Kepulauan Tropis di sisi timur Khatulistiwa merupakan pulau yang sangat strategis dan merupakan jantung pertahanan yang sangat penting bagi Khatulistiwa. Uniknya setengah pulau ini berada di Negeri Cakrawala yang merupakan negeri adi daya yang selalu mengancam kedaulatan Khatulistiwa.Negeri Cakrawala sudah berulang kali berusaha memiliki Kepulauan Tropis seutuhnya karena di pulau ini terkandung tambang yang bernilai tinggi dan akan bertahan untuk ratusan tahun apabila diolah dengan baik dan benar. Justru tambang yang bernilai tinggi berada di bagian Negeri Khatulistiwa sehingga penjagaan terhadap perbatasan ini sangat penting untuk melindungi hasil tambang yang bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat.Pemimpin di Kepulauan Tropis ini merupakan pemimpin yang berdedikasi tinggi karena harus membawahi armada kapal perang yang menjaga perairan perbatasan ini selain armada darat seperti Tank dan ribuan prajurit.Kristin Chen berdiri tegak di garis depan pertahanan Negeri Khatulistiwa di
Perbatasan Selatan Khatulistiwa berbatasan dengan Negeri Malam karena negeri ini selalu dilanda kegelapan. Tidak ada matahari yang bersinar di negeri ini sehingga penduduk di Negeri Malam rata-rata berwajah pucat pasi dan bermata merah menyala. Sosok mereka mirip vampir atau dracula yang sering dipertontonkan di televisi maupun bioskop, bahkan kekejaman penduduk Negeri Malam jauh lebih mengerikan karena mereka tidak segan-segan melenyapkan pendatang yang berani memasuki wilayah mereka.Presiden Negeri Khatulistiwa menganggap Negeri Malam sebagai ancaman besar bagi Negeri Khatulistiwa sehingga merasa perlu untuk menjaga perbatasan darat yang penuh dengan berbagai jebakan ini. Namun, yang tidak diketahui presiden adalah kalau rakyat Negeri Malam tidak mampu menyeberang ke Khatulistiwa saat matahari terik karena kulit mereka akan mengelupas dan terbakar oleh sengatan sinar matahari.Presiden Sebastian Zhu merasakan bahaya dengan munculnya anak muda berbakat seperti Rendy Wang yang begitu
Rendy menghela napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang masih menggila setelah pertempuran tadi. Kegelapan di sekelilingnya masih terasa padat, seperti kabut hitam yang menyesakkan. Namun, mereka tidak bisa berhenti. Di depan, jauh di tengah Negeri Malam, masih banyak yang menunggu—bahaya yang bahkan lebih besar dari makhluk yang baru saja mereka hadapi."Kita bergerak sekarang," ujarnya datar, suara tegas itu menggelegar di antara pasukannya yang sudah kelelahan. "Kita belum keluar dari neraka ini."Prajurit yang masih tersisa berdiri, meski terlihat ringkih, mereka tidak punya pilihan selain mengikuti Rendy. Langkah demi langkah, mereka memasuki bagian terdalam Negeri Malam. Udara di sini lebih dingin, begitu menusuk hingga terasa seperti tangan-tangan es yang mencengkeram kulit mereka."Sesuatu mengawasi kita," gumam salah seorang prajurit di belakang. Matanya terus melirik ke arah bayang-bayang yang tampaknya bergerak dalam kegelapan.Rendy mengangkat tangan, menghent
Rendy tidak menjawab, tetapi isyaratkan agar mereka tetap waspada. Di kejauhan, samar-samar terlihat bangunan besar, seperti kastil tua yang menjulang di tengah-tengah Negeri Malam. Dinding-dindingnya retak, dihiasi lumut hitam dan tanaman merambat yang menyerupai urat nadi yang berdenyut. Seolah kastil itu hidup, menanti tamu tak diundang dengan tawa jahat."Kita harus cari jalan masuk," gumam Rendy lebih pada dirinya sendiri. Senapan bayonetnya terasa lebih berat dari biasanya, tetapi dia tetap menggenggamnya erat. "Ayo, kita maju."Mereka merapat ke kastil, langkah mereka pelan dan berhati-hati. Di sekeliling, suara erangan samar-samar terdengar, seperti angin yang berbisik atau makhluk yang menggeram dari sudut-sudut gelap.“Berhenti!” suara tajam terdengar dari samping, membuat Rendy dan pasukannya berhenti mendadak.Dari kegelapan, muncul sosok tinggi, kurus dengan jubah hitam lusuh yang menyeret di tanah. Matanya merah menyala seperti bara api, wajahnya pucat seperti mayat hidu
Makhluk itu mendarat di hadapan mereka, sayapnya mengembang seperti jaring hitam yang menghalangi jalan keluar. Tingginya hampir tiga meter, tubuhnya dipenuhi sisik-sisik keras yang mengilap di bawah cahaya redup. Mata merahnya bersinar ganas, dan taring panjangnya menyeringai, memperlihatkan niat pembunuhan yang jelas.“Kalian datang ke tempat yang salah, manusia!” raungnya, suaranya bergemuruh di seluruh lorong.Rendy tidak menunggu lebih lama. Dia menarik pelatuk, peluru melesat menembus udara dan mengenai sayap makhluk itu, tetapi seperti sebelumnya, tidak banyak efek. Bayonetnya bersiap di tangan, senjata itu kini menjadi pilihan terbaik untuk bertarung jarak dekat.Makhluk itu melompat ke depan dengan kecepatan yang tak terduga. Rendy berlari ke samping, menghindari cengkeraman besar yang mencoba menghantamnya. Dia menyerang balik dengan bayonet, memotong sisi tubuh makhluk itu, tetapi seperti batu, sisik-sisiknya begitu keras hingga hanya menimbulkan percikan.“Kita butuh cara
Sosoknya begitu tinggi dan ramping, kulitnya pucat hampir transparan, dengan mata merah menyala yang berkilat tajam di bawah tudung hitamnya. Taring-taring panjang yang menjulang dari bibirnya membuatnya tampak seperti monster dari legenda gelap, tapi ada sesuatu yang lebih mengerikan dari sekadar penampilan fisiknya: auranya. Kegelapan yang menyelubungi ruangan terasa hidup, mengalir dari dirinya, menekan setiap sudut."Rendy Wang... akhirnya kau tiba," suara Drakuleton terdengar berat dan bergaung, seolah keluar dari kedalaman neraka itu sendiri. “Sudah lama aku menunggumu.”Rendy menatapnya dengan tatapan tajam, tangan masih erat menggenggam senapannya. “Tahu dari mana Kau namaku? Kau tahu kenapa aku di sini. Perang ini harus diakhiri.”Drakuleton tertawa pelan, suaranya seperti suara ribuan jiwa yang menjerit. “Aku selalu mengamati manusia yang berbakat. Manusia lemah selalu berpikir bisa mengakhiri kegelapan. Tapi kegelapan... selalu ada di mana-mana, bahkan di dalam hatimu sendi
Wanita itu melangkah mendekat, setiap langkahnya nyaris tak bersuara di lantai batu yang dingin. "Aku berbeda dari dia, Rendy Wang. Aku tidak haus darah seperti yang kau kira. Namun, aku tahu kekuatan manusia sepertimu. Kau tidak akan bisa bertahan lama di negeri ini." Rendy berdiri dengan susah payah, berusaha menjaga postur tubuhnya meskipun rasa sakit menjalari punggung dan lengan. "Katakan saja apa yang sebenarnya kau inginkan. Sepertinya Kau banyak tahu tentang diriku!" "Aku menawarkan perjanjian," ujarnya sambil berhenti beberapa langkah darinya. "Kau bisa meninggalkan Negeri Malam dengan aman, membawa pasukanmu keluar. Tapi kau harus berjanji tidak akan kembali." Rendy tertawa kecil, meski rasanya membuat dadanya seperti ditusuk. "Aku tidak pernah negosiasi dengan musuh. Bagaimana kalau aku menolak?" Senyum wanita itu menghilang. "Jika kau menolak, aku akan memastikan setiap prajurit yang tersisa di kastil ini tidak akan pernah melihat matahari lagi. Aku bisa membuat ka
Di bawah sinar lampu neon yang memantul di gedung-gedung tinggi Khatulistiwa, nama Rendy Wang tidak sekadar muncul—ia meledak seperti kembang api di malam tahun baru. Setiap halaman utama surat kabar, setiap layar kaca, dan setiap video streaming membicarakannya. Keberaniannya menerobos barikade Negeri Malam, yang selama ini dianggap tak tertembus, membuatnya menjadi lebih terkenal daripada Presiden Sebastian Zhu sendiri. Setiap kali namanya disebut, denyut kehidupan di Khatulistiwa terasa melambat, seperti seluruh kota berbisik tentang dia.Di balik senyum politik yang dipoles sempurna, kegelisahan Presiden semakin menumpuk. Popularitas Rendy terus membumbung, lebih cepat daripada yang pernah ia bayangkan. Setiap langkah yang diambil Rendy seolah-olah meruntuhkan kredibilitas presiden, membuat kekuasaannya terlihat rapuh. Tanpa banyak berpikir, Presiden memutuskan untuk bertindak. Satu-satunya solusi adalah melenyapkan ancaman ini. Dan untuk itu, ia memanggil The Killer—pembunuh baya