Langit di atas Lembah Roh Kultivator mendung kelabu, seolah menekan suasana mencekam yang menyelimuti tempat itu. Suasana yang sama sekali tidak diduga oleh Rendy, karena sebelumnya Lembah Roh Kultivator sangat bersahabat dengannya saat ia mengaktifkan Nisan Pedang Spiritual Guang Yu."Apa yang sedang terjadi pada lembah ini? Kenapa aku merasakan energi kegelapan yang sangat jahat di sini?"Ribuan Nisan Pedang Spiritual hanya terdiam kaku, tampak satu Pedang Spiritual yang bercahaya dan bergetar hebat, membuat Rendy penasaran mendekatinya walaupun terasa olehnya ada penghalang kuat yang menahannya untuk mendekati Pedang Spiritual ini."Aku harus mendekati Nisan Pedang Spiritual ini!" tekadnya dalam hati sehingga ia terus mengerahkan energi Qi untuk melawan kekuatan energi besar yang menghalang dan mendorongnya mundur.Di depan Rendy, Pedang Spiritual Lao Jin bergetar liar, menciptakan suara mendesing seperti jeritan roh yang tak tenang. Aura merah darah mulai merembes keluar, merayap
BOOOM!Cahaya merah itu menghantam tanah di depan Rendy dengan dentuman dahsyat, menciptakan gelombang kejut yang mengguncang seluruh lembah. Debu dan pecahan batu beterbangan, membuat Rendy terhuyung meski dia sudah bersiap. Uhuk!Tak kuasa menahan gelombang energi yang dasyat membuat Rendy luka dalam dan memuntahkan darah segar dari mulutnya.Saat debu mereda, sebuah sosok tinggi muncul dari pusaran aura merah yang membara di sekitar Pedang Spiritual Lao Jin. Sosok yang semula hanya berupa pusaran merah perlahan-lahan berwujud seperti manusia.Pria itu mengenakan jubah panjang berwarna hitam dengan pola merah menyerupai darah yang mengering. Matanya bersinar keemasan, menusuk seperti belati yang menguliti jiwa. Wajahnya keras dan tanpa ekspresi, tapi ada keganasan yang menguar dari setiap gerakannya. Dia adalah Lao Jin, pemilik Pedang Spiritual yang telah lama menjadi legenda."Penguasa Nisan Pedang Spiritual? Aku tidak melihat sesuatu yang istimewa darimu," kata Lao Jin dengan suar
Ketika debu mulai mengendap, cahaya kemerahan dari aura Pedang Spiritual Lao Jin berangsur meredup, meninggalkan retakan di tanah yang berkilau seperti bara api. Sosok Rendy berdiri di tengah puing-puing, tubuhnya penuh luka, tetapi matanya menyala dengan tekad yang tak pernah surut. Energi Qi-nya berdenyut liar, nyaris tak terkendali, namun justru itu yang memberinya kekuatan untuk bertahan. Di hadapannya, Lao Jin tersenyum samar. Bukan senyum kekalahan, tetapi senyum penghormatan yang tipis—hampir seperti pengakuan terhadap keberanian lawannya. "Menarik... Aku pikir kau hanya seorang bocah yang terlalu berani dan sampah kultivasi untuk mendekati pusaka ini. Tapi tampaknya kau memiliki potensi yang lebih besar dari yang kuduga," ujar Lao Jin dengan suara rendah, namun masih penuh tekanan."Cuih! Kamu akan melihat kemampuanku yang lain yang akan mengalahkan kesombonganmu!" kata Rendy sambil memuntahkan darah segar lagi."Hahaha ... aku suka semangatmu! Kalau Kau tidak mati maka aka
Lao Jin bergerak dengan kecepatan yang hampir mustahil diikuti mata. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di depan Rendy, pedangnya terangkat tinggi. Rendy hanya punya waktu sepersekian detik untuk mengangkat pedangnya sebagai pertahanan.CLANG!Benturan itu membuat udara di sekitarnya bergemuruh. Kekuatan Lao Jin seperti gunung yang menghantam, membuat kaki Rendy terperosok ke dalam tanah hingga lutut. Rasa sakit menjalar ke seluruh lengannya, tetapi dia tidak melepaskan pedangnya."Hebat, kau mampu menahan seranganku yang pertama," ejek Lao Jin, matanya bersinar tajam. "Tapi bagaimana dengan ini?"Dia memutar pedangnya dalam gerakan melingkar, menciptakan pusaran angin bercampur aura merah yang tajam seperti pisau. Rendy terlempar ke udara, tubuhnya menghantam batu besar sebelum dia jatuh ke tanah dengan keras.Darah mengalir dari sudut bibirnya, tapi Rendy memaksa dirinya bangkit. Napasnya berat, tubuhnya penuh luka, namun matanya tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Dia mengang
Belum sempat Rendy mencabut Pedang Spiritual Lao Jin, pedang ini bergetar hebat lagi.Saat seberkas cahaya merah dari Pedang Spiritual Lao Jin memasuki tubuh Rendy, rasa sakit yang luar biasa segera menyerangnya. Energi Qi Pembantaian yang ganas mengalir liar dalam meridian-meridiannya, seolah-olah hendak merobek tubuhnya dari dalam. Setiap napas yang diambilnya terasa seperti menghirup bara api, dan pandangannya mulai kabur oleh kilasan-kilasan Teknik Pembantaian milik Lao Jin—jurus-jurus yang penuh dengan kekejaman dan kehancuran.Rendy jatuh berlutut, menggenggam dadanya dengan erat. Napasnya tersengal-sengal, dan pandangannya berpendar. Dalam pikirannya, kilasan-kilasan jurus yang kejam dan sadis—Teknik Pembantaian—berkelebat seperti mimpi buruk.Dia melihat Lao Jin berdiri di atas gunung mayat, setiap tebasannya membawa kehancuran, setiap serangannya meninggalkan jejak darah. Teriakan-teriakan dari korban Lao Jin menggema di telinganya, membuatnya bergidik ngeri.Namun, di balik s
Clarissa langsung memeluk Rendy begitu pria ini keluar dari portal Jade Dragon, sambil matanya berkaca-kaca menahan air mata yang mulai menetes membasahi wajahnya yang cantik jelita."Syukurlah Tuan Muda baik-baik saja! Aku sempat khawatir saat portal dari Jade Dragon menghilang dan merasakan aura tak sedap di kamar ini."Rendy balas memeluk erat-erat tubuh tinggi semampai Clarissa yang terasa hangat di tubuhnya. Sambil membelai rambut Clarissa, Rendy berkata lembut, "Hei ... aku sudah kembali. Jangan menangis lagi ya."Bibir Rendy langsung menyentuh bibir ranum merah Clarissa dan melumatnya tanpa ampun, tapi gadis ini tidak menolak sama sekali, bahkan membalas dengan lebih agresif sambil memeluk Rendy lebih erat lagi.Tanpa terasa keduanya sudah tampak polos tanpa pakaian sama sekali dengan pakaian yang berserakan di mana-mana sementara kedua insan ini masih sibuk bergelut di atas tempat tidur dan memadu kasih dengan rasa cinta yang mendalam.Wajah Rendy tampak terbenam di belahan bu
"Kamu hendak menemui Sheila Tanoto?" tanya Clarissa dengan ekspresi wajah terkejutnya. Tidak pernah disangka olehnya kalau Naga Perang akan menemui Elemental Naga satu persatu. Tadinya ia berpikir kalau pelayanannya yang hebat akan membuat Rendy hanya bersama dirinya saja.Rendy menatap Clarissa sambil tersenyum. Kepala gadis ini masih bersandar di dadanya setelah kelelahan akibat kultivasi ganda yang mereka lakukan sepanjang malam. Tangannya membelai lembut rambut panjang Clarissa."Aku sudah mendapatkan kekuatan Naga Api dalam dirimu, aku harus mendapatkan tiga kekuatan naga elemental lainnya untuk menyempurnakan kultivasiku. Kamu tahu kan kalau ayahku Zhang Wei akan merusak tatanan dunia fana ini tak lama lagi, jadi aku harus lebih kuat darinya."Rendy memberikan alasan yang masuk akal, tapi Clarissa tetap merasa cemburu dengan ketiga gadis elemental naga lainnya. "Jadi, Tuan Muda akan melakukan kultivasi ganda juga dengan tiga Elemental Naga lainnya? Bagaimana denganku? Apa Tuan M
Rendy memutuskan untuk tidak menggunakan ponsel untuk menghubungi Elemental Naga; sebaliknya, dia memilih untuk menemuinya secara langsung.Sheila Tanoto, yang dulunya adalah musuh dari Negeri Malam di masa lalu, kini menjadi salah satu pengawal utamanya. Gadis berwajah pucat ini, yang dijuluki Elemental Naga Es, bertanggung jawab atas bisnis dan keamanannya.Menurut informasi dari Katrin, saat ini Sheila berada di Kota Javali untuk mengawasi pengembangan teknologi senjata canggih yang dapat mereka jual kepada negara-negara yang terlibat dalam konflik bersenjata."Mengapa Sheila bisa begitu jenius di sini? Apa peran Renata di masa ini?" gumam Rendy, kebingungan dengan perubahan besar akibat anomali waktu ini. "Apakah aku bisa kembali ke masa semula? Tapi, masa ini lebih menyenangkan dengan adanya Clarissa.""Saya sudah menyediakan transportasi untuk Tuan Muda, lengkap dengan sopir, jika Tuan Muda tidak ingin repot menyetir sendiri," ujar Katrin melalui ponsel.Tak lama kemudian, sebua
Alih-alih melepaskan semburan api besar seperti yang biasa ia lakukan, Rendy memejamkan mata. Napasnya tertarik dalam-dalam, dada naik dan turun seirama dengan denyut nadi yang semakin membara. Di dalam pikirannya, nyala api bukan lagi letusan liar yang menghanguskan segalanya, melainkan bara yang mengendap tenang, meresap ke dalam otot-ototnya, menjalar ke tulang dan mengisi setiap pori-pori kulitnya dengan panas yang tak tertahankan. Saat kelopak matanya terbuka kembali, pandangannya jernih dan tajam. Udara di sekelilingnya bergetar, tidak lagi karena kobaran api, tetapi karena gelombang panas yang keluar dari tubuhnya sendiri. Tanah di bawah kakinya menghangat, udara di sekitarnya beriak seperti fatamorgana di atas gurun pasir. Rendy merasakan sesuatu yang berbeda—sebuah kekuatan yang lebih terkendali, lebih dalam, dan lebih dahsyat dari sebelumnya. Tanpa ragu, ia menerjang ke depan. Gerakannya nyaris tak terlihat, seperti bayangan yang melesat dalam sekejap. Kecepatan itu bukan
Rendy melangkah mantap ke dalam pusaran badai es yang berputar liar di belakangnya. Setiap pijakan kakinya menghasilkan bunyi berderak, merambat ke seluruh permukaan es yang retak seperti suara tulang yang patah. Angin dingin menampar wajahnya dengan kasar, membekukan tiap tarikan napas yang keluar dari bibirnya. Butiran salju yang tajam seperti pecahan kaca menari di udara, menyayat kulitnya hingga perih. Namun, di balik semua itu, tekadnya tetap membara.Di hadapannya, Formasi Kutub Es Ketiga berdiri menjulang, dinding-dindingnya yang runcing seolah hendak menusuk langit kelam. Bayangannya yang megah dan menyeramkan menebarkan aura dingin yang membuat dada Rendy terasa sesak. Setiap langkah yang ia ambil semakin menegaskan keberadaannya di tempat terlarang ini. Suara samar bergema di udara, entah dari mana asalnya, seolah ada sesuatu yang mengamati setiap gerak-geriknya dengan mata tak terlihat.Saat ujung kakinya melewati batas wilayah beku itu, tanah di bawahnya mendadak memancark
Rendy menarik napas dalam-dalam, udara dingin menusuk paru-parunya, sementara matanya yang tajam menyapu badai salju yang mengamuk di sekelilingnya. Setiap butir salju yang beterbangan seakan menceritakan ancaman, namun tekadnya tak tergoyahkan. Setelah berhasil menaklukkan prajurit es pertama yang menyerang dengan keberanian setara badai itu, ia melangkah ke dalam kegelapan beku Formasi Kutub Es Tujuh Langkah. Angin mengaum lebih liar, menyembunyikan jebakan mematikan di balik tirai putih yang terus berputar.Saat langkah pertamanya menuju formasi kedua, tanah di bawahnya tiba-tiba bergetar hebat, mengirimkan getaran menakutkan ke seluruh tubuhnya. Tanah itu runtuh, menciptakan celah besar seakan ingin menelannya hidup-hidup. Dengan refleks instan, Rendy melompat ke samping, namun matanya menangkap gerakan kilat ... dinding es raksasa melesat dari bawah dan atas, berusaha menjepitnya dalam pelukan maut."Sial!" teriak Rendy, suara yang tertiup angin seolah menyatu dengan rintihan bad
Angin menderu tanpa ampun, menerjang wajah Rendy dengan suhu yang menusuk, seakan ribuan jarum es menyusup ke dalam kulitnya. Di sekelilingnya, salju menari liar, berputar-putar membentuk pusaran putih yang seakan ingin menelan segala sesuatu yang berada di lintasan badai. Di tengah kekacauan itu, dua sosok prajurit es meluncur bak bayangan, melangkah tanpa jejak di atas permukaan salju yang telah membeku kaku.Rendy, yang tengah berlari menyusuri medan yang terselimuti badai, tiba-tiba mengayunkan tubuhnya ke samping. Tepat di saat itulah, sebuah pedang es berkilauan meluncur mendekat, hampir saja menyapu bahunya dengan kecepatan yang mematikan. Udara di sekitar pedang itu bergetar, menampakkan efek membekukan yang menyeramkan pada setiap hal yang disentuhnya."Dekat sekali!" seru Rendy dengan nada terkejut, namun ia tak sempat mengeluh. Dalam satu gerakan refleks, ia memutar badannya dan melayangkan tendangan ke arah bayang-bayang prajurit itu. Namun, tendangannya hanya menyentuh ke
Di balik tirai salju tebal yang menutupi setiap sudut Pegunungan Es Abadi, dunia terlihat seperti lukisan sunyi yang menyimpan keindahan dan kematian sekaligus. Namun, Rendy, dengan tatapan waspada dan langkah yang terukur, tahu bahwa di balik pesona dingin itu tersimpan jebakan mematikan yang dirancang oleh Keluarga Besar Bai. Setiap langkah yang diambilnya terasa bagai melangkah di atas kristal pecah; dingin yang menusuk hingga ke dalam tulang, diiringi oleh ketidakpastian medan yang licin dan berbahaya. Angin kencang menyusup lewat celah-celah antara puncak gunung, mendesis seperti bisikan kematian. Butiran es kecil yang tersapu angin menghantam wajahnya, meninggalkan rasa perih yang membakar, sementara jubah hitamnya menari liar di tengah pusaran salju, kontras dengan hamparan putih yang tak berujung. Rendy menatap sekeliling dengan mata tajam, menyusuri setiap bayangan dan jejak samar yang tertutup salju. Tiba-tiba, ia berhenti. Di bawah langkahnya, ada sebuah bekas jejak yang
Rendy melangkah mantap ke utara, angin dingin menerpa wajahnya, membawa serta butiran salju yang berkilauan di bawah cahaya rembulan. Hembusan napasnya mengepul, seiring dengan tekad yang semakin menguat di dalam dadanya. Ia harus menemui Keluarga Besar Bai secara langsung. Tiga kultivator Bai yang ia biarkan hidup telah menyampaikan pesannya, tetapi ia ragu pesan itu cukup kuat untuk menghentikan mereka."Aku harus memastikan mereka tidak menggangguku saat berhadapan dengan Zhang Wen," gumamnya, kedua matanya menatap lurus ke depan, penuh determinasi.Dalam perjalanannya, Rendy menyadari satu hal: ia telah melewatkan kesempatan menanyakan keberadaan ayahnya kepada Keluarga Xie dan Zhao. Pertarungan sengit dengan mereka telah menyita seluruh perhatiannya, dan kini, hanya Keluarga Besar Bai yang mungkin memiliki jawaban.Pegunungan Es Abadi membentang di hadapannya, rumah bagi Keluarga Besar Bai. Sebuah perkampungan luas tersembunyi di balik lapisan pertahanan berlapis, dengan formasi
Rendy Wang berdiri tegak di antara puing-puing kediaman keluarga Zhao. Angin malam berdesir, membawa aroma debu dan darah yang masih hangat. Kedua pedangnya—Pedang Kabut Darah dan Pedang Penakluk Iblis—berkilauan tajam di bawah cahaya bulan. Di hadapannya, Zhao Tiangxin menatap tajam, jubah patriarknya berkibar ditiup energi qi yang bergetar di sekelilingnya."Naga Perang!" suara Zhao Tiangxin bergema seperti guntur. "Aku akan menunjukkan padamu mengapa aku disebut sebagai Patriark Zhao!"Tangannya terangkat tinggi, telapak tangannya bersinar emas. Dengan satu gerakan sigil tangan, ia menarik energi langit dan bumi. "Formasi Penghancur Langit!"Awan di atas mereka bergolak, berputar membentuk pusaran yang menyedot kekuatan dari sekelilingnya. Udara bergetar, dan dalam sekejap, ratusan tombak qi berwarna emas terbentuk di langit, melayang dengan ujungnya mengarah lurus ke tubuh Rendy.Rendy mengangkat satu alis. "Begitu? Kau pikir formasi ini bisa menghentikanku?"Dengan satu hentakan
Dengan kecepatan yang tak terbayangkan, Rendy melesat ke depan seperti kilatan petir yang menyambar langit. Pedang Penakluk Iblis di tangannya bergetar, memancarkan cahaya merah menyala yang menebarkan hawa kematian di sekelilingnya. Dalam satu tebasan, gelombang energi memancar deras, menggetarkan udara dan menciptakan pusaran angin yang menghantam para praktisi keluarga Zhao dengan kekuatan dahsyat."Kalian yang mencari kematian kalian sendiri! Aku telah memberi kalian kesempatan untuk hidup! Kini, kesempatan itu telah hilang!" teriak Rendy yang bergerak dengan sangat cepat sehingga tidak kelihatan oleh mata biasa.Wuuusssh!Clash!Jeritan kesakitan menggema saat beberapa dari mereka terpental ke belakang, menghantam dinding dengan keras hingga retakan besar terbentuk di sekitarnya. Sementara itu, yang lain bahkan tak sempat menghindar—hanya ada kilatan merah yang membelah tubuh mereka, meninggalkan sisa-sisa tubuh yang jatuh dengan suara berdebum ke tanah."Apa ini? Dasar iblis! Ti
Malam itu, kediaman Keluarga Besar Zhao dipenuhi ketegangan yang merayap di setiap sudut benteng megah mereka. Cahaya lentera berkelap-kelip, memantulkan bayangan tajam dari para kultivator dan praktisi bela diri yang berjaga. Mata mereka tajam, napas tertahan, tangan menggenggam erat senjata seolah bersiap menghadapi bahaya yang sewaktu-waktu bisa menerjang.Di tengah ruang utama yang dipenuhi aroma dupa, seorang pria tua duduk di singgasananya dengan tenang. Rambut dan janggut putihnya tergerai panjang, namun tubuhnya yang bercahaya menunjukkan bahwa usia bukanlah batasan bagi kekuatannya. Zhao Tiangxin, pemimpin Keluarga Besar Zhao, menatap tajam ke arah seorang pengintai yang baru saja kembali dari misi penyelidikan."Siapa yang cukup kejam menghancurkan Keluarga Besar Xie?" Suaranya berat, penuh wibawa, bergema di seluruh ruangan.Kultivator pengintai itu menelan ludah sebelum menjawab, tubuhnya sedikit gemetar. "Lapor, Tuan Besar! Pembunuh Patriark Xie adalah seorang pemuda yang