Pagi itu, Rendy berdiri di ruangan meditasi Safe House dengan patung Jade Dragon di tangannya. Patung itu berpendar lembut, memancarkan energi spiritual yang berdenyut seperti napas hidup. Clarissa berdiri di belakangnya, memperhatikan dengan rasa khawatir yang samar.“Kau masih yakin ingin melakukannya sekarang, Tuan Muda?” tanya Clarissa lagi untuk memastikan, suaranya mengandung nada ragu. “Teleportasi kultivasi bukan teknik sembarangan. Jika energimu tidak stabil, kau bisa terjebak di dimensi perantara.”Rendy mengangguk mantap, matanya tidak meninggalkan patung di tangannya. “Aku tidak punya waktu untuk perjalanan panjang. Nisan Pedang Spiritual di Lembah Roh Kultivator adalah kunci kekuatanku berikutnya. Dengan energi Qi berlimpah ini, aku yakin bisa mengendalikan teleportasi ini. Lagian, aku sudah pernah melakukannya sekali saat mengaktifkan Nisan Pedang Spiritual Guang Yu."Clarissa menggigit bibirnya, lalu menyerahkan sebuah jimat kecil. “Kalau begitu, bawalah ini. Jika kau m
Langit di atas Lembah Roh Kultivator mendung kelabu, seolah menekan suasana mencekam yang menyelimuti tempat itu. Suasana yang sama sekali tidak diduga oleh Rendy, karena sebelumnya Lembah Roh Kultivator sangat bersahabat dengannya saat ia mengaktifkan Nisan Pedang Spiritual Guang Yu."Apa yang sedang terjadi pada lembah ini? Kenapa aku merasakan energi kegelapan yang sangat jahat di sini?"Ribuan Nisan Pedang Spiritual hanya terdiam kaku, tampak satu Pedang Spiritual yang bercahaya dan bergetar hebat, membuat Rendy penasaran mendekatinya walaupun terasa olehnya ada penghalang kuat yang menahannya untuk mendekati Pedang Spiritual ini."Aku harus mendekati Nisan Pedang Spiritual ini!" tekadnya dalam hati sehingga ia terus mengerahkan energi Qi untuk melawan kekuatan energi besar yang menghalang dan mendorongnya mundur.Di depan Rendy, Pedang Spiritual Lao Jin bergetar liar, menciptakan suara mendesing seperti jeritan roh yang tak tenang. Aura merah darah mulai merembes keluar, merayap
BOOOM!Cahaya merah itu menghantam tanah di depan Rendy dengan dentuman dahsyat, menciptakan gelombang kejut yang mengguncang seluruh lembah. Debu dan pecahan batu beterbangan, membuat Rendy terhuyung meski dia sudah bersiap. Uhuk!Tak kuasa menahan gelombang energi yang dasyat membuat Rendy luka dalam dan memuntahkan darah segar dari mulutnya.Saat debu mereda, sebuah sosok tinggi muncul dari pusaran aura merah yang membara di sekitar Pedang Spiritual Lao Jin. Sosok yang semula hanya berupa pusaran merah perlahan-lahan berwujud seperti manusia.Pria itu mengenakan jubah panjang berwarna hitam dengan pola merah menyerupai darah yang mengering. Matanya bersinar keemasan, menusuk seperti belati yang menguliti jiwa. Wajahnya keras dan tanpa ekspresi, tapi ada keganasan yang menguar dari setiap gerakannya. Dia adalah Lao Jin, pemilik Pedang Spiritual yang telah lama menjadi legenda."Penguasa Nisan Pedang Spiritual? Aku tidak melihat sesuatu yang istimewa darimu," kata Lao Jin dengan suar
Ketika debu mulai mengendap, cahaya kemerahan dari aura Pedang Spiritual Lao Jin berangsur meredup, meninggalkan retakan di tanah yang berkilau seperti bara api. Sosok Rendy berdiri di tengah puing-puing, tubuhnya penuh luka, tetapi matanya menyala dengan tekad yang tak pernah surut. Energi Qi-nya berdenyut liar, nyaris tak terkendali, namun justru itu yang memberinya kekuatan untuk bertahan. Di hadapannya, Lao Jin tersenyum samar. Bukan senyum kekalahan, tetapi senyum penghormatan yang tipis—hampir seperti pengakuan terhadap keberanian lawannya. "Menarik... Aku pikir kau hanya seorang bocah yang terlalu berani dan sampah kultivasi untuk mendekati pusaka ini. Tapi tampaknya kau memiliki potensi yang lebih besar dari yang kuduga," ujar Lao Jin dengan suara rendah, namun masih penuh tekanan."Cuih! Kamu akan melihat kemampuanku yang lain yang akan mengalahkan kesombonganmu!" kata Rendy sambil memuntahkan darah segar lagi."Hahaha ... aku suka semangatmu! Kalau Kau tidak mati maka aka
Lao Jin bergerak dengan kecepatan yang hampir mustahil diikuti mata. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di depan Rendy, pedangnya terangkat tinggi. Rendy hanya punya waktu sepersekian detik untuk mengangkat pedangnya sebagai pertahanan.CLANG!Benturan itu membuat udara di sekitarnya bergemuruh. Kekuatan Lao Jin seperti gunung yang menghantam, membuat kaki Rendy terperosok ke dalam tanah hingga lutut. Rasa sakit menjalar ke seluruh lengannya, tetapi dia tidak melepaskan pedangnya."Hebat, kau mampu menahan seranganku yang pertama," ejek Lao Jin, matanya bersinar tajam. "Tapi bagaimana dengan ini?"Dia memutar pedangnya dalam gerakan melingkar, menciptakan pusaran angin bercampur aura merah yang tajam seperti pisau. Rendy terlempar ke udara, tubuhnya menghantam batu besar sebelum dia jatuh ke tanah dengan keras.Darah mengalir dari sudut bibirnya, tapi Rendy memaksa dirinya bangkit. Napasnya berat, tubuhnya penuh luka, namun matanya tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Dia mengang
Belum sempat Rendy mencabut Pedang Spiritual Lao Jin, pedang ini bergetar hebat lagi.Saat seberkas cahaya merah dari Pedang Spiritual Lao Jin memasuki tubuh Rendy, rasa sakit yang luar biasa segera menyerangnya. Energi Qi Pembantaian yang ganas mengalir liar dalam meridian-meridiannya, seolah-olah hendak merobek tubuhnya dari dalam. Setiap napas yang diambilnya terasa seperti menghirup bara api, dan pandangannya mulai kabur oleh kilasan-kilasan Teknik Pembantaian milik Lao Jin—jurus-jurus yang penuh dengan kekejaman dan kehancuran.Rendy jatuh berlutut, menggenggam dadanya dengan erat. Napasnya tersengal-sengal, dan pandangannya berpendar. Dalam pikirannya, kilasan-kilasan jurus yang kejam dan sadis—Teknik Pembantaian—berkelebat seperti mimpi buruk.Dia melihat Lao Jin berdiri di atas gunung mayat, setiap tebasannya membawa kehancuran, setiap serangannya meninggalkan jejak darah. Teriakan-teriakan dari korban Lao Jin menggema di telinganya, membuatnya bergidik ngeri.Namun, di balik s
Clarissa langsung memeluk Rendy begitu pria ini keluar dari portal Jade Dragon, sambil matanya berkaca-kaca menahan air mata yang mulai menetes membasahi wajahnya yang cantik jelita."Syukurlah Tuan Muda baik-baik saja! Aku sempat khawatir saat portal dari Jade Dragon menghilang dan merasakan aura tak sedap di kamar ini."Rendy balas memeluk erat-erat tubuh tinggi semampai Clarissa yang terasa hangat di tubuhnya. Sambil membelai rambut Clarissa, Rendy berkata lembut, "Hei ... aku sudah kembali. Jangan menangis lagi ya."Bibir Rendy langsung menyentuh bibir ranum merah Clarissa dan melumatnya tanpa ampun, tapi gadis ini tidak menolak sama sekali, bahkan membalas dengan lebih agresif sambil memeluk Rendy lebih erat lagi.Tanpa terasa keduanya sudah tampak polos tanpa pakaian sama sekali dengan pakaian yang berserakan di mana-mana sementara kedua insan ini masih sibuk bergelut di atas tempat tidur dan memadu kasih dengan rasa cinta yang mendalam.Wajah Rendy tampak terbenam di belahan bu
"Kamu hendak menemui Sheila Tanoto?" tanya Clarissa dengan ekspresi wajah terkejutnya. Tidak pernah disangka olehnya kalau Naga Perang akan menemui Elemental Naga satu persatu. Tadinya ia berpikir kalau pelayanannya yang hebat akan membuat Rendy hanya bersama dirinya saja.Rendy menatap Clarissa sambil tersenyum. Kepala gadis ini masih bersandar di dadanya setelah kelelahan akibat kultivasi ganda yang mereka lakukan sepanjang malam. Tangannya membelai lembut rambut panjang Clarissa."Aku sudah mendapatkan kekuatan Naga Api dalam dirimu, aku harus mendapatkan tiga kekuatan naga elemental lainnya untuk menyempurnakan kultivasiku. Kamu tahu kan kalau ayahku Zhang Wei akan merusak tatanan dunia fana ini tak lama lagi, jadi aku harus lebih kuat darinya."Rendy memberikan alasan yang masuk akal, tapi Clarissa tetap merasa cemburu dengan ketiga gadis elemental naga lainnya. "Jadi, Tuan Muda akan melakukan kultivasi ganda juga dengan tiga Elemental Naga lainnya? Bagaimana denganku? Apa Tuan M
Clara menatap tajam ke arah Rendy, matanya menyala dengan amarah yang tak tertahankan. "Jangan kau kira tindakanmu ini akan mengubah kebencianku padamu!" suaranya dingin, nyaris menggigit, tanpa sedikit pun nada terima kasih.Rendy menghela napas panjang, mencoba memahami kekerasan hati Clara. Wajahnya dipenuhi kebingungan, tetapi suaranya tetap tenang. "Aku terus mencarimu, Clara! Buat apa aku membunuhmu? Apa untungnya bagiku?" katanya, menatapnya lekat-lekat, mencari celah di balik tatapan penuh kebencian itu.Clara menyilangkan tangan di dadanya, dagunya sedikit terangkat, menegaskan keangkuhannya. "Aku tidak percaya padamu! Aku datang untuk memperingatimu. Berhenti mencari Kekuatan Tertinggi, atau kami akan menghancurkanmu!" suaranya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena tekad yang membaja.Rendy mengernyit. "Kekuatan Tertinggi? Apakah organisasi itu yang membuatmu membenci aku?" tanyanya, mencoba menelisik lebih dalam.Clara tak menjawab. Dengan santai, ia melangkah ke b
Rendy menatap tubuh wanita yang berdiri di tengah kekacauan Klub Red Lotus. Gaun merahnya berkibar pelan, seolah ikut menari bersama cahaya lampu temaram yang berpendar di langit-langit. Aroma alkohol, asap rokok, dan keringat bercampur menjadi satu dalam udara yang berat. Mata Rendy menyipit, mengamati siluet wanita itu."Kenapa aku merasa mengenalnya?" pikirnya, langkahnya perlahan mendekat."Nona, ada masalah apa sampai kamu mengacau di Klub Red Lotus ini?" tanyanya dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.Plok! Plok! Plok!Tepukan tangan menggema, menggantikan hiruk-pikuk yang sempat mereda. Wanita bergaun merah itu tetap membelakanginya, tubuhnya tegak, aura misterius menguar dari setiap gerakannya."Apa kita perlu memanggil bantuan, Tuan Muda?" suara manager klub terdengar penuh kehati-hatian."Tidak perlu! Aku bisa mengatasinya sendiri!" Rendy menjawab, tetap melangkah maju.Sebuah tawa kecil menggema, renyah namun menusuk."Hihihi ... selamat datang, Jendral Wang!"Suara i
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind