kesakitan menggema saat beberapa dari mereka terpental ke belakang, menghantam dinding dengan keras hingga retakan besar terbentuk di sekitarnya. Sementara itu, yang lain bahkan tak sempat menghindar—hanya ada kilatan merah yang membelah tubuh mereka, meninggalkan sisa-sisa tubuh yang jatuh dengan suara berdebum ke tanah."Apa ini? Dasar iblis! Ti
Malam itu, kediaman Keluarga Besar Zhao dipenuhi ketegangan yang merayap di setiap sudut benteng megah mereka. Cahaya lentera berkelap-kelip, memantulkan bayangan tajam dari para kultivator dan praktisi bela diri yang berjaga. Mata mereka tajam, napas tertahan, tangan menggenggam erat senjata seolah bersiap menghadapi bahaya yang sewaktu-waktu bisa menerjang.Di tengah ruang utama yang dipenuhi aroma dupa, seorang pria tua duduk di singgasananya dengan tenang. Rambut dan janggut putihnya tergerai panjang, namun tubuhnya yang bercahaya menunjukkan bahwa usia bukanlah batasan bagi kekuatannya. Zhao Tiangxin, pemimpin Keluarga Besar Zhao, menatap tajam ke arah seorang pengintai yang baru saja kembali dari misi penyelidikan."Siapa yang cukup kejam menghancurkan Keluarga Besar Xie?" Suaranya berat, penuh wibawa, bergema di seluruh ruangan.Kultivator pengintai itu menelan ludah sebelum menjawab, tubuhnya sedikit gemetar. "Lapor, Tuan Besar! Pembunuh Patriark Xie adalah seorang pemuda yang
Rendy Wang berdiri tegap, tubuhnya dikelilingi aura merah dan emas yang berkobar liar, seolah mencerminkan amarah yang membakar dalam dirinya. Luka di bahunya menghangat, darah menetes perlahan, tetapi tatapannya tetap dingin, penuh determinasi.Xie Wu Jie, terhuyung di atas tanah yang retak, mencengkeram dadanya yang kini tercabik oleh tebasan Pedang Penakluk Iblis. Napasnya berat, tetapi di balik wajahnya yang penuh luka, senyum tipis terukir. "Kau pikir ini sudah berakhir?" suaranya parau, tapi penuh kepastian.Tiba-tiba, udara di sekitar mereka bergetar hebat. Gelombang energi hitam membuncah dari tubuh Xie Wu Jie, menyelimuti langit malam yang semakin kelam. Bayangan-bayangan pekat menjulur dari tanah, berputar-putar seperti tentakel yang mencari mangsa."Roh Pembalasan... Bangkitlah!"Teriakan Xie Wu Jie menggema, dan dari balik bayangan, sesosok entitas raksasa mulai terbentuk. Wujudnya menyerupai iblis bertaring dengan mata merah menyala dan tanduk berliku. Udara menjadi semak
Langit malam membentang kelam, hanya dihiasi bulan pucat yang menggantung dingin di antara gumpalan awan gelap. Udara terasa berat, dipenuhi ketegangan yang nyaris tak tertahankan. Energi bertabrakan di udara, menggetarkan tanah dan membuat dedaunan berdesir liar seakan gemetar ketakutan. Aroma besi yang samar tercium, bercampur dengan hawa panas dari pertarungan yang akan segera meletus.Rendy Wang berdiri dengan kedua kakinya tertanam kokoh di tanah yang mulai retak akibat tekanan kekuatan mereka. Kedua tangannya menggenggam senjata masing-masing—Pedang Kabut Darah yang memancarkan aura merah pekat di tangan kiri, dan Pedang Penakluk Iblis yang berpendar keemasan di tangan kanan. Matanya menyala tajam, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Di hadapannya, Xie Wu Jie melangkah maju, auranya semakin pekat, seperti kabut hitam yang siap melahap segala yang mendekat. Ia memegang tombak hitam dengan ukiran naga yang melilit sepanjang gagangnya, sementara tangan satunya menggenggam tong
Angin malam berembus liar, menggugurkan dedaunan kering yang beterbangan di antara dua sosok yang berdiri berhadapan. Mata Rendy Wang menyala tajam, kilatan emas berpendar di irisnya, sementara Xie Wu Jie berdiri tegap dengan senyum meremehkan. Tidak tampak rasa takut sedikit pun terhadap Naga Perang padahal Rendy telah berhasil menghancurkan segel kunonya yaitu Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit yang membuat kediaman Keluarga Xie terbuka untuk umum.Tanpa aba-aba, Rendy mengayunkan Pedang Penakluk Iblisnya. Kilatan keemasan membelah udara, meledak ke arah lawannya seperti ombak yang mengamuk. Gelombang energi yang ia lepaskan begitu kuat hingga tanah di bawahnya retak, menciptakan pola pecahan yang berpusat di kakinya.Namun, Xie Wu Jie tetap bergeming. Dengan satu tangan, ia membentuk segel aneh di udara, menciptakan perisai energi transparan yang menyerap serangan itu seakan tidak berarti."Hah!" Xie Wu Jie terkekeh meremehkan. "Pedangmu memang legendaris, tapi kekuatanmu masih belum
Langkah Rendy menggema di sepanjang jalan berbatu menuju kediaman Keluarga Xie. Setiap derap kakinya terasa berat, namun tak ada keraguan dalam sorot matanya. Cahaya bulan menggantung pucat di langit, memantulkan bayangan tubuhnya yang berlumuran darah—bukan darahnya, melainkan darah para lawan yang telah ia tumbangkan. Aroma anyir masih melekat di bajunya yang terkoyak, namun itu tak menghambat langkahnya.Udara malam dipenuhi kesunyian yang menyesakkan, seolah alam pun menahan napas, menyaksikan kehadiran seorang lelaki yang datang membawa badai. Di halaman luas kediaman Xie, bayangan manusia mulai bergerak. Satu per satu, para praktisi bela diri Keluarga Xie bermunculan dari kegelapan, mengenakan jubah hitam bersulam lambang keluarga mereka. Mata mereka, penuh dengan kilatan kebencian yang telah mengendap bertahun-tahun, menatapnya tanpa sedikit pun rasa gentar.Seorang lelaki bertubuh tegap melangkah ke depan, wajahnya dipenuhi bekas luka yang menandakan pengalaman tempurnya. Suar
Langit malam tampak seperti sobekan tinta hitam yang dilumuri cahaya merah menyala. Pusaran energi iblis berputar di atas kepala Rendy, menciptakan tekanan dahsyat yang membuat tanah di sekitarnya retak dan bergetar. Dari dalam pusaran itu, tujuh sosok berjubah gelap turun perlahan, tubuh mereka diselimuti kabut pekat yang berdenyut dengan kekuatan jahat.Mata mereka bersinar merah seperti bara neraka, menatap Rendy dengan pandangan yang penuh kebencian. Setiap langkah mereka meninggalkan bekas hitam di tanah, seolah bumi sendiri menolak keberadaan mereka. Angin berdesir, membawa aroma darah dan kematian."Kami adalah Penjaga Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit," suara salah satu dari mereka bergema, seakan berasal dari kedalaman jurang tak berdasar. "Jika kau ingin menghancurkan formasi ini, kau harus melewati kami lebih dulu."Rendy menggenggam pedangnya erat, merasakan energi spiritualnya berputar liar di dalam meridian. Jubahnya berkibar diterpa badai energi yang berkecamuk. Dari keja
Guardian mengangkat wajahnya, menatap langit yang kini berdenyut dengan energi gelap. Cahaya ungu berputar-putar di atas mereka, membentuk lingkaran raksasa dengan simbol-simbol kuno yang berpendar di setiap sisinya. Formasi Tujuh Dewa Iblis Langit mulai aktif sepenuhnya.Rendy mengeratkan genggamannya pada pedang, tubuhnya masih dipenuhi luka dari bentrokan sebelumnya. Namun, semangatnya tidak redup sedikit pun. Sebaliknya, auranya semakin menggelegar, menyelimuti sekelilingnya dengan tekanan luar biasa. Ia menatap Guardian dengan penuh keteguhan."Jika aku tidak menghancurkan formasi ini sekarang, kehancuran akan menelan dunia ini," gumamnya.Guardian berdiri perlahan, tubuhnya gemetar karena luka yang ia derita. Namun, tatapan matanya masih menyala dengan tekad. "Kau memang luar biasa, Rendy. Tapi aku belum mengeluarkan seluruh kekuatanku."Sekelebat, Guardian mengangkat kedua tangannya ke atas. Energi hitam berputar di sekelilingnya, membentuk pusaran yang semakin membesar. Dari p
Kilatan energi saling beradu di udara, menciptakan letupan-letupan yang mengguncang bumi. Rendy merasakan tekanan yang luar biasa dari serangan Guardian, namun ia tidak mundur. Mata tajamnya terus mengunci pergerakan lawan, mencari celah di balik serbuan yang brutal.Guardian mengangkat tangannya, membentuk lingkaran dengan aura kegelapan yang berputar cepat di telapak tangannya. Dari pusat pusaran itu, sebuah tombak raksasa tercipta, dipenuhi energi hitam yang menyala liar. Dengan satu gerakan, ia melesatkan tombak itu ke arah Rendy.Rendy melompat ke belakang, namun kecepatan tombak itu jauh di luar dugaannya. Ia memutar tubuh di udara, mengayunkan pedangnya untuk menangkis serangan. Saat bilah pedang bertemu dengan tombak hitam, ledakan besar terjadi. Energi liar menghambur ke segala arah, meretakkan tanah dan menghancurkan batu-batu besar di sekitar mereka.Dari balik ledakan, Guardian telah kembali menyerang. Ia menembus kepulan asap dengan kecepatan mengerikan, menciptakan bayan